Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Selasa, 03 Juli 2012

Suamiku Gay!




Hari ini hari keberangkatanku menuju Jakarta, kota besar idaman semua orang untuk dijadikan tempat tinggal. Kota Jakarta seakan menjadi magnet untuk seluruh masyarakat Indonesia mencari kehidupan yang berbeda dengan tempat asal mereka. Tidak salah kalau terkadang orang-orang datang ke Jakarta hanya dengan modal nekat saja untuk menyambung hidup disini, mengubah nasib mereka dan mencari sebuah harapan pada kehidupan. Jakarta menjadi kota Gila pertama di Indonesia. Sama seperti aku hari ini yang sedang bersiap-siap menuju Jakarta. Berharap pada sebuah perubahan hidupku kedepan.
Dengan membawa barang-barang yang sangat banyak dan mungkin akan diperlukan disana karena aku tinggal di Jakarta bukan untuk 1 atau 2 hari saja, karena keluargaku bermaksud memperkenalkan aku dengan jodohku di Jakarta. Dalam ruang lingkup keluarga kami memang sudah sangat terbisaa dengan perjodohan, jadi buat kami untuk apa berpacaran sebelum menikah karena toh juga nanti ujung-ujungnya tidak menikah dan orangtua kami lah yang menentukan jodoh kami. Menjadi kontroversi memang, tapi ini lah yang terjadi pada keluarga kami secara turun temurun hingga zaman modern saat ini. Kakakku juga dulu dijodohkan, namun keluarganya bahagia dan baik-baik saja. Kedua orang tuaku juga korban perjodohan dari kakek nenek ku. Jadi memang sudah bukan hal aneh dalam tradisi keluarga kami untuk dijodohkan. Kami tidak bisa menolak meskipun nanti jodoh yang kami dapatkan tidak sesuai dengan harapan kami. Sepupu saya dari Surabaya dijodohkan dengan orang yang jauh lebih tua dari usianya, meskipun kehidupan mereka tidak berjalan dengan baik-baik saja. Tapi meu tidak mau mereka harus menjalankan itu semua. Semoga saja nasibku baik kali ini. Mendapatkan jodoh yang sesuai dengan keinginanku.
Aku dijodohkan dengan keluarga dari sepupu ayahku di Jakarta. Ayahku dengan keluarganya sudah tidak lama tidak bertemu dan aku hanya dapat melihat calon jodohku melalui foto saja. Setelah ku lihat-lihat
“Not Bad Lah”.

Semua barang-barang bawaanku sudah siap untuk di bawa dan aku segera bersiap-siap untuk pergi ke JAKARTA!!! Sampai setibanya kami di Bandara kota Manado. Selama perjalanan beberapa jam akhirnya kami tiba di bandara Soekarno Hatta, sambil menunggu jemputan dari keluarga di Jakarta aku duduk didepan toko minuman di bandara itu untuk berehat sejenak. Jodohku nanti bernama Joni, kalau aku lihat dari fotonya, Doni bertubuh tinggi besar, berbadan atletis dan gemar berolahraga. Sampai detik inipun aku tidak pernah tau apakah Doni sudah pernah melihatku atau belum. Setelah aku menghapun lamunanku di bandara itu. Jemputan dari keluarga Doni sudah tiba di bandara, ternyata rumah Doni dari bandara sangat jauh sekali, Doni tinggal di sekitar daerah Jakarta Selatan. Selama perjalanan aku melihat ke kanan dan kiri, menatap seluruh gedung-gedung tertinggi kota Jakarta sekaligus membuktikan dari perkataan teman-temanku bahwa di Jakarta memang indah untuk dipandang dan tidak enak untuk dirasakan. Sampai akhirnya tidak tersadar aku tiba dirumah Doni. Seluruh jenis-jenis perasaan campur aduk di hatiku saat ini. Dari mulai deg-degan, penasaran, kebingungan bahkan keraguanpun sempat hinggap dibenak aku saat ini karena sudah tinggal menghitung detik saja aku bertemu dengan pendamping hidupku kelak, seumur hidupku. Saat aku mulai melangkah memasuki pintu rumah Doni. Seakan semua menjadi lambat diiringi dengan detak jantungku yang begitu cepat dan tidak beraturan. Dan ternyata keluarga mempelai pria sudah menunggu kami tepat saat kami membuka pintu.
“Selamat datang saudaraku”

ucap Om Burhan selaku ayah dari Doni. Om Burhan mempersilahkan kami masuk langsung menuju ruang makan karena memang mereka sudah mempersiapkan hidangan yang begitu istimewa di rumah mewah milik Om Burhan. Om Burhan ternyata salah satu orang terkaya di Jakarta, sangat terlihat sekali dari bentuk rumahnya yang sangat luar bisaa sekali. Mewah. Bahkan aku tidak pernah melihat rumah seindah ini. Bagaikan istana di negeri dongeng saja, susunan rumah yang begitu rapih dilengkapi dengan perlengkapan perabotan rumah tangga yang tidak murah aku rasa. Saat makan, keluarga kami bercanda-canda kecil sekaan merka kembali ke zaman muda dulu mengenang kisah-kisah lucu mereka. Aku melihat satu persatu orang yang ada disana dengan sangat teliti, namun aku tidak melihat Doni berada di salah satu kursi meja makan itu. Aku sangat yakin bahwa Doni sedang tidak berada dirumah.
“Liza, kamu kenapa melihat-lihat seperti itu, Doni memang sedang tidak berada dirumah. Dia sedang bermain basket dengan teman-temannya. Maklumlah atlet basket”
Om Burhan berkata sambil tertawa-tawa kecil sambil memamerkan seluruh kelebihan Doni memaksaku untuk berfikir bahwa jodohku memang tepat. Tanpa segan dan membuat aku sangat malu seakan tidak mau kalah dengan Om Burhan, ayah tiba-tiba mengungkapkan hal yang menurutku tidak perlu diakatakan
“Liza tahun ini baru saja terpilih menjadi Puteri Indonesia Daerah Sulawesi Utara Han, sekitar 1 bulan lagi dia akan tampil di Jakarta untuk pemilihan tingkat nasional. Semoga saja menjadi Puteri Indonesia, cantik kan dia”.
 “Jelas saja cantik kalau kenyataanya ayah dan ibunya juga model di kampung dulu” Om Burhan mengeluarkan bercandaan khas orang tua yang sedikit kolot.
Setelah selesai makan, kami langsung  memasuki kamar untuk  beristirahat dan membereskan seluruh barang-barang kami. Kedua orang tuaku serta adikku, lusa juga akan pulang kembali ke Manado jadi mereka tidak teralu membawa barang yang begitu banyak, tidak seperti aku. Saat menuju kamar, aku melewati sebuah kamar yang aku rasa ini kamar Doni, karena pintunya terbuka dan seakan menyuruh aku untuk masuk. Aku langsung saja masuk untuk sekedar perkenalan awal sebelum aku bertemu dengan orang yang sesungguhnya dan untuk apa aku merasa malu, nanti juga aku akan sekamar dengannya. Sesaat aku melihat-lihat kamar Doni yang sangat rapih ini dan aku menilai bahwa Doni seorang lelaki yang sangat gemar berolahraga, peralatan olahraga untuk fitnes sangat lengkap dikamarnya dan aku melihat foto Doni yang sangat tampan dan macho sekali. Sangat atletis seperti seorang binaragawan tampan.
“Hei! Kamu siapa? Berani-beraninya masuk kamarku?”
Seorang lelaki berwajah tampan dengan bernada membentak melihat kearahku. “Maaf, tadi aku Cuma liat-liat sebentar aja kok”
aku yakin kalau lelaki tampan inilah yang bernama Doni.
“Meskipun kamu itu jodohku nanti bukan seenaknya kamu berani masuk kekamarku begitu saja, karena kita kan belum menikah”
Doni semakin geram. Aku langsung keluar tanpa bersuara sedikitpun khawatir Doni akan tambah geram dan tidak menyukaiku. Dengan jantung yang tidak berhenti berdebar aku melewati tubuh Doni yang bau khas seorang habis berolahraga. Aku langsung menuju kamarku. Membereskan semua barang-barangku dan beraktivitas di rumah baruku di Jakarta.
Malam hari tiba, inilah acara yang paling aku takutkan terjadi yaitu perkenalan kedua belah pihak korban perjodohan(tapi gak papa, Doni ganteng dan sempurna buat aku). Acara malam itu sangat resmi sekali mengalahkan acara rapat presiden sekalipun. Aku dan Doni duduk berhadapan untuk saling pandang, yang pastinya aku merasa bahwa hari itu sangat norak sekali. Segala rangkaian resmi adat yang sangat tidak aku mengerti akhirnya terjadi malam itu dan selesai.

Aku dan Doni dimalam yang dilengkapi dengan beribu-ribu bintang itu berbincang untuk saling memperkenalkan satu sama lain(itupun yang menyuruh Om Burhan, bukan keinginan Doni). Duduk di taman belakang rumah seakan kami berdua bingung untuk memulai perbincangan dari mana awalnya, akhirnya aku memberanikan diri membuka perbincangan malam itu.
“Dingin yah!(Basi). Oh ya, kamu habis dari mana sore tadi?”
“gak keliatan tah kalau aku habis fitnes, tubuhku saja jelas-jelas mandi keringet”
“Owh, soalnya tadi Om Burhan bilang kamu latian basket, kamu suka olahraga ya, aku liat-liat dikamar kamu banyak banget koleksi-koleksi alat-alat berat olahraga”
            “Ya”
            “...............” (perbincangan panjang)
“........Don, boleh tanya sesuatu gak?”
“apa?”
“Menurut kamu, gimana si tentang perjodohan kita? Lah kenapa kok lo mau dijodohin sama orang yang belum kamu kenal kayak aku”
“Gw udah tau lo kok Liz, Papa Mama sudah banyak cerita tentang lo dan gw juga suka memperhatikan lo lewat foto. Kalau masalah perjodohan, mau gimana lagi. Sudah jadi adat. Malah, sekarang pacar gw nerima gw apa adanya dan kami tetap berpacaran sampe sekarang meskipun pacarku tau kalau aku dijodohkan...........(Doni bercerita panjang lebar tentang kekasihnya)........ kalau lo sendiri gimana Liz?”
“Aku? Aku memang sudah tidak memutuskan untuk punya pacar kayak kamu, toh juga kasian dengan pacarku nanti kalau kita menjalani hubungan yang kita sudah tau bakal pisah. Jadi aku setia menanti kamu kok Don(Gombal)”.
“Oh”.
“Oh ya, pacarmu hebat banget ya Don, kesannya sempurna banget buat kamu, aku aja sampe merasa gak ada apa-apanya dibanding dia. Kapan-kapan kenalin ke aku yah? Jadi penasaran nih dengan tuh cewek”.
“...”.
(Doni ingin mengatakan sesuatu namun tidak sempat karena terpotong dengan panggilan Om Burhan yang menyuruh kamu segera masuk karena sudah larut malam). Besok pagi Om Burhan akan mengajakku ke venue acara pelaksanaan Pemilihan Putri Indonesia bulan depan. Aku sangat penasaran sekali dengan jawaban Doni yang sempat terpotong tadi, nampaknya sangat penting sekali. Dan Donipun sangat ingin mengatakannya.

Lusapun tiba. Akhirnya kedua orang tuaku pulang ke Manado dan tinggal aku di tempat Om Burhan menunggu acara Pemilihan Puteri Indoneisa itu. Keluargaku tidak bisa menghadirinya karena ada keperluan di saat hari penobatan, namun tidak apa-apa karena keluarga Om Burhan sudah aku anggap keluarga ku sendiri meskipun aku dan Doni belum menikah. Aku dan Doni bermaksud melangsungkan pernikahan tahun depan.

Selama 1 bulan aku bersama Doni tinggal bareng satu rumah dan sudah banyak hal yang kami lakukan disini, kami sering berjalan-jalan, menonton bahkan aku sempat dikenalkan dengan beberapa teman akrab Doni, sehingga dari semua kejadian yang aku alami membuat aku yakin kalau Doni merupakan jodohku dan hingga aku benar-benar mencintainya sepenuh hatiku. Dari semua kerabat dekat Doni, Doni memiliki satu orang sahabat yang sangat akrab sekali, namanya Andre. Andre merupakan teman SMP Doni hingga saat ini. Karena akrabnya persahabatan mereka berdua, mereka selalu satu kelas hingga kuliah dan saat ini bekerja di tempat yang sama. Salah satu advertising di Jakarta, agak nepotisme karena perusahaan advertising ini milik Doni seutuhnya. Aku juga sangat menyukai Andre karena dia adalah orang yang menyenangkan buatku. Orangnya agak manis, berkulit putih dan sangat mirip sekali seperti boyband kore saat ini. Hampir setiap hari Andre menemani kami jalan-jalan di Jakarta dan Andre cukup menghibur. Dan kejadian beberapa hari ini sangat meyakinkanku bahwa Doni adalah jodoh yang tepat buatku.

Hingga sampai saatnya acara pemilihan Puteri Indonesia dimulai dan aku segera menuju panggung untuk gladi resik acara resminya nanti malam. Doni tidak sempat mengantarku karena ia akan menyusul dengan Andre saat gladi resik dilaksanakan. Tapi kenapa sampai saat ini Doni belum juga datang. Aku mencoba menelpon Doni namun telponnya tidak diangkat. Aku semakin khawatir. Sambil menunggu Doni datang aku ke toilet sebentar untuk  membersihkan sisa make up yang sedikit berantakan di wajahku. Tolilet di gedung ini sangat membuat aku bingung hingga aku harus berputar-putar arah mencarinya. Ketika aku hendak menuju toilet, aku melihat mobil Doni sudah ada diparkiran dan tanpa ragu aku menuju mobil Doni diparkirkan berharap dia masih berada di mobil. Dengan rasa senang dan penuh harap aku menghampiri Doni. Rasa semangat dan yakin memenangi kontes ini pun semakin bertambah dengan aku melihat Doni disini. Harapanku hampir saja pupus kalau Doni tidak datang. Karena hanya Donilah yang bisa membuat aku semangat mengikuti kontes ini karena keluargaku tidak bisa menghadirinya. Aku berlari dengan tergesa-gesa dengan semangatku yang tiba-tiba saja bertambah 180 derajat. Namun.
Entah mengapa kakiku rasanya ngilu tidak karuan dilangkahku saat itu. Aku melihat kakiku sudah tidak bisa melangkah kedepan lagi. Puncak semangatku tiba-tiba saja menjadi rasa kecewa. Seperti pisau yang mengoyak-oyak hatiku saat aku sedang tertawa bahagianya. Aku pasi dan terdiam saja sambil menahan air mataku yang menantang ingin jatuh. Aku layu dan pasi. Kebahagiaan yang datang tiba-tiba malam itu seperti tak ingin berteman denganku terlalu lama. Aku menyaksikan hal yang seharusnya tak mungkin aku saksikan. Aku melihat hal yang seharusnya mustahil akan terjadi. Aku semakin layu saat melihat Doni berciuman dengan penuh nafsu liarnya. Dia mencium orang seperti ia mencintai dengan sepenuh hati. Doni berciuman liar didepanku bersama Andre.

Aku semakin jijik melihatnya, aku seperti melihat seekor lintah sedang enaknya menyedot darah manusia. Menjijikan. Penglihatanku membuat rasaku menjadi mual dan airmataku sudah tak dapat aku bendung lagi. Aku muntah, menangis dan berlari dengan perasaan galau menuju toilet. Aku menagis ditoilet saat itu, perasaanklu hancur muram dan bingung tidak karuan. Aku remuk seakan raga sudah tak punya masa lagi. Tangisanku sangat terisak-isak sehingga membuat orang yang berada di toilet itu khawatir terhadapku. Aku ingin sekali melawan takdir saat itu. Aku liar, ganas dan tidak menjadi diriku saat itu. Aku berteriak seakan emosikupun tak dapat bersahabat. Aku hilang akal pikiran dan mengamuk seliar-liarnya di toilet itu. Aku menghapus make up tenal di mukaku dengan kekuatan penuh sehingga membuat wajahku nyeri dan terluka karenanya. Aku benar-benar sedang berada pada titik payah kehidupan. Tapi kenapa keadaan seperti ini rasanya tidak tepat. Aku dihancurkan oleh orang yang seharusnya mendukungku. Aku dipatahkan oleh orang yang seharusnya mendorongku pada malam ini. Aku sudah tidak memikirkan kontes ini lagi. Aku hancur malam itu. Pikiran untuk menangpun sudah menjauh mengambang pergi dari pikiranku. Aku benar-benar layu. Aku ingin hidupku dan aku ingin masa depanku. Lelaki yang seharusnya bisa mendampingiku malah mendorong hidupku jauh dari kenyataan atas kebahagiaan. Aku terselungkup pada lingkaran yang aku buat sendiri dan mengaku kalah, mengaku kalah dengan keadaan yang selama ini tidak aku pikirkan.
Acara pemelihan pun segera dimulai dengan khidmat. Aku sangat melihat dengan jelas, Doni yang duduk tepat bersebelahan dengan Andre, dan Om Burhan beserta keluargaanya. Aku jijik dan semakin jijik melihat mereka berdua berdampingan. Aku jijik. Doni tersenyum bahagia seolah memberikan semangat usaat pengumuman 10 besar nominasi terbaik diatas semua kebohongan yang telah dibuatnya. Kemunafikan dan Fake! Hingga diumumkan 1o besar wanita tercantik di Indonesia ini disebutkan dan nama ke sepuluh terpanggil dan itu bukan namaku. Aku merasa kalah 2 kali, aku merasa pecundang. Tapi sama sekali aku tidak terpikirkan atas kekalahanku padaa kontesku tapi aku kalah dari kebodohanku. Aku telah mengecewakan keluargaku dan keluarga Om Burhan yang sedang menonton di deretan bangku penonton. Aku gagal dalam kontes pemilihan ini dan bertepatan dengan aku gagal meraih cinta yang aku baru saja dapatkan dari seorang lelaki yang aku harapkan dapat menjadi pendamping hidupku yang ternyata seoarang gay. Aku menangis dan menyelesaikan acara malam itu dengan seluruh sisa semangatku hingga berakhirnya acara malam itu namun tak diiringi rasa pedih dihatiku. Rasa kecewaku.

Acara pemilihan kontes kecantikanpun berakhir dan aku akan segera mengakhiri masa depanku dan seluruh pengorbananku selama ini. Aku mengakhiri sesuatu yang baru saja aku mulai. Yah! Aku akan mengakhiri semua ini. Keluarga Om Burhan sudah menungguku dimobil beserta keluarga yang lainnya. Mereka berusaha memberikan semangat atas kekalahanku dan aku yakin mereka tidak akan bisa memberikan semangat pada kehancuran hidupku. Saat pulang aku lebih memilih satu mobil dengan Om Burhan dan tidak dengan Doni.
“Kenapa kamu tidak satu mobil dengan Doni dan Andre saja?”
“Tidak Om, Doni masih punya urusan penting dengan Andre dan aku capek jadi mau langsung istirahat”
aku menjawab karena aku masih belum siap melihat wajah mereka berdua lagi di hadapanku.
Doni tidak sama sekali menyadari kalau aku sudah tau atas hubungannya dengan Andre, jadi ia bersikap bisaa saja terhadapku. Pada suatu titik aku sudah tidak bisa lagi menahan semua kebohongan ini. Dan aku sudah bersama titik kejenuhanku pada kepalsuan hubungan ini. Aku akan mengakhirinya saat ini juga, agar Donipun senang dengan kehidupannya dan aku dapat mengulangi lagi kebahagiaanku dan terus mencari.
Saat dengan rasa heran karena Doni aku panggil tiba-tiba untuk aku ajak bicara berdua membicarakan hal ini, tentang masa depan hubungan kita. Aku mengurungkan niatku mengatakannya. Aku merasa aku terlalu egois jika secepat ini aku mengakhiri suatu hubungan yang aku mulai dengan tidak gampang. Dan sama sekali aku tidak memikirkan keluargaku, keluarga Om Burhan jika tiba-tiba saja perjodohan kami batal. Lalu bagaimana dengan hukum adat kami. Aku tidak mau menjadi penentang pertama keputusan adat yang sudah dibuat oleh para leluhurku, dan aku tidak mau membuat orang lain kecewa dan menjadi korban atas korban keboodohanku.
“...”
“Kenapa kamu Liz? Kok tiba-tiba bingung mau ngomong apa? Kenapa kamu memanggilku aneh begini.  Ada apa Liza? Aku jadi bingung?!”
“Gak jadi Don, aku sedikit pusing saja. Aku tidur dulu ya, mungkin kecapekan setelah acara tadi malam”
Aku langsung pergi meninggal Doni dengan keheranannya.
Akhirnya aku dan Doni menikah di tahun berikutnya dan memiliki 2 orang anak yang kami beri nama Danu dan Gian, semuanya laki-laki. Hingga saat ini Doni tidak tetap saja menjalankan hubungan gay nya dengan Andre dan aku sering beberapa kali melihat mereka berciuman. Dan Doni masih belum tau kalau aku sudah mengetahui hubungan mereka berdua. Bisa dibilang aku memang manusia bodoh. Kenapa aku tetap mempertahankan hubunganku dengan seorang lelaki yang menyukai lelaki. Tapi rasa cinta ini lah yang semata-mata mempertahankannya. Cinta memang buta buatku. Entah mengapa juga, aku yakin Kalau Doni punya harapan untuk sembuh dan aku yakin bisa membuatnya normal dan benar-benar mencintaiku dengan tulus. Setulus ia mencintai Andre saat ini. Segala cara aku lakukan agar membuat Doni sembuh dan kembali padaku. Dari konsultasi ke psikolog, ustadz, dan orang yang ahli dalam bidang rumah tangga cukup membuatku semangat untuk aku berperang pada hubunganku sendiri. Dan keyakinanku akhirnya terjawab.
Suatu malam aku memergoki Andre dan Doni sedang berbincang di taman dibelakang rumahku. Meskipun jarak aku menguping sangat jauh tapi suara mereka yang keras seakan membuat aku mengerti tentang pembicaraan mereka.

Doni: “Kenapa kamu kerumahku mendadak begini?”
Andre: “Aku Cuma pengen kejelasan dari hubungan kita, semenjak menikah kamu berubah. Kamu mulai seakan menjauh dari ku. Padahal dulu kamu janji kalaupun kamu sudah menikah, kamu akan tetap menjadi lelaki idamanku. Tapi kenapa semua ini jauh diluar dugaan dan janji kita dulu?. Kalau begini ceritanya, aku mau kamu cerai dengan Liza dan kita ke Belanda untuk berhubungan serius”.
Doni: “Gila kamu Andre, sebenernya kalau kamu pengen tau tentang perasaan yang aku rasakan kekamu. Dari awal kita kenal. Aku ngerasa aneh dengan hubungan kita. Jujur. Sama sekali aku gak ada rasa cinta sama kamu. Mungkin karena kamu terlalu memberikan perhatian yang lebih ke aku. Jadi kita mepersepsikan ini beda. Sampai pada akhirnya kita melakukan hal-hal yang seharusnya gak kita lakukan. Aku saying sama kamu. Tapi bukan untuk hubungan yang salah begini. Please, kamu ngerti aku. Aku sudah bahagia dengan keluarga yang mulai aku cintai. Aku sekarang mencintai Liza dan kedua anakku. Aku harap kamu mengerti itu”.
Andre: “Kamu?..............” Andre meneteskan air mata.

Aku semakin merasa enggan untuk melanjutkan mendengar pembicaraan mereka. Aku memutuskan untuk masuk kamar dan segera tidur. Sejak saat itu aku mengetahui Doni mulai mencintaiku dan menyadari bahwa hubungan yang selama ini ia jalani adalah sebuah kesalahan. Aku tetap berjuang sebagaimanapun caranya untuk mempertahankan rumah tanggaku dan membuat Doni lebih sadar dan benar-benar mencintaiku.
Akhirnya lama-kelamaan seiring perjuangankku dan berjalannya waktu, Andre meninggalkan Doni untuk selamanya. Aku dengar kabar bahwa Andre pergi kenegeri Belanda agar bisa nyaman dengan kehidupannya. Dan aku merasa menang saat itu. Aku merasa menang pada perjuanganku. Andre meninggalkan Doni karena ia geram terhadap Doni yang sudah tidak mencintainya lagi. Semakin hari rasa cinta Doni kepadaku semakin bertambah sehingga membuat Doni jarang bertemu dengan Andre, apalagi ketika kami sudah memiliki anak. Doni terlihat sangat mencintaiku dengan sepenuh hati. Seiring aku melihat mereka berdua berkelahi karena hubungan mereka yang sudah tidak seindah dulu lagi sehingga akhirnya Andre menyerah dan pergi kenegeri dimana negeri yang bisa menerima dia apa-adanya. BELANDA. Dan aku disini masih hidup berbahagia dengan Doni dan kedua orang anakku. Perjuanganku tidak berhenti disini, karena masalah hidupku bukan hanya ini. Hidup keluargaku masih panjang dan membutuhkan perjuanganku. Benar sekali kata kedua orangtuaku, sebuah rumah tangga itu butuh perjuangan. Bukan hanya cinta.

Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan yang dijalani atas dasar cinta, jika tidak ada maka buatlah. Hingga kamu tau bagaimana indahnya berjuang demi cinta. Hidup berumah tangga tidak berjalan hanya dengan satu kepala, maka jangan berpikir saja, tapi berjuanglah. Keluarga yang bahagia adalah keluarga yang merasa menang atas perjuangan yang diraihnya sehingga dia sadar bahwa rumah tangga bukan hanya 2 kata, tapi ada kata perjuangan didalamnya. Berjuanglah! Seburuk apapun Rumah Tangga yang pernah kamu terima, sehingga nanti kamu akan tersenyum melihat bahagia pada akhirnya. Ingatlah bahwa rumah tangga dibentuk dengan cinta pada awalnya maka tidak ada kata kesedihan sampai mati nya, kecuali untuk orang-orang yang tidak pernah berjuang pada nasib Rumah Tangganya. Kalahlah dia!

Cinta bukan bagaimana kita mendapatkannya, tapi bagaimana kita mempertahankannya.
Anton Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :