Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Rabu, 27 Agustus 2014

Penantian Cinta


Aku bisu dalam keramaian
Aku hilang dalam keberadaan
Aku terhempas saat diandalkan
aku berjuang saat kemerdekaan datang

Dinding retak membuat peluh
jiwa berontak tak ada musuh
dan aku teriak saat semua hilang

aku berjuang menegakkan ilalang
yang bergoyang-goyang tertiup angin
malah patah

aku berjuang memukul-mukul es
agar cair
malah panas menjadi binasa,
kemudian melebur dengan sendirinya

aku berjuang menggali liang
mencari mata air
malah hujan turun tak henti
menjadi banjir

Sebenarnya aku berjuang untuk siapa?
kalau gadis berkulit eksotis terus menangis dan menepis
lalu apa yang aku perjuangkan
kalau cinta hanya jd tanda tanya

dan aku mulai menebak-nebak
aku berjuang untuk apa?

gadis tersenyum manis tipis
mencari gundah kemudian melangkah
hatinya sedang patah pada tujuan hidupnya
gadis bisu yang berteriak menjelaskan maksudnya
dan aku dibiarkan bertanya-tanya

aku ini punya kaki, kuat membopong
aku ini punya tangan, tangguh menggendong
aku ini punya bahu, siap menyokong
kau gadis malah berlari menyongsong

dosa apa yang melebur setiap kata-katamu
sehingga kau meninggalkan ku dalam kebisuan
dan tanda tanya,
lalu perjuanganku kau anggap apa?

Senin, 25 Agustus 2014

Kesendirianku


Manusia memang membutuhkan waktu sendiri untuk menemukan sebuah jawaban yang matang. Kadang hidup sudah menggerus setiap detik waktu yang membuat hidupnya semakin berarti. Keriputpun mulai menyapa penuh dengan cerita panjang pahitnya kehidupan. Dan saat itulah kita mulai dapat berbicara pada diri sendiri tentang sebuah kejujuran akan arti kehidupan.
Kesendirian kadangkala mengandung arti ketenangan dan kesucian tapi tidak semua orang dapat bertahan dalam hidup sendiri. Aku mencari kesendirianku untuk menemukan kenyataan apa yang sebenarnya ingin aku temukan dalam hidup ini. Ini bukan lagi tentang sebuah jawaban. Tapi tentang alasan mengapa dan bagaimana cerita hidup ini mulai bercerita.
Hidup memiliki nada tersendiri untuk membentuk sebuah birama yang kemudian menghasilkan suara terindah. begitupun aku. saat ini hidup sedang bercerita tentang arti sebuah pengorbanan, arti sebuah ketegasan, arti sebuah keyakinan, arti dari sebuah ketegaran, serta arti dari sebuah jalan panjang yang disebut masa depan.
Kesendirian tak simetris dengan kita tidak berbuat apa-apa. kesendirian menghasilkan sebuah rencana yang menghasilkan sebuah peluru untuk senjata melawan kehidupan. Manusia memang butuh untuk sendiri.
Aneh memang ketika ada manusia mengartikan bahwa masalah yang ada pada hidup akan membuat kita semakin menjadi dewasa, tapi malah membuat orang terlihat lebih tua. setidaknya kita memiliki jawaban atas ketegaran dan kepuasan. Sadarlah bahwa tidak ada manusia yang ingin dilahirkan dalam keadaan hidup seburuk apapun. Dan kisah saat ini tidak terlahir hanya dari sebuah kesalahan. Kisah saat ini hadir dari cerita panjang sebab akibat sebuah kehidupan. dan manusia hanya menjawab teka teki bersandiwara.

Kesendirian memaknai arti kita bisa berbicara dengan tegak lurus antara Tuhan dan diri sendiri. Kesendirian menghasilkan kejujuran dari hati nurani. Ketika kita sedang berdiskusi pada Tuhan, maka hati akan sibuk tak hentinya mengeluh. Dan jika hati mulai memberontak tentang kehidupan. Maka Tuhan sejuk mendengarkan. Itulah bedanya antara hati dan Tuhan. Hati bisa saja dinodai atas ketidak bersyukuran umat manusia. Namun Tuhan tetap memaafkan. Kata demi kata yang terlontar dari hati sanubari tak ubahnya seperti bayi yang merengek meminta mainan. Apakah itu arti beserah diri? atau aku sebenarnya sedang tidak bersyukur? Tuhan akan menjawab dengan senyum dari bintang-bintang yang mengedipkan matanya. Akupun akan menatap langit.
Air mata menetes pada kelopak mata pada wajah yang mendongak kurang ajar. dan semilir angin memeluk tangisku menjadi sebuah harapan. Malam itu, sebuah jawaban terlontar bertemu disatu titik antara Tuhan dan hati dalam sebuah kesendirian. Aku pun tertunduk mendesu. menikmati bebasnya udara seakan puas dengan keganasan hidup. Jawaban Tuhan ada pada sebuah pilihan. Bukan benar atau salah atas langkah yang akan kita ambil. namun, seberapa besarkah kita berani mengambil sebuah pilihan?

Tuhan dan hatiku masih berdiskusi mengenai itu. dan inilah kesendirianku.

Jumat, 22 Agustus 2014

Adik yang "Nakal"


Baru saja saya merasakan indahnya hari kemerdekaan. Saya rasa, saya akan benar2 merasa merdeka. Terutama merdeka dalam kehidupan yang sebenarnya. Menjadi kepala keluarga diusia 24 tahun saya percaya bukanlah perkara yang sangat mudah. namun, jawaban yang sangat pasti adalah bahwa hidup harus terus berjalan dan dijalani.

Pulang kerja dengan keadaan yang lelah dan penuh harapan bahwa dirumah saya akan menemukan sebuah peristirahatan yang tenang. Cukup hanya dengan melihat senyum kecil dari kedua adikku tercinta. Dan berbincang manja dengan ibu yang menjaga rumah. Keadaan agak sedikiti berbeda kala itu. 23 Agustus 2014. Saat aku mencoba melangkahkan kaki memasuki rumah yang katanya menjadi surga bagi seluruh penghuninya. keadaan menjadi aneh dan semua tenang mencurigakan. Apa yang baru saja terjadi dirumah ini. Jangankan senyum kecil kedua adikku, sapaan lembut saja tidak aku dapatkan. Bingung harus bagaimana aku tau tentang apa yang terjadi. ku baringkan sejenak tubuh lelahku ini sambil mencoba menghirup udara surga di rumahku. Namun tak ada hawa cinta dan kasih sayang dirumahku sendiri. Tak sengaja malam itu juga aku melihat pintu kamarku seperti terdobrak. dan rasa penasarankupun mulai menggeliat. Kenapa adikku yang pertama tak kunjung keluar kamar? tak seperti biasanya saat aku pulang, ia bergegas menyambutku. satu kalimat yang kutunggu-tunggu akhirnya terlontar dari mulut surga ibuku. "Mama sudah tidak kuat untuk mengurus adikmu lagi. Sudah gak sanggup. Adikmu sudah seperti kesetanan dan bukan seperti manusia lagi". Dengan wajah keheranan aku malah dibuat bingung dengan keadaan yang tambah mencekam. "Maksudnya mah?" aku bertanya. "Adikmu sudah kurang ajar, berani memukul mama, melawan, membentak bahkan bersikap tidak sopan didepan umum", ibuku mulai terisak menjelaskan. "Iya betul, orang seperti itu gak jauh beda seperti binatang", kakak perempuanku pun ikut mengiyakan. "Maksudnya?" Aku tambah semakin dibuat heran.

"Apa yang sebenarnya terjadi selama saya tidak ada dirumah?, tolong dijelaskan secara detail. jangan membuat saya bingung". Nadaku mulai terlihat emosional dan merasa dipermainkan.
"Tadi siang, mamah melarang adikmu untuk memakan roti yang ada dikulkas, karena roti itu hanya untuk sarapan bukan makan siang. Padahal adikmu juga tadi sudah makan siang". "Lalu kenapa adik sampai menangis terisak-isak hanya karena dilarang makan roti?". Kakak perempuanku membantu menjawab ibuqu "Tadi kakak (perempuan) pukul mulutnya karena dia sudah menjawab mama dan membentak hanya karena dilarang memakan roti". "Adik, kenapa kamu melawan mama?". Dengan sisa tangisan lirih adikku mencoba menjelaskan "Adik cuma merasa kesal dengan sikap mama selama ini ke adik. Mama selalu membela kakak (perempuan) dari pada adik. Dirumah ini adik hanya seperti tamu dan tidak dianggap. Yang dipikirkan oleh mama hanya lah kakak, dan adik tidak pernah diperdulikan. Apa adik ditanya tentang kegiatan sekolah adik atau apapun. semua yang dilakukan adik dirumah ini selalu salah. mama hanya perduli pada kakak (perempuan) selalu diajak cerita dan dimanja. sementara adik dilupakan, jadi adik tidak terima saat kakak memukul mulut adik ketika adik mencoba membicarakan ketidak adilan dirumah ini. adik seperti bukan anak kandung. Adik membalas pukulan kakak dan kami berdua bergulat. Setelah selesai bergulat, mama malah memukuli adik didepan orang umum seperti memukuli seorang binatang. dan terkesan membela kakak. adik dipermalukan. sadarlah bahwa adik ini perempuan yang punya kehormatan dan tidak pantas diperlakukan begitu hinanya".

Akupun semakin geram "tidak bolah ada yang boleh mempermainkan kekerasan dirumah ini, apapun alasannya. kalau kalian semua ingin menunjukkan diri menjadi seorang jagoan, silahkan tunjukkan ke orang lain. jangan pada satu darah". Mama menggertik "Kamu tidak suka kalau mama memukuli anak kandung mama sendiri yang sudah tidak sopan ke ibu kandungnya sendiri, berarti kamu setuju kalau mama selalu dikurangajari oleh anak mama sendiri?". Aku mulai menghela nafas "Ma, apapun alasannya, kekerasan itu tidak pernah diizinkan. masih banyak cara lain yang bisa membuat seseorang jera. kalau mama mendidik seorang anak dengan keras, mama akan menghasilkan anak yang keras. dan kalau mama mendidik anak dengan kelembutan, mama akan menghasilkan anak yang lembut". Mama mulai marah "Jangan ajari mama bagaimana cara mendidik anak. Mama tau bagaimana yang terbaik untuk anak mama, jangan mentang2 kamu sudah bisa cari uang dan ngasih makan mama, kamu juga ikut kurang ajar dengan mama, memang kalau mama memukul adikmu, kamu mau lapor polisi? silahkan mama gak takut". Keadaan mulai memanas "Saya tidak akan melaporkan siapa pun. Sampai saya mati nanti, saya masih ada hak dan kewajiban untuk membuat keluarga saya menjadi baik. untuk memberikan sesuatu yang baik sesuai kaidah agama. Tidak ada satu ayat pun di Alquran yang menjelaskan mendidik seorang anak dengan kekerasan. Kekerasan boleh dilakukan hanya untuk membuat jera bukan diperlakukan seperti binatang".


Mama menghardik " kalau kamu selalu membela adikmu dari pada mama, silahkan urus adikmu dan mama mau pergi dari rumah ini. mama sudah tidak sanggup memelihara anak seperti ini".
Aku mulai menenangkan " ma, seorang anak itu terlahir dari selembar kertas kosong yang tidak tertulis apapun. Jadi apapun yang mama bilang, sehina apapun seorang anak di mata mama. sadar atau tidak bahwa orang tualah yang membuat anaknya menjadi seperti itu. Orang tualah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada seorang anaknya. Kalau mama sebagai ibu kandung yang melahirkannya pun tidak sanggup merawatnya. mau siapa lagi ma? Mama yang sudah mendidik adik menjadi seperti ini, jadi nantipun mama yang akan mempertanggungjawabkan anak mama pada Tuhan. Istighfar ma". Mama malah merasa tidak terima "Kamu dan adikmu sama saja. Selalu menyalahkam mama, biarkan aja mama anggap ini dosa mama, yang penting mama sudah tidak mau ngurus dia lagi. dan besok mama mau pergi dari rumah ini. mama sudah muak dengan adikmu".

Keadaan sudah tidak bisa ditenangkan lagi "mama tidak perlu pergi dari rumah ini, karena ini rumah mama. besok saya dan adik yang akan pergi dari rumah ini. Percayalah bahwa sejelek apapun keluarga saya, meskipun sudah tidak ada yang mau menerimanya didunia ini. Saya akan siap menampung dan merawatnya. karena adik saya juga masih menjadi tanggung jawab saya. Saya minta maaf mah, kalau menurut mama saya kurang ajar. tapi mah, saya tidak bisa meninggalkan adik saya dalam keadaan seperti ini, disaat dia tidak ada siapa-siapa lagi yang mau menerimanya. sehina apapun adik saya dimata orang lain. Dia tetap permata dimata sy dan sampai detik ini saya masih merasa mempu untuk mendidiknya menjadi lebih baik".

Aku langsung bergegas kekamar dan membaringkan tubuhku dikasur yang semakin terasa lelah. Aku berdo'a. "Tuhan, terima kasih Tuhan sudah membuat aku semakin dewasa dengan masalah yang engkau ciptakan malam ini. Apapun hasilnya Tuhan, aku serahkan pada engkau. Hamba hanya mampu melakukannya dengan maksimal dan atas rahmatmulah semua akan terjadi. Berikanlah sebuah jawaban terbaik Tuhan. Cobaan yang Engkau ciptakan akan membuat aku semakin mencintai-Mu, Engkau telah menunjukku sebagai kepala keluarga dirumah ini selekas Engkau menjemput ayah hamba ke surgamu. Terima kasih atas kepercayaanmu pada hamba Tuhan. Dan atas pertolonganmulah hamba akan membimbing keluarga hamba menuju surgamu, sama seperti ayah hamba yang sudah lebih dulu menuju surga, Tuhan Hamba tidak bisa memberikan jawaban atas apa yang terjadi malam ini selain atas karena Ridhomu. Selamat malam dan selamat tidur Tuhan.