Hari ini hari keberangkatanku menuju Jakarta,
kota besar idaman semua orang untuk dijadikan tempat tinggal. Kota Jakarta
seakan menjadi magnet untuk seluruh masyarakat Indonesia mencari kehidupan yang
berbeda dengan tempat asal mereka. Tidak salah kalau terkadang orang-orang
datang ke Jakarta hanya dengan modal nekat saja untuk menyambung hidup disini,
mengubah nasib mereka dan mencari sebuah harapan pada kehidupan. Jakarta
menjadi kota Gila pertama di Indonesia. Sama seperti aku hari ini yang sedang
bersiap-siap menuju Jakarta. Berharap pada sebuah perubahan hidupku kedepan.
Dengan membawa barang-barang yang sangat
banyak dan mungkin akan diperlukan disana karena aku tinggal di Jakarta bukan
untuk 1 atau 2 hari saja, karena keluargaku bermaksud memperkenalkan aku dengan
jodohku di Jakarta. Dalam ruang lingkup keluarga kami memang sudah sangat terbisaa
dengan perjodohan, jadi buat kami untuk apa berpacaran sebelum menikah karena
toh juga nanti ujung-ujungnya tidak menikah dan orangtua kami lah yang
menentukan jodoh kami. Menjadi kontroversi memang, tapi ini lah yang terjadi
pada keluarga kami secara turun temurun hingga zaman modern saat ini. Kakakku
juga dulu dijodohkan, namun keluarganya bahagia dan baik-baik saja. Kedua orang
tuaku juga korban perjodohan dari kakek nenek ku. Jadi memang sudah bukan hal
aneh dalam tradisi keluarga kami untuk dijodohkan. Kami tidak bisa menolak
meskipun nanti jodoh yang kami dapatkan tidak sesuai dengan harapan kami.
Sepupu saya dari Surabaya dijodohkan dengan orang yang jauh lebih tua dari
usianya, meskipun kehidupan mereka tidak berjalan dengan baik-baik saja. Tapi
meu tidak mau mereka harus menjalankan itu semua. Semoga saja nasibku baik kali
ini. Mendapatkan jodoh yang sesuai dengan keinginanku.
Aku dijodohkan dengan keluarga dari sepupu
ayahku di Jakarta. Ayahku dengan keluarganya sudah tidak lama tidak bertemu dan
aku hanya dapat melihat calon jodohku melalui foto saja. Setelah ku lihat-lihat
“Not Bad Lah”.
Semua barang-barang bawaanku sudah siap untuk
di bawa dan aku segera bersiap-siap untuk pergi ke JAKARTA!!! Sampai setibanya
kami di Bandara kota Manado. Selama perjalanan beberapa jam akhirnya kami tiba
di bandara Soekarno Hatta, sambil menunggu jemputan dari keluarga di Jakarta
aku duduk didepan toko minuman di bandara itu untuk berehat sejenak. Jodohku
nanti bernama Joni, kalau aku lihat dari fotonya, Doni bertubuh tinggi besar,
berbadan atletis dan gemar berolahraga. Sampai detik inipun aku tidak pernah
tau apakah Doni sudah pernah melihatku atau belum. Setelah aku menghapun
lamunanku di bandara itu. Jemputan dari keluarga Doni sudah tiba di bandara,
ternyata rumah Doni dari bandara sangat jauh sekali, Doni tinggal di sekitar
daerah Jakarta Selatan. Selama perjalanan aku melihat ke kanan dan kiri,
menatap seluruh gedung-gedung tertinggi kota Jakarta sekaligus membuktikan dari
perkataan teman-temanku bahwa di Jakarta memang indah untuk dipandang dan tidak
enak untuk dirasakan. Sampai akhirnya tidak tersadar aku tiba dirumah Doni.
Seluruh jenis-jenis perasaan campur aduk di hatiku saat ini. Dari mulai deg-degan,
penasaran, kebingungan bahkan keraguanpun sempat hinggap dibenak aku saat ini karena
sudah tinggal menghitung detik saja aku bertemu dengan pendamping hidupku kelak,
seumur hidupku. Saat aku mulai melangkah memasuki pintu rumah Doni. Seakan
semua menjadi lambat diiringi dengan detak jantungku yang begitu cepat dan
tidak beraturan. Dan ternyata keluarga mempelai pria sudah menunggu kami tepat
saat kami membuka pintu.
“Selamat datang saudaraku”
ucap Om Burhan selaku ayah dari Doni. Om
Burhan mempersilahkan kami masuk langsung menuju ruang makan karena memang
mereka sudah mempersiapkan hidangan yang begitu istimewa di rumah mewah milik
Om Burhan. Om Burhan ternyata salah satu orang terkaya di Jakarta, sangat terlihat
sekali dari bentuk rumahnya yang sangat luar bisaa sekali. Mewah. Bahkan aku
tidak pernah melihat rumah seindah ini. Bagaikan istana di negeri dongeng saja,
susunan rumah yang begitu rapih dilengkapi dengan perlengkapan perabotan rumah
tangga yang tidak murah aku rasa. Saat makan, keluarga kami bercanda-canda
kecil sekaan merka kembali ke zaman muda dulu mengenang kisah-kisah lucu mereka.
Aku melihat satu persatu orang yang ada disana dengan sangat teliti, namun aku
tidak melihat Doni berada di salah satu kursi meja makan itu. Aku sangat yakin
bahwa Doni sedang tidak berada dirumah.
“Liza, kamu kenapa melihat-lihat seperti itu, Doni memang sedang tidak
berada dirumah. Dia sedang bermain basket dengan teman-temannya. Maklumlah
atlet basket”
Om Burhan berkata sambil tertawa-tawa kecil
sambil memamerkan seluruh kelebihan Doni memaksaku untuk berfikir bahwa jodohku
memang tepat. Tanpa segan dan membuat aku sangat malu seakan tidak mau kalah
dengan Om Burhan, ayah tiba-tiba mengungkapkan hal yang menurutku tidak perlu
diakatakan
“Liza tahun ini baru saja terpilih menjadi Puteri Indonesia Daerah
Sulawesi Utara Han, sekitar 1 bulan lagi dia akan tampil di Jakarta untuk
pemilihan tingkat nasional. Semoga saja menjadi Puteri Indonesia, cantik kan
dia”.
“Jelas
saja cantik kalau kenyataanya ayah dan ibunya juga model di kampung dulu” Om
Burhan mengeluarkan bercandaan khas orang tua yang sedikit kolot.
Setelah selesai makan, kami langsung memasuki kamar untuk beristirahat dan membereskan seluruh
barang-barang kami. Kedua orang tuaku serta adikku, lusa juga akan pulang kembali
ke Manado jadi mereka tidak teralu membawa barang yang begitu banyak, tidak
seperti aku. Saat menuju kamar, aku melewati sebuah kamar yang aku rasa ini
kamar Doni, karena pintunya terbuka dan seakan menyuruh aku untuk masuk. Aku
langsung saja masuk untuk sekedar perkenalan awal sebelum aku bertemu dengan
orang yang sesungguhnya dan untuk apa aku merasa malu, nanti juga aku akan
sekamar dengannya. Sesaat aku melihat-lihat kamar Doni yang sangat rapih ini dan
aku menilai bahwa Doni seorang lelaki yang sangat gemar berolahraga, peralatan
olahraga untuk fitnes sangat lengkap dikamarnya dan aku melihat foto Doni yang
sangat tampan dan macho sekali. Sangat atletis seperti seorang binaragawan
tampan.
“Hei! Kamu siapa? Berani-beraninya masuk
kamarku?”
Seorang
lelaki berwajah tampan dengan bernada membentak melihat kearahku. “Maaf, tadi
aku Cuma liat-liat sebentar aja kok”
aku yakin kalau lelaki tampan inilah yang
bernama Doni.
“Meskipun kamu itu jodohku nanti bukan
seenaknya kamu berani masuk kekamarku begitu saja, karena kita kan belum
menikah”
Doni semakin geram. Aku langsung keluar tanpa
bersuara sedikitpun khawatir Doni akan tambah geram dan tidak menyukaiku.
Dengan jantung yang tidak berhenti berdebar aku melewati tubuh Doni yang bau
khas seorang habis berolahraga. Aku langsung menuju kamarku. Membereskan semua
barang-barangku dan beraktivitas di rumah baruku di Jakarta.
Malam hari tiba, inilah acara yang paling aku
takutkan terjadi yaitu perkenalan kedua belah pihak korban perjodohan(tapi gak
papa, Doni ganteng dan sempurna buat aku). Acara malam itu sangat resmi sekali
mengalahkan acara rapat presiden sekalipun. Aku dan Doni duduk berhadapan untuk
saling pandang, yang pastinya aku merasa bahwa hari itu sangat norak sekali.
Segala rangkaian resmi adat yang sangat tidak aku mengerti akhirnya terjadi
malam itu dan selesai.
Aku dan Doni dimalam yang dilengkapi dengan
beribu-ribu bintang itu berbincang untuk saling memperkenalkan satu sama
lain(itupun yang menyuruh Om Burhan, bukan keinginan Doni). Duduk di taman
belakang rumah seakan kami berdua bingung untuk memulai perbincangan dari mana
awalnya, akhirnya aku memberanikan diri membuka perbincangan malam itu.
“Dingin yah!(Basi). Oh ya, kamu habis dari
mana sore tadi?”
“gak keliatan tah kalau aku habis fitnes,
tubuhku saja jelas-jelas mandi keringet”
“Owh, soalnya tadi Om Burhan bilang kamu latian basket, kamu suka
olahraga ya, aku liat-liat dikamar kamu banyak banget koleksi-koleksi alat-alat
berat olahraga”
“Ya”
“...............” (perbincangan
panjang)
“........Don, boleh tanya sesuatu gak?”
“apa?”
“Menurut kamu, gimana si tentang perjodohan kita? Lah kenapa kok lo mau
dijodohin sama orang yang belum kamu kenal kayak aku”
“Gw udah tau lo kok Liz, Papa Mama sudah banyak cerita tentang lo dan
gw juga suka memperhatikan lo lewat foto. Kalau masalah perjodohan, mau gimana
lagi. Sudah jadi adat. Malah, sekarang pacar gw nerima gw apa adanya dan kami
tetap berpacaran sampe sekarang meskipun pacarku tau kalau aku
dijodohkan...........(Doni bercerita panjang lebar tentang kekasihnya)........
kalau lo sendiri gimana Liz?”
“Aku? Aku memang sudah tidak memutuskan untuk punya pacar kayak kamu,
toh juga kasian dengan pacarku nanti kalau kita menjalani hubungan yang kita
sudah tau bakal pisah. Jadi aku setia menanti kamu kok Don(Gombal)”.
“Oh”.
“Oh ya, pacarmu hebat banget ya Don, kesannya sempurna banget buat
kamu, aku aja sampe merasa gak ada apa-apanya dibanding dia. Kapan-kapan
kenalin ke aku yah? Jadi penasaran nih dengan tuh cewek”.
“...”.
(Doni ingin mengatakan sesuatu namun tidak
sempat karena terpotong dengan panggilan Om Burhan yang menyuruh kamu segera
masuk karena sudah larut malam). Besok pagi Om Burhan akan mengajakku ke venue acara
pelaksanaan Pemilihan Putri Indonesia bulan depan. Aku sangat penasaran sekali
dengan jawaban Doni yang sempat terpotong tadi, nampaknya sangat penting
sekali. Dan Donipun sangat ingin mengatakannya.
Lusapun tiba. Akhirnya kedua orang tuaku
pulang ke Manado dan tinggal aku di tempat Om Burhan menunggu acara Pemilihan
Puteri Indoneisa itu. Keluargaku tidak bisa menghadirinya karena ada keperluan
di saat hari penobatan, namun tidak apa-apa karena keluarga Om Burhan sudah aku
anggap keluarga ku sendiri meskipun aku dan Doni belum menikah. Aku dan Doni
bermaksud melangsungkan pernikahan tahun depan.
Selama 1 bulan aku bersama Doni tinggal bareng
satu rumah dan sudah banyak hal yang kami lakukan disini, kami sering
berjalan-jalan, menonton bahkan aku sempat dikenalkan dengan beberapa teman
akrab Doni, sehingga dari semua kejadian yang aku alami membuat aku yakin kalau
Doni merupakan jodohku dan hingga aku benar-benar mencintainya sepenuh hatiku.
Dari semua kerabat dekat Doni, Doni memiliki satu orang sahabat yang sangat
akrab sekali, namanya Andre. Andre merupakan teman SMP Doni hingga saat ini.
Karena akrabnya persahabatan mereka berdua, mereka selalu satu kelas hingga
kuliah dan saat ini bekerja di tempat yang sama. Salah satu advertising di
Jakarta, agak nepotisme karena perusahaan advertising ini milik Doni seutuhnya.
Aku juga sangat menyukai Andre karena dia adalah orang yang menyenangkan
buatku. Orangnya agak manis, berkulit putih dan sangat mirip sekali seperti
boyband kore saat ini. Hampir setiap hari Andre menemani kami jalan-jalan di Jakarta
dan Andre cukup menghibur. Dan kejadian beberapa hari ini sangat meyakinkanku
bahwa Doni adalah jodoh yang tepat buatku.
Hingga sampai saatnya acara pemilihan Puteri
Indonesia dimulai dan aku segera menuju panggung untuk gladi resik acara
resminya nanti malam. Doni tidak sempat mengantarku karena ia akan menyusul
dengan Andre saat gladi resik dilaksanakan. Tapi kenapa sampai saat ini Doni
belum juga datang. Aku mencoba menelpon Doni namun telponnya tidak diangkat.
Aku semakin khawatir. Sambil menunggu Doni datang aku ke toilet sebentar
untuk membersihkan sisa make up yang
sedikit berantakan di wajahku. Tolilet di gedung ini sangat membuat aku bingung
hingga aku harus berputar-putar arah mencarinya. Ketika aku hendak menuju
toilet, aku melihat mobil Doni sudah ada diparkiran dan tanpa ragu aku menuju
mobil Doni diparkirkan berharap dia masih berada di mobil. Dengan rasa senang
dan penuh harap aku menghampiri Doni. Rasa semangat dan yakin memenangi kontes
ini pun semakin bertambah dengan aku melihat Doni disini. Harapanku hampir saja
pupus kalau Doni tidak datang. Karena hanya Donilah yang bisa membuat aku
semangat mengikuti kontes ini karena keluargaku tidak bisa menghadirinya. Aku
berlari dengan tergesa-gesa dengan semangatku yang tiba-tiba saja bertambah 180
derajat. Namun.
Entah mengapa kakiku rasanya ngilu tidak
karuan dilangkahku saat itu. Aku melihat kakiku sudah tidak bisa melangkah
kedepan lagi. Puncak semangatku tiba-tiba saja menjadi rasa kecewa. Seperti
pisau yang mengoyak-oyak hatiku saat aku sedang tertawa bahagianya. Aku pasi
dan terdiam saja sambil menahan air mataku yang menantang ingin jatuh. Aku layu
dan pasi. Kebahagiaan yang datang tiba-tiba malam itu seperti tak ingin
berteman denganku terlalu lama. Aku menyaksikan hal yang seharusnya tak mungkin
aku saksikan. Aku melihat hal yang seharusnya mustahil akan terjadi. Aku
semakin layu saat melihat Doni berciuman dengan penuh nafsu liarnya. Dia
mencium orang seperti ia mencintai dengan sepenuh hati. Doni berciuman liar
didepanku bersama Andre.
Aku semakin jijik melihatnya, aku seperti
melihat seekor lintah sedang enaknya menyedot darah manusia. Menjijikan.
Penglihatanku membuat rasaku menjadi mual dan airmataku sudah tak dapat aku
bendung lagi. Aku muntah, menangis dan berlari dengan perasaan galau menuju
toilet. Aku menagis ditoilet saat itu, perasaanklu hancur muram dan bingung
tidak karuan. Aku remuk seakan raga sudah tak punya masa lagi. Tangisanku
sangat terisak-isak sehingga membuat orang yang berada di toilet itu khawatir
terhadapku. Aku ingin sekali melawan takdir saat itu. Aku liar, ganas dan tidak
menjadi diriku saat itu. Aku berteriak seakan emosikupun tak dapat bersahabat.
Aku hilang akal pikiran dan mengamuk seliar-liarnya di toilet itu. Aku
menghapus make up tenal di mukaku dengan kekuatan penuh sehingga membuat
wajahku nyeri dan terluka karenanya. Aku benar-benar sedang berada pada titik
payah kehidupan. Tapi kenapa keadaan seperti ini rasanya tidak tepat. Aku
dihancurkan oleh orang yang seharusnya mendukungku. Aku dipatahkan oleh orang
yang seharusnya mendorongku pada malam ini. Aku sudah tidak memikirkan kontes
ini lagi. Aku hancur malam itu. Pikiran untuk menangpun sudah menjauh
mengambang pergi dari pikiranku. Aku benar-benar layu. Aku ingin hidupku dan
aku ingin masa depanku. Lelaki yang seharusnya bisa mendampingiku malah
mendorong hidupku jauh dari kenyataan atas kebahagiaan. Aku terselungkup pada
lingkaran yang aku buat sendiri dan mengaku kalah, mengaku kalah dengan keadaan
yang selama ini tidak aku pikirkan.
Acara pemelihan pun segera dimulai dengan
khidmat. Aku sangat melihat dengan jelas, Doni yang duduk tepat bersebelahan
dengan Andre, dan Om Burhan beserta keluargaanya. Aku jijik dan semakin jijik
melihat mereka berdua berdampingan. Aku jijik. Doni tersenyum bahagia seolah
memberikan semangat usaat pengumuman 10 besar nominasi terbaik diatas semua
kebohongan yang telah dibuatnya. Kemunafikan dan Fake! Hingga diumumkan 1o
besar wanita tercantik di Indonesia ini disebutkan dan nama ke sepuluh
terpanggil dan itu bukan namaku. Aku merasa kalah 2 kali, aku merasa pecundang.
Tapi sama sekali aku tidak terpikirkan atas kekalahanku padaa kontesku tapi aku
kalah dari kebodohanku. Aku telah mengecewakan keluargaku dan keluarga Om
Burhan yang sedang menonton di deretan bangku penonton. Aku gagal dalam kontes
pemilihan ini dan bertepatan dengan aku gagal meraih cinta yang aku baru saja
dapatkan dari seorang lelaki yang aku harapkan dapat menjadi pendamping hidupku
yang ternyata seoarang gay. Aku menangis dan menyelesaikan acara malam itu
dengan seluruh sisa semangatku hingga berakhirnya acara malam itu namun tak
diiringi rasa pedih dihatiku. Rasa kecewaku.
Acara pemilihan kontes kecantikanpun
berakhir dan aku akan segera mengakhiri masa depanku dan seluruh pengorbananku selama
ini. Aku mengakhiri sesuatu yang baru saja aku mulai. Yah! Aku akan mengakhiri
semua ini. Keluarga Om Burhan sudah menungguku dimobil beserta keluarga yang
lainnya. Mereka berusaha memberikan semangat atas kekalahanku dan aku yakin
mereka tidak akan bisa memberikan semangat pada kehancuran hidupku. Saat pulang
aku lebih memilih satu mobil dengan Om Burhan dan tidak dengan Doni.
“Kenapa kamu tidak satu mobil dengan
Doni dan Andre saja?”
“Tidak Om, Doni masih punya urusan penting
dengan Andre dan aku capek jadi mau langsung istirahat”
aku menjawab karena aku masih belum
siap melihat wajah mereka berdua lagi di hadapanku.
Doni tidak sama sekali menyadari kalau aku
sudah tau atas hubungannya dengan Andre, jadi ia bersikap bisaa saja
terhadapku. Pada suatu titik aku sudah tidak bisa lagi menahan semua kebohongan
ini. Dan aku sudah bersama titik kejenuhanku pada kepalsuan hubungan ini. Aku
akan mengakhirinya saat ini juga, agar Donipun senang dengan kehidupannya dan
aku dapat mengulangi lagi kebahagiaanku dan terus mencari.
Saat dengan rasa heran karena Doni aku panggil
tiba-tiba untuk aku ajak bicara berdua membicarakan hal ini, tentang masa depan
hubungan kita. Aku mengurungkan niatku mengatakannya. Aku merasa aku terlalu egois
jika secepat ini aku mengakhiri suatu hubungan yang aku mulai dengan tidak
gampang. Dan sama sekali aku tidak memikirkan keluargaku, keluarga Om Burhan
jika tiba-tiba saja perjodohan kami batal. Lalu bagaimana dengan hukum adat
kami. Aku tidak mau menjadi penentang pertama keputusan adat yang sudah dibuat
oleh para leluhurku, dan aku tidak mau membuat orang lain kecewa dan menjadi
korban atas korban keboodohanku.
“...”
“Kenapa kamu Liz? Kok tiba-tiba bingung mau ngomong apa? Kenapa kamu
memanggilku aneh begini. Ada apa Liza?
Aku jadi bingung?!”
“Gak jadi Don, aku sedikit pusing saja. Aku tidur dulu ya, mungkin
kecapekan setelah acara tadi malam”
Aku langsung pergi meninggal Doni dengan
keheranannya.
Akhirnya aku dan Doni menikah di tahun
berikutnya dan memiliki 2 orang anak yang kami beri nama Danu dan Gian,
semuanya laki-laki. Hingga saat ini Doni tidak tetap saja menjalankan hubungan
gay nya dengan Andre dan aku sering beberapa kali melihat mereka berciuman. Dan
Doni masih belum tau kalau aku sudah mengetahui hubungan mereka berdua. Bisa
dibilang aku memang manusia bodoh. Kenapa aku tetap mempertahankan hubunganku
dengan seorang lelaki yang menyukai lelaki. Tapi rasa cinta ini lah yang
semata-mata mempertahankannya. Cinta memang buta buatku. Entah mengapa juga,
aku yakin Kalau Doni punya harapan untuk sembuh dan aku yakin bisa membuatnya
normal dan benar-benar mencintaiku dengan tulus. Setulus ia mencintai Andre
saat ini. Segala cara aku lakukan agar membuat Doni sembuh dan kembali padaku.
Dari konsultasi ke psikolog, ustadz, dan orang yang ahli dalam bidang rumah
tangga cukup membuatku semangat untuk aku berperang pada hubunganku sendiri.
Dan keyakinanku akhirnya terjawab.
Suatu malam aku memergoki
Andre dan Doni sedang berbincang di taman dibelakang rumahku. Meskipun jarak aku
menguping sangat jauh tapi suara mereka yang keras seakan membuat aku mengerti tentang
pembicaraan mereka.
Doni: “Kenapa kamu kerumahku
mendadak begini?”
Andre: “Aku Cuma pengen
kejelasan dari hubungan kita, semenjak menikah kamu berubah. Kamu mulai seakan menjauh
dari ku. Padahal dulu kamu janji kalaupun kamu sudah menikah, kamu akan tetap menjadi
lelaki idamanku. Tapi kenapa semua ini jauh diluar dugaan dan janji kita dulu?.
Kalau begini ceritanya, aku mau kamu cerai dengan Liza dan kita ke Belanda untuk
berhubungan serius”.
Doni: “Gila kamu Andre,
sebenernya kalau kamu pengen tau tentang perasaan yang aku rasakan kekamu. Dari
awal kita kenal. Aku ngerasa aneh dengan hubungan kita. Jujur. Sama sekali aku gak
ada rasa cinta sama kamu. Mungkin karena kamu terlalu memberikan perhatian yang
lebih ke aku. Jadi kita mepersepsikan ini beda. Sampai pada akhirnya kita melakukan
hal-hal yang seharusnya gak kita lakukan. Aku saying sama kamu. Tapi bukan untuk
hubungan yang salah begini. Please, kamu ngerti aku. Aku sudah bahagia dengan keluarga
yang mulai aku cintai. Aku sekarang mencintai Liza dan kedua anakku. Aku harap kamu
mengerti itu”.
Andre: “Kamu?..............”
Andre meneteskan air mata.
Aku semakin merasa enggan
untuk melanjutkan mendengar pembicaraan mereka. Aku memutuskan untuk masuk kamar
dan segera tidur. Sejak saat itu aku mengetahui Doni mulai mencintaiku dan menyadari
bahwa hubungan yang selama ini ia jalani adalah sebuah kesalahan. Aku tetap berjuang
sebagaimanapun caranya untuk mempertahankan rumah tanggaku dan membuat Doni lebih
sadar dan benar-benar mencintaiku.
Akhirnya lama-kelamaan seiring perjuangankku
dan berjalannya waktu, Andre meninggalkan Doni untuk selamanya. Aku dengar
kabar bahwa Andre pergi kenegeri Belanda agar bisa nyaman dengan kehidupannya.
Dan aku merasa menang saat itu. Aku merasa menang pada perjuanganku. Andre
meninggalkan Doni karena ia geram terhadap Doni yang sudah tidak mencintainya
lagi. Semakin hari rasa cinta Doni kepadaku semakin bertambah sehingga membuat
Doni jarang bertemu dengan Andre, apalagi ketika kami sudah memiliki anak. Doni
terlihat sangat mencintaiku dengan sepenuh hati. Seiring aku melihat mereka
berdua berkelahi karena hubungan mereka yang sudah tidak seindah dulu lagi
sehingga akhirnya Andre menyerah dan pergi kenegeri dimana negeri yang bisa
menerima dia apa-adanya. BELANDA. Dan aku disini masih hidup berbahagia dengan
Doni dan kedua orang anakku. Perjuanganku tidak berhenti disini, karena masalah
hidupku bukan hanya ini. Hidup keluargaku masih panjang dan membutuhkan
perjuanganku. Benar sekali kata kedua orangtuaku, sebuah rumah tangga itu butuh
perjuangan. Bukan hanya cinta.
Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan yang dijalani
atas dasar cinta, jika tidak ada maka buatlah. Hingga kamu tau bagaimana
indahnya berjuang demi cinta. Hidup berumah tangga tidak berjalan hanya dengan
satu kepala, maka jangan berpikir saja, tapi berjuanglah. Keluarga yang bahagia
adalah keluarga yang merasa menang atas perjuangan yang diraihnya sehingga dia
sadar bahwa rumah tangga bukan hanya 2 kata, tapi ada kata perjuangan
didalamnya. Berjuanglah! Seburuk apapun Rumah Tangga yang pernah kamu terima,
sehingga nanti kamu akan tersenyum melihat bahagia pada akhirnya. Ingatlah
bahwa rumah tangga dibentuk dengan cinta pada awalnya maka tidak ada kata
kesedihan sampai mati nya, kecuali untuk orang-orang yang tidak pernah berjuang
pada nasib Rumah Tangganya. Kalahlah dia!
Cinta bukan
bagaimana kita mendapatkannya, tapi bagaimana kita mempertahankannya.
Anton Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :