Saya tau diri saya
Ini kisah rekan saya yang akan menjadikan pelajaran bagi kita
semua akan mengambill pilihan dalam hidup. Untuk menjadi beda dan
bahagia. Silahkan berikan komentarnya.
------------------------------------------------------------------------------------------
Tujuan
hidup seperti cita-cita, jodoh dan kematian itu gak ada orang yang tau.
Semua rahasia Tuhan. Semua orang berhak merencanakan tujuan hidup.
semua orang juga berhak untuk mengarahkan tujuan hidup orang lain. Yah,
mengarahkan tapi bukan mengendalikan. Mengarahkan hanya sekedar
memberikan saran dari apa yang terbaik terhadap orang lain yang begitu
kita kenal dengan baik. Mengendalikan lebih kepada mengharuskan orang
lain memilih apa yang kita inginkan hanya sekedar kita menuntut
kebenaran atas ego diri yang paling merasa benar.
Untuk sebagian
orang demokrasi itu penting. Tapi kadang semua itu harus dituntut
dengan rasa percaya yang begitu tinggi hingga demokrasi berjalan dengan
seharusnya. Kalau rasa percaya sudah tidak ada, demokrasi ditenggelamkan
seolah tak nyata dan yang ada hanya otoritas mengatasnamakan keyakinan
dan kebenaran. Kuncinya hanya bagaimana kita membuat orang percaya atas
apa yang kita anggap terbaik buat diri kita.
Kenyataannya saat
ini saya menjadi seorang seniman. Saya membuka kios baju oleh-oleh di
surabaya, Saya sangat mencintai pekerjaan ini meskipun semua keluarga
menentang. Saya suka melukis. Saya membuat baju yang terbuat dari bahan
kanvas dan saya yang melukis gambar sesuai keinginan saya di atas lembar
kaos baju itu. Memang benar, sesuatu yang kita kerjakan dengan senang
hati akan menuai kebahagiaan tersendri. kebahagiaan yang tidak terukur
dengan apapun. Bukan hanya dengan materi dan keuntungan yang didapat.
Tapi karena saya senang melakuka pekerjaan yang saya suka. Saya ikhlas.
Semua keluarga saya menentang saya. menentang sebuah keputusan yang
sudah saya ambil. Bagaimana bisa seorang lulusan S2 Advokat sebuah
universitas ternama, bukannya menjadi seorang pengacara hebat, tapi
malah menjadi pengusaha lukisan. Lukis kaos.
Keluarga saya
sampai detik ini tidak percaya dan terus menentang atas jalan yang sudah
saya ambil. Mengapa? karena semua keluarga saya adalah pengacara hebat
di surabaya. Ibu, bapak, kakek, nenek, kakak-kakak serta sepupu, om dan
tante adalah seorang pengacara hebat di surabaya. Club lawyer keluarga
saya sangat disegani disurabaya. Dari berbagai kasus kecil hingga besar,
nasional maupun internasional berhasil diselesaikan dengan baik oleh
tim pengacara keluarga saya. itulah yang membuat club lawyer keluarga
saya terkenal. Begitupun saya. keluarga saya berharap ketika saya lulus
kuliah advokat di UGM (Universitas Gadjah Mada) saya langsung bisa
bergabung dalam tim keluarga saya. Tapi langkah itu tidak saya ambil.
DAN pastinya keluarga saya pun kecewa, saya rasa saya sudah cukup
mengikuti semua otorias dari keluarga saya. mulai dari keinginan saya
ingin masuk pesantren ketika SMP ditentang oleh kerluarga akhirnya ayah
memasukkan saya ke SMP internasional begitupun ketika SMA. Ketika saya
ingin mengambil kuliah di ISI (Institut Seni Indonesia) mengambil
jurusan seni rupa. Ayahpun menentangnya dan terpaksa saya mengikuti
keinginan ayah kuliah di UGM dengan jalur PBS (Penelusuran Bakat
Skolastik) dengan biaya yang cukup mahal. Selama kuliah saya hanya
sekedar menjalani perkuliahan sepertti apa adanya saja, tanpa mendalami.
Hingga saya lulus sarjana dan melanjutkan ke profesi advokat. Begitupun
di pascasarjana. saya menjalani ini hanya sekedar memenuhi keninginan
keluarga saya. yang tak ingin anggota keluarganya tidak menjadi
pengacara. Adikku pun saat ini sedang sekolah hukum di UGM. Saya rasa
benar bahwa demokrasi itu memerlukan sebuah kepercayaan yang sangat
besar. Kita harus meruntuhkan otoritas semua orang dan membangun tembok
baru, tembok keyakinan atas pilihan yang menurut kita paling baik. Tapi
apa daya kalau ternyata tembok otoritas yang terbangun terbuat dari
bahan yang tak dapat diruntuhkan. Terlalu kokoh.
Saya sempat
berfkir. Dimana letak sebuah demokrasi jika kita pun tak pernah diberi
kesempatan untuk membeli bahan-bahan untuk membangun sebuah tembok
kepercayaan. Saya masih mempu membangun tembok masa depan saya. meskipun
tembok yang orang bangun untuk saya terbuat dari berlian. Tapi ini
tidak hanya membutuhkan sebuah kepercayaan. Tapi keyakinan. Bakat saya
dalam bidang melukis sudah terlihat dari saya TK (Taman Kanak-kanak),
saya sering mengikuti kejuaraan menggambar dan mewarnai. Sampai - sampai
ketika SD saya mewakili provinsi untuk mengikuti kejuaraan lukis dan
mendapat juara 2 tingkat nasional. Dan yang menjadi juara satu saat itu
sekarang sudah menjadi peukis ternama di INDONESIA. Bedanya dia dengan
saya adalah orang tuanya percaya atas pilihan yang diambil sehingga dia
kuliah di ISI. sementara saya yang juara 2. hanya menjadikan itu sebagai
hobi. melihat bakat itu ibu saya memasukkan saya ke sebuah kursus lukis
di Surabaya. Lagi-lagi tujuannya hanya mengisi waktu luang dan
kejenuhan. Karena seluruh keluarga saya adalah keuarga sibuk yang tidak
pernah ada dirumah, Dari pada saya pulang sekolah tidak ada aktiviyas,
lebih baik saya les lukis. Lagi-lagi orang tua saya menganggap ini hobi.
Kejuaraan itu berlanjut, dan saya tidak hanya berprestasi tingkat
nasional, tapi dunia. Saya sepat diberikan kesempatan untuk
mempresentasikan lukisan saya ketika SMP di Manila Filipina. tapi orang
tua lagi-lagi hanya menganggap ini hobi dan kegiatan ekstra. Jatuh cinta
saya terhadap lukisan sudah mendarah daging, sehingga ketika saya lulus
SMA, dengan menggunakan sertifiktat yang saya miliki. ISI menawarkan
beasiswa kuliah di Seni Rupa gratis tanpa biaya sedikitpun. Tapi orang
tua saya disaat saya merasa sudah dewasa dan berhak mengambil jalan
hidup masih saja menganggap ini sebuah hobi. Alasannya simpel, keluarga
saya seluruhnya pengacara dan seniman itu tidak ada yang sukses, minimal
itulah kata keluarga saya, keluarga yang sudah menggariskan sebuah
garisan budaya yang aneh pada jalan hidup bukan pada per orang dalam
masyarakat kecil yang disebut keluarga.
Meskipn kios yang saya
miliki masih sempit tapi saya yakin ini akan menjadi besar. saya
meggantung semua piagam-piagam yang pernah saya dapatkan di bidang lukis
tepat di tembok ruko ini. Jadi setiap konsumen yang masuk akan dapat
melihat piagam itu secara langsung. Konsumen bisa langsung memesan
lukisan yang ingin dilukis di kanvas kaos yang akan dibeli. Sebulan
dampai setahun saya rugi dan tidak mendapat keuntungan. Tapi saya senang
melakukan ini, mungkin saya hanya tinggap menambah inovasi agar bisnis
yang saya jalani menjadi berkembang. Handphone saya berbunyi
mengeluarkan tanda memo yang mengingatkan bahwa hari ini ayah dan ibu
akan datang ke kios milik saya. Tapi saya akan tetap bangga
memperkenalkan bisnis saya ini pada ibu saya. meskipun mereka tetap dan
terus memaksa saya jadi pengacara dan bergabung bersama team mereka.
Paling-paling ayah dan ibu akan menghina piagam yang sudah saya dapatkan
dan mencemooh bisnis kecil yang tidak menguntungkan ini. Handphone ku
berbunyi lagi dan bertuliskan bahwa ibu yang menelpon. Aku langsung
mengangkat dan ibu mungkin sudah merasa malas untuk datang kekiosku. ibu
mengajakku untuk bertemu di sebuah resto. resto tempat ibu meeting
dengan kliennya.
Aku menutup kios yang juga menjadi tempat
tinggalku saat aku memutuskan untuk hidp mandiri dari pada hidup di
rumah bersama ayah tapi harus mengikuti otoritasnya menjadi pengacara.
Aku menjaga toko ini sendirian.
Aku menemui ibu dan ayah disbeuah
resto di surabaya, sementara ayah sedang menelpon hilir mudik dari
sekitar meja makan, jadi hanya ada aku dan ibu. "Nak, apa kabar, sudah
satu bulan ga ada kabar. Gimana usahamu nak? kenapa kamu tidak jadi
pengacara saja. Tadi ibu telah bertemu klien, dia sedang menangani kasus
tentang hak milik lukisan legendaris dari australia yang pemiliknya
sudah meninggal. Lukisan nya sangat mahal. Jadi ibu harap kamu mau
bergabung untuk menangani masalah ini, karena ibu yakin kamu sangat
mengerti tentang lukisan. Ayolah nak, anggap saja kamu menangani kasus
ini, karena kamu cinta dengan lukisan. bukan pada kasusnya". Ayah
berhenti menelpon dan kami bertiga mengobrol serius saat itu. Hasil yang
didapat aku membantu kedua orang tuaku menangani masalah sengketa
lukisa itu dan seperti biasanya kasus itu sukses. Ayah menilai aku lebih
berbakat menjadi pengacara hebat dibandingkan kakakku, sepupuku dan
semua anggota keluargaku.
Ayah pernah mengatakan "ayah ini pengacara
hebat, jadi ayah sangat tau bahwa kamu itu akan menjadi pengacara hebat
nak. Kasus pertama yang kamu tangani itu saja bisa sukses besar. ayah
bilang kamu hebat bukan karena kamu anak ayah. Tapi karena memang kamu
hebat. Kamu akan sukses jadi pengacara dan kaya dari pada jaga kios
kecil yang tidak ada apa-apanya".
Aku bosan dan muak dengan
perkataan itu. Aku lebih memilih duduk menanti konsumen datang di toko
kecil kumuh milikku dari pada berkantor mewah menjadi pengacara yang
sebenarnya tidak aku inginkan. Yang aku cari adalah aku bahagia atas apa
yang aku lakukan. Bukan menjadi kaya. Aku sampai tidak mengerti cara
apalagi yang akan dilakukan keluarga saya untuk terus membujuk saya
bergabung menjadi pengacara, sementara saya saat ini masih bahagia saja
menjadi seorang bisnisman berasakan lukisan. Saya yakin dengan jalan
yang saya buat saya akan sukses dengan cara saya sendiri. dengan kios
kecil yang tidak menguntungkan. Tapi sangat membuat saya merasa berarti
pada hidup ini dan menyisipkan sedikit asa dan kemungkinan bahwa saya
akan sukses dengan jalan hidup yang saya rangkai dengan titik-titik
pemikiran dalam tinta yang terletak pada sebuah keinginan, inovasi dan
kerja keras yang tergores pada pemikiran, hati dan semangat yang tidak
mengenal jam untuk diam dan tak bergerak.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apapun
jalan hidup yang ditentukan oleh seseorang, hanya individu itu sendiri
yang mengetahui. Orang disekitar hanya mengarahkan bukan memberikan
keyakinan yang bersifat paksaan. Tiap manusia pasti tau apa yang membuat
dirinya bahagia tanpa harus diberikan penilaian yang naif akan sebuah
banyaknya harta yang dimiliki, tp seberapa senyum yang dimiliki saat
merintis jalan hidup yang dirangkai dengan indah. Tanpa pakasaan dan
diyakinkan oleh siapapun. Bukannya manusia itu memiliki hak individu
untuk bahagia bukan? Apa yang menurut kita bahagia, belum tentu akan
membahagiakan orang lain. Karena Tuhan menciptakan manusia dengan rasa
yang berbeda atas jalan hidup umatnya. Kebahagiaan itu bukan keuangan.
keuangan juga bukan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan sebuah keikhlasan
yang digenggam dengan sebuah keyakinan. Hanya kita sendiri yang dapat
meyakinkan diri kita untuk bahagia dan berjaya.
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :