Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Jumat, 28 Juli 2017

SEBUAH RASA

Jangan panggil aku lagi
Jika kau sudah menemukan cara
untuk membahagiakan dirimu sendiri

Jangan paksa aku untuk hadir
Jika kau masih bisa tersenyum
Tanpa aku

Jangan biarkan aku sendiri
dalam sedihku
menunggumu untuk seperti dulu

Aku kehilangan jati diri
Dan suaramu menyiratkan ketidaknyamanan
Pergi saja jika tak lagi melihat mentari
di wajahku

Aku ini hadir untuk senyummu, membahagiakanmu
Untuk apalagi arti keberadaanku kini
Jika dunia sudah mengutuk kita untuk berpisah

Biarkan aku berjalan dengan rasa sakitku
Dan aku lepaskanmu karena
karena aku tak merasa kehadiranmu
disisiku

Biarkan perbedaan ini menghanyutkan kita
dalam sebuah rasa.
Hingga terpisah tak tersadarkan
Tak perlu sebuah kata yang menyakitkan
Karena dirimu sudah pergi
Sejak kau tak seperti dulu lagi

Biarkan aku tetap tak pernah mengerti
dengan rasaku sendiri
Aku duduk menepi untuk terhanyut
untuk kebahagiaan atau menderita tanpamu


UNTUK DIKENANG

Mempertahankan kepercayaan seseorang ternyata jauh lebih sulit dari meraihnya. Upaya dan tindakan apapun yang kita lakukan, kerja keras agar dipercaya oleh orang lain akan terasa sia-sia ketika ada satu hal konyol yang kita perbuat kemudian membuatnya kecewa.

Rasa kecewa timbul karena ada sebab akibat sebuah kejadian. Meskipun hati berteriak tentang sebuah penyesalan. Meskipun ketidaksengajaan menjadi penyebab dan alasan untuk dimaafkan. Sebuah perjalanan panjang terasa sia-sia dan hampa. Kita memohon pada Tuhan untuk mengembalikan waktu. Memperbaiki kesalahan yang bisa menyebabkan kepercayaan seseorang hilang dan mengalahkan berjuta kenangan akan kebaikan diri.

Tuhan.
Terima kasih atas rasa kecewa ini. Bahan instropeksi diri yang penuh arti. Pendewasaan sikap menuju perjalanan panjang.
Manusia tidak bisa menuntut apa-apa selain mengambil hikmah. Itu yang saya lakukan demi sisa-sisa perjalanan. Manusia tidak bisa meninggalkan apa-apa dalam kematiannya. Selain menyisakan setiap kisah baik.
Untuk Dikenang.

Maafkan aku telah menggoreskan tinta hitam dihati. Dalam renunganku, aku tak bisa mentasbihkan segala rindu selain rasa sesalku. Jika ribuan tetes air mata bisa menyembuhkan rasa kecewamu ataupun setidaknya mengembalikan waktu. Aku rela mengisi hari ini dengan derai sendu.

Tuhan akan menjadi hakim atas ketidakadilan waktu. Aku pulang kali ini. Dengan sejuta kenangan kelabu.
Seribu waktu kebaikanku yang tertanam dalam hati dan ingatanmu. Akan hilang karena kesalahanku dalam lelahku.

Aku pulang. Pergi meninggalkan segala penyesalan. Menancapkan luka dan kehampaan.
Untuk dikenang.

Selasa, 25 Juli 2017

MEMOAR PRASETIYA MULYA

Setiap manusia memiliki perjalanan dalam setiap kisah. Kasih, rindu bahkan kalut dan haru melebur menjadi satu terangkai dalam sebuah kenangan. Waktu berjalan menantang jati diri dalam setiap tantangan. Awal yang singkat untuk diakhiri dalam waktu yang sangat panjang. Saat ini aku sedang terhanyut dalam liur disiang hari, mengenang kisah awal menginjakkan kaki di Universitas Prasetiya Mulya yang dahulu bernama Prasetiya Mulya Business School.

Angin berbisik mengelus-elus lembut wajah ini membuat kantuk. Menulusup pori2 kulit lalu menjalar bias kedalam otak dan mulai bercerita.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Keputusan paling menantang saat itu adalah hijrah dari Lampung menuju Jakarta. Kota ganas yang terlalu panas untuk manusia berdarah dingin seperti aku. Seakan tak punya pilihan terbaik demi butir butir nasi kedua adik dan ibuku. Aku mengalir begitu derasnya menuju Jakarta terhampar bendungan dan bertemu ikan-ikan pemangsa daging yang ganas.

Aku memilih kuat saat itu. Terpaan ombak, gelombang, badai angin membuat aku tak punya pilihan selain bertahan. Setidaknya inilah kota Jakarta, kota impian untuk pemuda kampung seperti aku. Begitu tiba dikota ini, aku duduk sejenak menelosok setiap sudut pandangan mata, menundukkan kepala, mungkin wujud dari sebuah haru. Bagiku, bukan seorang laki-laki jika tidak merasakan Kota Jakarta. Hedonisme, Macet, Metropolis dan apalah itu namanya menjelma menjadi serangkai ikan buas yang siap memangsa, atau malah bisa jadi pelajaran hidup.

Bekerja di Prasetiya Mulya membuat kertas putih tak punya arti. Tinta hitam kehilangan maknanya. Karena terlalu banyak kata yang ingin aku tulis dalam setiap celotehan-celotehan sederhana kantor baruku ini. Bekerja disebuah lembaga pendidikan terkemuka dan kantor yang sangat megah, menjadi sihir tersendiri yang menyirat rindu kecilku akan kenyamanan hidup dalam sebuah pekerjaan. Bisa jadi inilah impian terbesarku. Mungkin aku tak akan pernah merasakan bagaimana duduk di bandara, noraknya menahan jantung deg-degan saat pesawat take off atau landing, dan menjadi orang sok membanding-bandingkan kualitas setiap maskapai. Aku sangat ingat saat pertama kali naik pesawat bersama rekan kerjaku, hati memutar tak karuan, otak hancur melebur jadi rapuh membuat tubuh gemukku mendadak ciut. Tuhan, akhirnya aku merasakan naik pesawat. Saat itu, mulut mungkin sudah menjadi doer untuk bercerita kepada setiap orang akan pengalaman pertama itu.

Tidak hanya sampai disitu, Tuhan mungkin saat itu memandangku dengan tawa lucu. Setelah dari pesawat aku menuju hotel mewah berbintang. Aku tak bisa membayangkan bagaimana saat masih kecil dengan sendal jepit robek khas anak kampung kumuh. Jangankan untuk menginap. Untuk melewati sebuah hotel saja menjadi sebuah impian. Sambil aku merenung, orang yang menginap dihotel itu harus orang yang seperti apa ya? Tidak mungkinlah aku bisa menginap dihotel mewah dengan pintu yang bisa terbuka dan tertutup secara otomatis seperti itu. Aku hanya seorang anak dari seorang Ibu buruh cuci dari rumah ke rumah dan ayah buruh kuli angkat berat bergaji harian. Siapalah aku. Apa arti mimpi saat itu.

Namun saat ini aku bisa menikmatinya. Pernah mendengar hadist? Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan? Itu selalu melekat dalam pikiranku dan sejak saat itu lah aku mulai mengerti bahwa mimpi itu bukan milik tidur. Mimpi itu milik seseorang yang berjalan, lari, terjatuh, bangkit lagi, lalu berlari lagi. Mimpi itu bukan disaat kita tidur dan tidak diawali dengan kantuk. Mimpi itu tekad dan kemauan untuk mengejar. Mimpi itu bagaimana kita bisa mengembangkan rasa syukur, serta menenggalamkan rasa putus asa. Maka ketika kepuasaan hidup belum juga cukup menjawab setiap tujuanmu, maka carilah Ridho Tuhan agar syukur masih ingin menjumpaimu. Terima kasih Tuhan.

Celotehan singkat untuk Universitas Prasetiya Mulya. 

Terima kasih Pak Iwan, jika seribu mutiara lautan dikumpulkan untuk mewujudkan rasaku ini mungkin tak akan pernah cukup. Aku masih ingat saat wawancara awal kerja, Bapak memberikan banyak motivasi dalam hidupku, memberi banyak pelajaran untuk menjadi orang yang benar. Mengarahkan langkah dalam bijaknya. Dan setiap kata melahirkan pelangi dalam setiap tujuan perjalanan. Dan memberikan kesempatan hebat ini.

2 tahun bergabung di team Marketing and Customer Relations membuat aku banyak belajar untuk bangkit dan menjadi manusia seutuhnya. Selama bekerja aku hanya memahami bagaimana menjadi pekerja yang baik dan berkualitas, namun disini aku mengerti bagaimana menjadi manusia yang utuh dan memiliki sinergi dalam setiap etika untuk menghasilkan kualitas kerja yang baik. Meskipun hidupku harus terhentak sesaat, saat masa kerjaku harus diperpanjang selama 2 kali. Namun aku mengambil hikmahnya bagaimana menjadi baik untuk menonjolkan setiap kualitas diri. Terima kasih teman-teman MCR Prasmul atas pelajaran kualitas diri yang telah diberikan selama ini. Selalu doakanku untuk menjadi orang yang lebih baik lagi dalam beradaptasi, bergaul dan beretika.

Terima kasih Yayasan Prasetiya Mulya. Seluruh rekan kerjaku yang sama-sama berjuang untuk mengembangkan sayap burung yang sedang terbang. Ibarat kata kita sama-sama merancang struktur sayap yang baik untuk menerbangkan burung ini tinggi setinggi-tingginya hingga alam mengangkat kepala karena kagum atas kebesaran Prasetiya Mulya. Prasetiya Mulya hadir bukan sebagai oase dipadang pasir. Namun menjadi tonggak perubahan dalam setiap perbaikan diri dan kualitas anak bangsa. Terima kasih Annanias, Bu Dian, Bu Rike yang selalu menjadi teman curhat setia dalam setiap masalah. Baik urusan kantor ataupun diluar kantor. Semoga tetap menjadi yang terbaik dihati saya selalu.

Terima kasih sekali lagi untuk petinggi Prasetiya Mulya, seluruh karyawan dan Profesional Staff yang telah banyak membimbing dan berdiri tegak berjalan bersama dalam setiap canda tawa.

Izinkan aku untuk memberanikan diri mengutarakan segelintir kata maaf yang bermakna ampunan. Semoga kesalahan yang sengaja atau tidak yang telah saya lakukan dapat runtuh dengan ikhlasnya dari hati sahabat2 semua. Inilah aku, manusia yang masih merasa banyak kekurangan dan siap untuk melakukan perubahan.

Tetap doakan aku, yang saat ini masih menjadi bodoh dalam menulis kisah setiap perjalanan dan dahaga dalam setiap tantangan. Aku lelaki badut yang hanya bisa ditertawakan dalam setiap mimpi yang aku ciptakan, dianggap lucu dan memalukan untuk menapak langkah demi langkah impian. Dan saat ini aku masih menggenang dalam doa, tak riuh juga tak jernih dalam setiap ambang batas perjalanan. Semoga, langkah ditempat kerja baru ini menjadi satu cara agar aku tetap mengalir, tetap tersentak bebatuan, terhujat kotoran, hingga akhirnya tiba di muara dan jernih pada waktunya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SIANG ITU, aku terbangun dalam renunganku, mengelap liur yang basah sebanyak impianku. Mataku memandang sangat jauh, bangun dan mendongakkan kepala dengan tegas. Berbicara pada dunia. AKU SIAP MELANGKAH PADA TANTANGAN BERIKUTNYA.

TERIMA KASIH
UNIVERSITAS PRASETIYA MULYA.