#Cerpen#
Hari ini hari
keberangkatanku menuju Jakarta, kota besar idaman semua orang untuk dijadikan
tempat tinggal. Kota Jakarta seakan menjadi magnet untuk seluruh masyarakat
Indonesia mencari kehidupan yang berbeda dengan tempat asal mereka. Tidak salah
kalau terkadang orang-orang datang ke Jakarta hanya dengan modal nekat saja
untuk menyambung hidup disini, mengubah nasib mereka dan mencari sebuah harapan
pada kehidupan. Jakarta menjadi kota Gila pertama di Indonesia. Sama seperti
aku hari ini yang sedang bersiap-siap menuju Jakarta. Berharap pada sebuah
perubahan hidupku kedepan.
Dengan membawa
barang-barang yang sangat banyak dan mungkin akan diperlukan disana karena aku
tinggal di Jakarta bukan untuk 1 atau 2 hari saja, karena keluargaku bermaksud
memperkenalkan aku dengan jodohku di Jakarta. Dalam ruang lingkup keluarga kami
memang sudah sangat terbisaa dengan perjodohan, jadi buat kami untuk apa
berpacaran sebelum menikah karena toh juga nanti ujung-ujungnya tidak menikah
dan orangtua kami lah yang menentukan jodoh kami. Menjadi kontroversi memang,
tapi ini lah yang terjadi pada keluarga kami secara turun temurun hingga zaman
modern saat ini. Kakakku juga dulu dijodohkan, namun keluarganya bahagia dan
baik-baik saja. Kedua orang tuaku juga korban perjodohan dari kakek nenek ku.
Jadi memang sudah bukan hal aneh dalam tradisi keluarga kami untuk dijodohkan.
Kami tidak bisa menolak meskipun nanti jodoh yang kami dapatkan tidak sesuai
dengan harapan kami. Sepupu saya dari Surabaya dijodohkan dengan orang yang jauh
lebih tua dari usianya, meskipun kehidupan mereka tidak berjalan dengan
baik-baik saja. Tapi meu tidak mau mereka harus menjalankan itu semua. Semoga
saja nasibku baik kali ini. Mendapatkan jodoh yang sesuai dengan keinginanku.
Aku dijodohkan
dengan keluarga dari sepupu ayahku di Jakarta. Ayahku dengan keluarganya sudah
tidak lama tidak bertemu dan aku hanya dapat melihat calon jodohku melalui foto
saja. Setelah ku lihat-lihat
“Not Bad Lah”.
Semua barang-barang
bawaanku sudah siap untuk di bawa dan aku segera bersiap-siap untuk pergi ke
JAKARTA!!! Sampai setibanya kami di Bandara kota Manado. Selama perjalanan
beberapa jam akhirnya kami tiba di bandara Soekarno Hatta, sambil menunggu
jemputan dari keluarga di Jakarta aku duduk didepan toko minuman di bandara itu
untuk berehat sejenak. Jodohku nanti bernama Joni, kalau aku lihat dari
fotonya, Doni bertubuh tinggi besar, berbadan atletis dan gemar berolahraga.
Sampai detik inipun aku tidak pernah tau apakah Doni sudah pernah melihatku
atau belum. Setelah aku menghapun lamunanku di bandara itu. Jemputan dari
keluarga Doni sudah tiba di bandara, ternyata rumah Doni dari bandara sangat
jauh sekali, Doni tinggal di sekitar daerah Jakarta Selatan. Selama perjalanan
aku melihat ke kanan dan kiri, menatap seluruh gedung-gedung tertinggi kota
Jakarta sekaligus membuktikan dari perkataan teman-temanku bahwa di Jakarta
memang indah untuk dipandang dan tidak enak untuk dirasakan. Sampai akhirnya
tidak tersadar aku tiba dirumah Doni. Seluruh jenis-jenis perasaan campur aduk
di hatiku saat ini. Dari mulai deg-degan, penasaran, kebingungan bahkan
keraguanpun sempat hinggap dibenak aku saat ini karena sudah tinggal menghitung
detik saja aku bertemu dengan pendamping hidupku kelak, seumur hidupku. Saat
aku mulai melangkah memasuki pintu rumah Doni. Seakan semua menjadi lambat
diiringi dengan detak jantungku yang begitu cepat dan tidak beraturan. Dan
ternyata keluarga mempelai pria sudah menunggu kami tepat saat kami membuka
pintu.
“Selamat datang
saudaraku”
ucap Om Burhan selaku
ayah dari Doni. Om Burhan mempersilahkan kami masuk langsung menuju ruang makan
karena memang mereka sudah mempersiapkan hidangan yang begitu istimewa di rumah
mewah milik Om Burhan. Om Burhan ternyata salah satu orang terkaya di Jakarta,
sangat terlihat sekali dari bentuk rumahnya yang sangat luar bisaa sekali.
Mewah. Bahkan aku tidak pernah melihat rumah seindah ini. Bagaikan istana di
negeri dongeng saja, susunan rumah yang begitu rapih dilengkapi dengan
perlengkapan perabotan rumah tangga yang tidak murah aku rasa. Saat makan,
keluarga kami bercanda-canda kecil sekaan merka kembali ke zaman muda dulu
mengenang kisah-kisah lucu mereka. Aku melihat satu persatu orang yang ada
disana dengan sangat teliti, namun aku tidak melihat Doni berada di salah satu
kursi meja makan itu. Aku sangat yakin bahwa Doni sedang tidak berada dirumah.
“Liza, kamu kenapa melihat-lihat seperti itu, Doni memang sedang tidak
berada dirumah. Dia sedang bermain basket dengan teman-temannya. Maklumlah
atlet basket”
Om Burhan berkata
sambil tertawa-tawa kecil sambil memamerkan seluruh kelebihan Doni memaksaku
untuk berfikir bahwa jodohku memang tepat. Tanpa segan dan membuat aku sangat
malu seakan tidak mau kalah dengan Om Burhan, ayah tiba-tiba mengungkapkan hal
yang menurutku tidak perlu diakatakan
“Liza tahun ini baru saja terpilih menjadi Puteri Indonesia Daerah
Sulawesi Utara Han, sekitar 1 bulan lagi dia akan tampil di Jakarta untuk
pemilihan tingkat nasional. Semoga saja menjadi Puteri Indonesia, cantik kan
dia”.
“Jelas saja cantik kalau kenyataanya ayah dan
ibunya juga model di kampung dulu” Om Burhan mengeluarkan bercandaan khas orang
tua yang sedikit kolot.
Setelah selesai
makan, kami langsung memasuki kamar
untuk beristirahat dan membereskan
seluruh barang-barang kami. Kedua orang tuaku serta adikku, lusa juga akan
pulang kembali ke Manado jadi mereka tidak teralu membawa barang yang begitu
banyak, tidak seperti aku. Saat menuju kamar, aku melewati sebuah kamar yang
aku rasa ini kamar Doni, karena pintunya terbuka dan seakan menyuruh aku untuk
masuk. Aku langsung saja masuk untuk sekedar perkenalan awal sebelum aku
bertemu dengan orang yang sesungguhnya dan untuk apa aku merasa malu, nanti
juga aku akan sekamar dengannya. Sesaat aku melihat-lihat kamar Doni yang
sangat rapih ini dan aku menilai bahwa Doni seorang lelaki yang sangat gemar
berolahraga, peralatan olahraga untuk fitnes sangat lengkap dikamarnya dan aku
melihat foto Doni yang sangat tampan dan macho sekali. Sangat atletis seperti
seorang binaragawan tampan.
“Hei! Kamu siapa?
Berani-beraninya masuk kamarku?”
Seorang
lelaki berwajah tampan dengan bernada membentak melihat kearahku. “Maaf, tadi
aku Cuma liat-liat sebentar aja kok”
aku yakin kalau
lelaki tampan inilah yang bernama Doni.
“Meskipun kamu itu
jodohku nanti bukan seenaknya kamu berani masuk kekamarku begitu saja, karena
kita kan belum menikah”
Doni semakin geram.
Aku langsung keluar tanpa bersuara sedikitpun khawatir Doni akan tambah geram
dan tidak menyukaiku. Dengan jantung yang tidak berhenti berdebar aku melewati
tubuh Doni yang bau khas seorang habis berolahraga. Aku langsung menuju
kamarku. Membereskan semua barang-barangku dan beraktivitas di rumah baruku di
Jakarta.
Malam hari tiba,
inilah acara yang paling aku takutkan terjadi yaitu perkenalan kedua belah
pihak korban perjodohan(tapi gak papa, Doni ganteng dan sempurna buat aku).
Acara malam itu sangat resmi sekali mengalahkan acara rapat presiden sekalipun.
Aku dan Doni duduk berhadapan untuk saling pandang, yang pastinya aku merasa
bahwa hari itu sangat norak sekali. Segala rangkaian resmi adat yang sangat
tidak aku mengerti akhirnya terjadi malam itu dan selesai.
Aku dan Doni
dimalam yang dilengkapi dengan beribu-ribu bintang itu berbincang untuk saling
memperkenalkan satu sama lain(itupun yang menyuruh Om Burhan, bukan keinginan
Doni). Duduk di taman belakang rumah seakan kami berdua bingung untuk memulai
perbincangan dari mana awalnya, akhirnya aku memberanikan diri membuka
perbincangan malam itu.
“Dingin yah!(Basi).
Oh ya, kamu habis dari mana sore tadi?”
“gak keliatan tah
kalau aku habis fitnes, tubuhku saja jelas-jelas mandi keringet”
“Owh,
soalnya tadi Om Burhan bilang kamu latian basket, kamu suka olahraga ya, aku
liat-liat dikamar kamu banyak banget koleksi-koleksi alat-alat berat olahraga”
“Ya”
“...............” (perbincangan
panjang)
“........Don, boleh
tanya sesuatu gak?”
“apa?”
“Menurut
kamu, gimana si tentang perjodohan kita? Lah kenapa kok lo mau dijodohin sama
orang yang belum kamu kenal kayak aku”
“Gw udah tau lo kok Liz, Papa Mama sudah banyak cerita tentang lo dan
gw juga suka memperhatikan lo lewat foto. Kalau masalah perjodohan, mau gimana
lagi. Sudah jadi adat. Malah, sekarang pacar gw nerima gw apa adanya dan kami
tetap berpacaran sampe sekarang meskipun pacarku tau kalau aku
dijodohkan...........(Doni bercerita panjang lebar tentang kekasihnya)........
kalau lo sendiri gimana Liz?”
“Aku?
Aku memang sudah tidak memutuskan untuk punya pacar kayak kamu, toh juga kasian
dengan pacarku nanti kalau kita menjalani hubungan yang kita sudah tau bakal
pisah. Jadi aku setia menanti kamu kok Don(Gombal)”.
“Oh”.
“Oh
ya, pacarmu hebat banget ya Don, kesannya sempurna banget buat kamu, aku aja
sampe merasa gak ada apa-apanya dibanding dia. Kapan-kapan kenalin ke aku yah?
Jadi penasaran nih dengan tuh cewek”.
“...”.
(Doni ingin
mengatakan sesuatu namun tidak sempat karena terpotong dengan panggilan Om
Burhan yang menyuruh kamu segera masuk karena sudah larut malam). Besok pagi Om
Burhan akan mengajakku ke venue acara pelaksanaan Pemilihan Putri Indonesia
bulan depan. Aku sangat penasaran sekali dengan jawaban Doni yang sempat
terpotong tadi, nampaknya sangat penting sekali. Dan Donipun sangat ingin
mengatakannya.
Lusapun tiba.
Akhirnya kedua orang tuaku pulang ke Manado dan tinggal aku di tempat Om Burhan
menunggu acara Pemilihan Puteri Indoneisa itu. Keluargaku tidak bisa
menghadirinya karena ada keperluan di saat hari penobatan, namun tidak apa-apa
karena keluarga Om Burhan sudah aku anggap keluarga ku sendiri meskipun aku dan
Doni belum menikah. Aku dan Doni bermaksud melangsungkan pernikahan tahun
depan.
Selama 1 bulan aku
bersama Doni tinggal bareng satu rumah dan sudah banyak hal yang kami lakukan
disini, kami sering berjalan-jalan, menonton bahkan aku sempat dikenalkan
dengan beberapa teman akrab Doni, sehingga dari semua kejadian yang aku alami
membuat aku yakin kalau Doni merupakan jodohku dan hingga aku benar-benar
mencintainya sepenuh hatiku. Dari semua kerabat dekat Doni, Doni memiliki satu
orang sahabat yang sangat akrab sekali, namanya Andre. Andre merupakan teman
SMP Doni hingga saat ini. Karena akrabnya persahabatan mereka berdua, mereka
selalu satu kelas hingga kuliah dan saat ini bekerja di tempat yang sama. Salah
satu advertising di Jakarta, agak nepotisme karena perusahaan advertising ini
milik Doni seutuhnya. Aku juga sangat menyukai Andre karena dia adalah orang
yang menyenangkan buatku. Orangnya agak manis, berkulit putih dan sangat mirip
sekali seperti boyband kore saat ini. Hampir setiap hari Andre menemani kami jalan-jalan
di Jakarta dan Andre cukup menghibur. Dan kejadian beberapa hari ini sangat
meyakinkanku bahwa Doni adalah jodoh yang tepat buatku.
Hingga sampai
saatnya acara pemilihan Puteri Indonesia dimulai dan aku segera menuju panggung
untuk gladi resik acara resminya nanti malam. Doni tidak sempat mengantarku
karena ia akan menyusul dengan Andre saat gladi resik dilaksanakan. Tapi kenapa
sampai saat ini Doni belum juga datang. Aku mencoba menelpon Doni namun
telponnya tidak diangkat. Aku semakin khawatir. Sambil menunggu Doni datang aku
ke toilet sebentar untuk membersihkan
sisa make up yang sedikit berantakan di wajahku. Tolilet di gedung ini sangat
membuat aku bingung hingga aku harus berputar-putar arah mencarinya. Ketika aku
hendak menuju toilet, aku melihat mobil Doni sudah ada diparkiran dan tanpa
ragu aku menuju mobil Doni diparkirkan berharap dia masih berada di mobil.
Dengan rasa senang dan penuh harap aku menghampiri Doni. Rasa semangat dan
yakin memenangi kontes ini pun semakin bertambah dengan aku melihat Doni
disini. Harapanku hampir saja pupus kalau Doni tidak datang. Karena hanya
Donilah yang bisa membuat aku semangat mengikuti kontes ini karena keluargaku
tidak bisa menghadirinya. Aku berlari dengan tergesa-gesa dengan semangatku
yang tiba-tiba saja bertambah 180 derajat. Namun.
Entah mengapa
kakiku rasanya ngilu tidak karuan dilangkahku saat itu. Aku melihat kakiku
sudah tidak bisa melangkah kedepan lagi. Puncak semangatku tiba-tiba saja
menjadi rasa kecewa. Seperti pisau yang mengoyak-oyak hatiku saat aku sedang
tertawa bahagianya. Aku pasi dan terdiam saja sambil menahan air mataku yang
menantang ingin jatuh. Aku layu dan pasi. Kebahagiaan yang datang tiba-tiba
malam itu seperti tak ingin berteman denganku terlalu lama. Aku menyaksikan hal
yang seharusnya tak mungkin aku saksikan. Aku melihat hal yang seharusnya
mustahil akan terjadi. Aku semakin layu saat melihat Doni berciuman dengan
penuh nafsu liarnya. Dia mencium orang seperti ia mencintai dengan sepenuh
hati. Doni berciuman liar didepanku bersama Andre.
Aku semakin jijik
melihatnya, aku seperti melihat seekor lintah sedang enaknya menyedot darah
manusia. Menjijikan. Penglihatanku membuat rasaku menjadi mual dan airmataku
sudah tak dapat aku bendung lagi. Aku muntah, menangis dan berlari dengan
perasaan galau menuju toilet. Aku menagis ditoilet saat itu, perasaanklu hancur
muram dan bingung tidak karuan. Aku remuk seakan raga sudah tak punya masa
lagi. Tangisanku sangat terisak-isak sehingga membuat orang yang berada di
toilet itu khawatir terhadapku. Aku ingin sekali melawan takdir saat itu. Aku
liar, ganas dan tidak menjadi diriku saat itu. Aku berteriak seakan emosikupun
tak dapat bersahabat. Aku hilang akal pikiran dan mengamuk seliar-liarnya di
toilet itu. Aku menghapus make up tenal di mukaku dengan kekuatan penuh
sehingga membuat wajahku nyeri dan terluka karenanya. Aku benar-benar sedang
berada pada titik payah kehidupan. Tapi kenapa keadaan seperti ini rasanya
tidak tepat. Aku dihancurkan oleh orang yang seharusnya mendukungku. Aku
dipatahkan oleh orang yang seharusnya mendorongku pada malam ini. Aku sudah
tidak memikirkan kontes ini lagi. Aku hancur malam itu. Pikiran untuk menangpun
sudah menjauh mengambang pergi dari pikiranku. Aku benar-benar layu. Aku ingin
hidupku dan aku ingin masa depanku. Lelaki yang seharusnya bisa mendampingiku
malah mendorong hidupku jauh dari kenyataan atas kebahagiaan. Aku terselungkup
pada lingkaran yang aku buat sendiri dan mengaku kalah, mengaku kalah dengan
keadaan yang selama ini tidak aku pikirkan.
Acara pemelihan pun
segera dimulai dengan khidmat. Aku sangat melihat dengan jelas, Doni yang duduk
tepat bersebelahan dengan Andre, dan Om Burhan beserta keluargaanya. Aku jijik
dan semakin jijik melihat mereka berdua berdampingan. Aku jijik. Doni tersenyum
bahagia seolah memberikan semangat usaat pengumuman 10 besar nominasi terbaik
diatas semua kebohongan yang telah dibuatnya. Kemunafikan dan Fake! Hingga
diumumkan 1o besar wanita tercantik di Indonesia ini disebutkan dan nama ke
sepuluh terpanggil dan itu bukan namaku. Aku merasa kalah 2 kali, aku merasa
pecundang. Tapi sama sekali aku tidak terpikirkan atas kekalahanku padaa
kontesku tapi aku kalah dari kebodohanku. Aku telah mengecewakan keluargaku dan
keluarga Om Burhan yang sedang menonton di deretan bangku penonton. Aku gagal
dalam kontes pemilihan ini dan bertepatan dengan aku gagal meraih cinta yang
aku baru saja dapatkan dari seorang lelaki yang aku harapkan dapat menjadi
pendamping hidupku yang ternyata seoarang gay. Aku menangis dan menyelesaikan
acara malam itu dengan seluruh sisa semangatku hingga berakhirnya acara malam
itu namun tak diiringi rasa pedih dihatiku. Rasa kecewaku.
Acara
pemilihan kontes kecantikanpun berakhir dan aku akan segera mengakhiri masa
depanku dan seluruh pengorbananku selama ini. Aku mengakhiri sesuatu yang baru
saja aku mulai. Yah! Aku akan mengakhiri semua ini. Keluarga Om Burhan sudah
menungguku dimobil beserta keluarga yang lainnya. Mereka berusaha memberikan
semangat atas kekalahanku dan aku yakin mereka tidak akan bisa memberikan
semangat pada kehancuran hidupku. Saat pulang aku lebih memilih satu mobil
dengan Om Burhan dan tidak dengan Doni. Lantunan lagu ini terdengar semakin menyayat hatiku. Lagu yang diputar
di mobil Om Burhan.
JUDIKA
– BUKAN DIA TAPI AKU
Berulang kali kau menyakiti
Berulang kali kau khianati
Sakit ini coba pahami
Ku punya hati bukan tuk disakiti
ku akui sungguh beratnya
Meninggalkanmu yang dulu pernah ada
Namun harus aku lakukan
Karena ku tahu ini yang terbaik
Berulang kali kau khianati
Sakit ini coba pahami
Ku punya hati bukan tuk disakiti
ku akui sungguh beratnya
Meninggalkanmu yang dulu pernah ada
Namun harus aku lakukan
Karena ku tahu ini yang terbaik
Ku harus pergi meninggalkan kamu
Yang telah hancurkan aku
Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
Yang telah hancurkan aku
Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
Ku harus pergi meninggalkan kamu
Yang telah hancurkan aku
Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
Cintaku lebih besar darinya
Mestinya kau sadar itu
Bukan dia, bukan dia, tapi aku
Mestinya kau sadar itu
Bukan dia, bukan dia, tapi aku
Begitu burukkah ini
Hingga ku harus mengalah
Hingga ku harus mengalah
Ku harus pergi meninggalkan kamu
Yang telah hancurkan aku
Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
Yang telah hancurkan aku
Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya
“Kenapa
kamu tidak satu mobil dengan Doni dan Andre saja?”
“Tidak Om, Doni masih punya urusan penting dengan Andre dan aku capek
jadi mau langsung istirahat”
aku
menjawab karena aku masih belum siap melihat wajah mereka berdua lagi di
hadapanku.
Doni tidak sama
sekali menyadari kalau aku sudah tau atas hubungannya dengan Andre, jadi ia
bersikap bisaa saja terhadapku. Pada suatu titik aku sudah tidak bisa lagi
menahan semua kebohongan ini. Dan aku sudah bersama titik kejenuhanku pada
kepalsuan hubungan ini. Aku akan mengakhirinya saat ini juga, agar Donipun senang
dengan kehidupannya dan aku dapat mengulangi lagi kebahagiaanku dan terus
mencari.
Saat dengan rasa
heran karena Doni aku panggil tiba-tiba untuk aku ajak bicara berdua
membicarakan hal ini, tentang masa depan hubungan kita. Aku mengurungkan niatku
mengatakannya. Aku merasa aku terlalu egois jika secepat ini aku mengakhiri
suatu hubungan yang aku mulai dengan tidak gampang. Dan sama sekali aku tidak
memikirkan keluargaku, keluarga Om Burhan jika tiba-tiba saja perjodohan kami
batal. Lalu bagaimana dengan hukum adat kami. Aku tidak mau menjadi penentang
pertama keputusan adat yang sudah dibuat oleh para leluhurku, dan aku tidak mau
membuat orang lain kecewa dan menjadi korban atas korban keboodohanku.
“...”
“Kenapa
kamu Liz? Kok tiba-tiba bingung mau ngomong apa? Kenapa kamu memanggilku aneh
begini. Ada apa Liza? Aku jadi
bingung?!”
“Gak
jadi Don, aku sedikit pusing saja. Aku tidur dulu ya, mungkin kecapekan setelah
acara tadi malam”
Aku langsung pergi
meninggal Doni dengan keheranannya.
Akhirnya aku dan Doni
menikah di tahun berikutnya dan memiliki 2 orang anak yang kami beri nama Danu
dan Gian, semuanya laki-laki. Hingga saat ini Doni tidak tetap saja menjalankan
hubungan gay nya dengan Andre dan aku sering beberapa kali melihat mereka
berciuman. Dan Doni masih belum tau kalau aku sudah mengetahui hubungan mereka
berdua. Bisa dibilang aku memang manusia bodoh. Kenapa aku tetap mempertahankan
hubunganku dengan seorang lelaki yang menyukai lelaki. Tapi rasa cinta ini lah
yang semata-mata mempertahankannya. Cinta memang buta buatku. Entah mengapa
juga, aku yakin Kalau Doni punya harapan untuk sembuh dan aku yakin bisa
membuatnya normal dan benar-benar mencintaiku dengan tulus. Setulus ia
mencintai Andre saat ini. Segala cara aku lakukan agar membuat Doni sembuh dan
kembali padaku. Dari konsultasi ke psikolog, ustadz, dan orang yang aahli dalam
bidang rumah tangga cukup membuatku semangat untuk aku berperang pada
hubunganku sendiri. Dan keyakinanku akhirnya terjawab.
Akhirnya
lama-kelamaan seiring perjuangankku dan berjalannya waktu, Andre meninggalkan
Doni untuk selamanya. Aku dengar kabar bahwa Andre pergi kenegeri Belanda agar
bisa nyaman dengan kehidupannya mungkin. Dan aku merasa menang saat itu. Aku
merasa menang pada perjuanganku. Andre meninggalkan Doni karena ia geram
terhadap Doni yang sudah tidak mencintainya lagi. Semakin hari rasa cinta Doni
kepadaku semakin bertambah sehingga membuat Doni jarang bertemu dengan Andre,
apalagii ketika kami sudah memiliki anak. Doni terlihat sangat mencintaiku
dengan sepenuh hati. Seiring aku melihat mereka berdua berkelahi karena
hubungan mereka yang sudah tidak seindah dulu lagi sehingga akhirnya Andre
menyerah dan pergi kenegeri dimana negeri yang bisa menerima dia apa-adanya.
BELANDA. Dan aku disini masih hidup berbahagia dengan Doni dan kedua orang
anakku. Perjuanganku tidak berhenti disini, karena masalah hidupku bukan hanya
ini. Hidup keluargaku masih panjang dan membutuhkan perjuanganku. Benar sekali
kata kedua orangtuaku, sebuah rumah tangga itu butuh perjuangan. Bukan hanya
cinta.
Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan yang dijalani
atas dasar cinta, jika tidak ada maka buatlah. Hingga kamu tau bagaimana
indahnya berjuang demi cinta. Hidup berumah tangga tidak berjalan hanya dengan
satu kepala, maka jangan berpikir saja, tapi berjuanglah. Keluarga yang bahagia
adalah keluarga yang merasa menang atas perjuangan yang diraihnya sehingga dia
sadar bahwa rumah tangga bukan hanya 2 kata, tapi ada kata perjuangan
didalamnya. Berjuanglah! Seburuk apapun Rumah Tangga yang pernah kamu terima,
sehingga nanti kamu akan tersenyum melihat bahagia pada akhirnya. Ingatlah
bahwa rumah tangga dibentuk dengan cinta pada awalnya maka tidak ada kata
kesedihan sampai mati nya, kecuali untuk orang-orang yang tidak pernah berjuang
pada nasib Rumah Tangganya. Kalahlah dia!
Cinta bukan
bagaimana kita mendapatkannya, tapi bagaimana kita mempertahankannya.
Anton Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :