Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Jumat, 11 Mei 2012

TENTANG HUJAN

#CERPEN#

Disaat mungkin semua orang menyukai hujan untuk dinikmati sebagai sebuah keromantisan. Namun entah mengapa aku sangat membenci sekali akan kehadirannya. Jangankan hujan, untuk suasana mendungpun aku lebih memilih buta dari pada melihatnya. Kenangan pahit ini mungkin tidak dimiliki oleh semua orang. Tetapi aku tau dan merasa jelas bahwa ini akan mengingatkan aku pada suatu peristiwa yang tidak layak untuk diingat. Kehancuran manusia bernama Erlangga. Demi apapun aku mengatakan bahwa aku sudah tidak akan mau untuk mengenang kenangan pahit ini dan tidak akan pernah. Semua orang mungkin ingin merasakan keutuhan pada keluarganya. Kebahagiaan dicintai dan mencintai. Selayaknya sebuah keluarga terbentuk penuh dengan cinta. Semakin ada sesuatu yang akan mengingatkanku pada kisah itu. Maka sama halnya dengan aku memberikan ia pisau untuk menggores hatiku. Hatiku yang sudah mati ditinggal kenangan. Yang jelas. Aku sangat membenci HUJAN. Apapun itu yang berbau hal tersebut maka aku rela untuk membunuh siapapun yang mengingatkanku pada arti hujan. Hujan berarti kehancuran.
Hujan pertama:
Terduduk di bangku halte tepat siang tengah bolong mungkin akan dihindari untuk sebagian kalangan orang terutama kaum hawa yang berwajah cantik sepertinya. Siang itu dengan kucuran keringat membasahi tubuhku siang itu. Seakan menjadi air mineral bersih dan menonggak semua rasa kehausanku saat aku melihat gadis itu. Gadis berambut terjungkai aku menyebutnya. Aku menjulukinya seperti itu jelas sekali sangat beralasan. Karena gadis tersebut memiliki rambut model jaman sekarang yang sedikit terjungkai keatas. Awalnya aku berdiri tepat dibibir jalan untuk menunggu bus yang lewat menuju arah rumahku. Beginilah nasib mahasiswa pas pasan. Harus menunggu bus untuk pulang kerumah. Aku langsung memindahkan posisi letak tubuhku. Aku merebahkan tubuhku pada kursi halte dan terduduk manis memandangi gadis cantik dihadapanku. Aku seakan lunglai tak berdaya melihatnya. Cuaca panas saat itupun berubah menjadi sejuk dan mentari tak melihatkan sinarnya dengan gagah. Yah! Karena pandanganku hanya untuk gadis yang berada disampingku. Aku terus menatapinya dan terus menikmati keindahan wajahnya yang sangat luar bisaa. Gadis ini tidak cantik, namun menurutku dia sangat mempesona dan my type. Imajinasiku mulai berjalan tak tentu arah.
Keadaan orang berlarian riuh gaduh sangat mengganggu sekali. Tiba-tiba disaat semua orang berlari mencari perlindungan di halte tempat aku dan gadis berambut terjungkai berada. Yah! Tepat sekali, keadaan rusuh, imajinasiku hilang dan semua orang berhamburan karena hujan deras turun dengan dahsyatnya ditengah siang hari yang sangat panas sekali. Karena keadaan halte penuh sesak dengan kerumunan orang yang berlindung. Gadis berambut terjungkai tersebut mulai merapat membagi posisi ruang di halte itu. Dan luar biasanya. Dia merapat semakin dekat disampingku dan gadis itupun mulai terduduk tanpa cela disampingku. Tangannya mulai bersentuhan dengan kulit liarku dan nikmat sekali rasanya. Memang indah gadis yang tak akan pernah habis manis wajahnya.
Tak perlu repot-repot aku yang memulai pembicaraan duluan, gadis berambut terjungkai ini telalu berani mendahului perkenalan pertama kami.
“Maaf mas, maaf gak sengaja”. 
Karena keadaan halte yang penuh sesak akhirnya kami saling dorong mendorong dan tangan gadis berambut terjungkai tersebut terdorong dan mendorongku. Ingin sekali aku mengatakan tidak apa-apa. Dan keinginan untuk mengenal nya lebih jauh pun semakin tinggi. Namun datang seorang lelaki menggunakan mobil mewah milik orang kelas atas tiba-tiba berhenti didepan halte dan membunyikan klakson mencari perhatian seluruh orang yag berlindung di halte itu karena hujan. Gadis berambut terjungkai pun langsung masuk ke mobil mewah tersebut. Aku berharap lelaki itu adalah kakaknya.
“Iya sayang, sebentar”.
Gadis itu mengucapkan kata ‘sayang’ dengan sangat jelas terdengar ditelingaku bahwa lelaki itu memang kekasih pujaan hatinya. Dan mencoba untuk lepas dari kerumunan banyak orang gadis tersebut berhasil duduk nyaman di dalam kursi didalam mobil mewah itu. Dan hatiku gundah akan kenyamanannya. Karena merasa sia-sia, aku langsung berdiri memperbaiki posisi dan kembali kebibir jalan untuk menunggu bus yang lewat dan tak pernah memperdulikan hujan lagi.
Hujan Kedua:
Kegiatan kampus sangat melelahkan sekali membuat aku sampai tidak tau arah dan waktu hingga waktu larut malam. Tiba dirumah dan aku langsung menyalakan televisi. Seperti bisaa aku mendengar suara kedua orang tuaku saling saut menyaut seperti anjing bertemu dengan babi. Liar seperti dikebun binatang. Hujan lebat masih menemani malam itu. Dan aku sama sekali tidak merasa asing dengan keadaan yang terjadi dirumahku malam ini. Seperti lemparan barang barang pecah belah, pukulan atau apapun yang menjadi bahan keributan mereka berdua aku sudah sangat hapal. Dan besok paginya pasti mereka akan berjalan menuju mobil dengan bermesraan. Aku sudah bosan dengan keadaan seperti itu dan seperti bisaa, mesra. Aku pun tidak pernah memperdulikan malam itu, sama seperti malam-malam sebelumnya. Lebih berguna aku menikmati hujan yang turun dimalam ini sambil menonton DVD horror koleksiku dan menganggap mereka semua tidak ada dirumah ini. Aku lebih baik membahagiakan diriku sendiri malam ini.
Tanpa dirasa akhirnya aku terbawa suasana dan tertidur malam itu. Suasana ayah dan ibu semakin gaduh teriakan-teriakan kencangnya membangunkan tidurku malam itu. Mataku berlari ke jam dinding dihadapanku. Menunjukkan pukul 2 pagi dan hujan masih saja turun itu tandanya 4 jam sudah mereka bertengkar. Awet sekali tidak seperti biasanya. Biasanya hanya satu atau dua jam. Mungkin kali ini topiknya seru pikirku. Tanpa sengaja aku melihat ayah menampar ibu dengan sangat kerasnya akupun hanya menjadi penonton setia saja dirumah itu. Rumah neraka ciptaan iblis dan jin yang ada di seluruh dunia. Ibupun membalas tamparan ayah dengan tendangannya kemudian barang-barang kembali menjadi tumbal terbang melayang kesana kemari. Menunjukkan sikap tak perduli aku memutuskan untuk kembali tertidur dan menikmati malam ini. Di kursi didepan televisi menjadi tempat favoritku tidur jika musim hujan datang di malam hari. Karena tempat inilah yang membuatku merasa nyaman dan paling asik untuk beristirahat saat musim hujan.
Aku kembali terbangun lagi dan sekarang pukul 4 pagi. Dan kedua orang tuaku masih betengkar dengan slogan perkataan khas mereka yang sangat tidak pantas untuk dinikmati oleh ku sejak kecil. Kali ini yang membangunkanku bukan suara barang-barang pecah belah, bukan juga perkataan ayah yang sangat ber volume besar. Bukan juga suara pukulan-pukulan. Namun aku melihat ibuku terdorong oleh ayah di tangga rumahku. Dan aku langsung berlari menyelamatkan ibu dan ayahpun terkejut lalu ikut berlari menangkap ibu. Aku menggendong ibu yang telah telah lemah terbujur di bawah anak tangga menuju kamarku yang terletak di lantai 1. Aku memukul-mukul wajah ibu bermaksud untuk menyadarkanya atau minimal megetahui ekspresi yang ditimbulkan. Namun ibu tak bereaksi sedikitpun. Ayah semakin ketakutan. Dan kali ini aku benar-benar merasa marah pada ayah atas semua ini. Selama ini aku hanya cuek dan jengah melihat keadaan ini. Aku mendorong ayah dan terus memukul ayah kandungku sendiri hingga babak belur dan tersungkup dilantai. Aku marah pada ayah. Menurutku tidak ada seorang lelaki yang tega memperlakukan seorang wanita seperti ini. Dan tidak pernah ada yang boleh ada lelaki yang tega menyakiti seorang wanita seperti ini. Aku benar-benar khilaf malam itu. Ayahpun sedikit luka parah akibat pukulanku. Aku membawa ibu kerumah sakit dalam cuaca hujan deras saat itu dan merawat ibu dirumah sakit untuk beberapa hari. Dan batang hidung ayah tidak pernah nampak di pelupuk pintu ruang kamar rawat inap yang ditempati ibu. Dan kami pun memang tidak memperdulikannya lagi.
“Erlangga, ayahmu kemana? Tolong cari dia. Ibu tidak mau kalau ayahmu tidak kelihatan. Ibu sangat mencintai ayahmu Erlangga. Mungkin saat ini ayahmu belum makan. Ibu harus memasakkan untuknya dan segera keluar dari ruangan ini”.
Ibu memang wanita yang begitu istimewa. Meski hampir tiap malam berkelahi dengan ayah dengan judul yang ada-ada saja. Namun tetap saja ibu menanti ayah kembali dan memaafkannya. Hal tersebutlah yang mebuat aku jengah dan tidak memperdulikan perkelahian yang mereka timbulkan tiap malam dirumah.
“Sudahlah bu, gak usah perduliin ayah. Biarin aja dia mau gimana sesukanya. Malah lebih bagus kita hidup tanpa dia. Ibu harus yakin kalau ibu bisa hidup tanpa ayah. Ibu gak bosen tiap malam bertengkar dengan ayah? Ini semua demi kebaikan ibu dan kita semua. Jangan ibu memperdulikan ayah lagi. Begitupun Erlangga”.
Ibu mulai menangis mendengar perkataanku dan mungkin lebih tepatnya tangisan itu adalah tangisan kekecewaan yang ditimbulkan dari kekhawatiran ibu akan cintanya pada ayah.
Ibupun pulang dari rumah sakit. Dan aku membawa ibu menuju kamar dengan membopongnya. Karena ibu masih tidak kuat untuk berjalan. Aku tidak melihat sosok ayah dirumah dan memang aku juga sudah tidak memperdulikannya.
“Erlangga, ayahmu juga ternyata tidak ada dirumah. Kemana beliau? Cepat sekarang juga cari ayahmu. Ibu ingin memeluknya. Ibu rindu ayah”.
“Ibu tenang saja, aku akan cari ayah. Sekarang yang paling penting ibu jaga kondisi ibu. Kata dokter ibu tidak boleh banyak pikiran”.
Mulai saat itu aku mencari ayah kemanapun yang aku tau. Aku mencoba untuk menghubungi kantor ayah, ternyata pihak kantor mengatakan bahwa ayah telah mengundurkan diri seminggu yang lalu. Sudah seminggu lebih aku mencari lelaki yang paling aku benci didunia ini. Mungkin kalau bukan karena ibu. Aku sudah membunuhnya. Ini semua karena ibu. Kondisi ibupun semakin menurun. Kata dokter ibu terkena penyakit aku lupa namanya. Yang jelas munkin kehadiran ayah dapat mengobati penyakit ibuku. Sampai saat inipun aku tidak menemukan ayah. Dan aku tidak berani bilang pada ibu kalau ayah mungkin sudah menghilang dari kita semua yang kita tidak tau tempatnya. Tapi tidak mungkin aku membiarkan ibu mendengar itu. Aku semakin khawatuir malah kondisi ibu semakin memburuk. Setiap hari aku menuju kamar ibu dan melihat ibu terbaring membuat hatiku terkikis.
Hujan ketiga:
Menjadikan band sebuah profesi adalah sebuah keberanian jalan yang  sudah aku ambil selama hidup. Aku terlalu berani, mengambil resiko. Namun mau apa lagi karena aku memang sudah merasa yakin karena bermain band bukan lagi hobi tapi pekerjaan buatku. Apalagi saat ini band yang aku naungi sudah masuk minor label sekelas indie dan akupun sudah memiliki nama baik di kota ini. Dan aku pun sangat menikmatinya meskipun semua keluargaku menentang atas keputusanku ini. Setidaknya ini sudah memberikan aku jalan untuk tetap hidup dan menjadi diriku sendiri. Menjadi anak band sudah mendarah daging masuk dalam setiap serat-serat dan pembuluh dalam nadiku.
“Kita gak bisa bertahan dikondisi begini. Kita udah 8 tahun, dari SMA bro, gak mungkin kita bubar gitu aja. Walaupun kita cuma sekelas indie. Gw yakin kalo kita bakal besar dan mau di gimanain fans kita yang sudah kenal begitu dekat dengan kita, band ini. Gw sekarang masih gak ngerti kenapa kesepakatan bubar menjadi jalan akhir. Padahal sedikit masalah pun gak ada. Perbedaan juga gak. Konflik kita gak pernah punya, Semua masalah yang biasanya jadi perpecahan sebuah band itu gak ada dikita. Jadi gak ada alasan untuk kita bubar. Dimana komitmen-komitmen kalian dulu? Kemana semua itu?”
Aku meyakinkan teman-temanku dan menendang sebuah drum di basecamp kami. Tepatnya dirumahku. Semua hening dan terdiam, berfikir secara dewasa atas keputusan yang sudah mereka buat. Dan didalam keheningan Gian berbicara
“Setelah hujan reda, gw bakal balik dan kembali menata mimpi gw kedepan. Dan gw harap bukan di band ini. Bukan pada Band ini. Kalau lo semua masih merasa yakin bakal bisa hidup dan sukses dengan nama besar band ini. Gw gak maksa. Yang jelas, tuntutan hidup gw yang membawa gw dalam keadaan begini. Keluarga gw kena musibah bangkrut dan om gw nawarin gw kerja dikantornya. Gak ada pilihan, gak kerja disana berarti gw gak bisa nanggung beban hidup keluarga gw. Sekali lagi sorry”.
“Gw juga sama, kayaknya gw bakal pulang sekarang meskipun hujan gak reda-reda. Kayaknya hujan deres kaya gini lama berentinya. Biar aja gw basah-basahan. Memang dulu kita punya komitmen untuk menjadikan band ini nyawa dari diri kita. Raga dari tubuh kita, kekuatan. Tapi lo semua gw harap bisa ngearasain gimana kalo sudah jatuh cinta dengan cewek sampai mati. Dan lo tu rela berkorban apa aja demi dy. Dan yang pasti gw cinta banget dengan stella. Orang tua stella gak pernah mau ngijinin kita nikah kalo gw masih ngeband. Dan keluarga dia rela ngasih satu kursi di perusahaan bokapnya stella untuk gw kalo gw udah serius sama stella. Gw harap lo semua ngerti. Gw cinta banget band ini. Tapi gw juga cinta stella dan masa depan gw”.
Eza membuat emosiku semakin memuncak. Bisa-bisanya dia hanya karena seorang wanita untuk keluar dari band ini. Dy seakan lupa dengan komitmen yang sudah kita buat ---Cewek bagian kedua setelah band---. Oni dan Dino tetap terdiam menundukkan wajahnya. Mereka mengargai marahku dan aku pun semakin geram kepada mereka. Aku semakin geram terhadap janji-janji yang mereka utarakan dulu.
Memang bandku tidak sebesar pada masa jayanya dulu. Dulu bandku merupakan satu-satunya band indie terbesar di kota kami sehingga dulu penghasilan yang kita dapatkan sangat berlebihan dan kita foya-foya kan bersama-sama. Produser kami selalu menjanjikan kepada kami kalau kami akan menuju mayor label. Namun sampai detik ini itu sudah menjadi kabar burung. Apalagi saat beberapa tahun terakhir saat nama band kami mulai surut dan kami sudah mulai tidak dikenal. Mungkin angan-angan tersebut semakin jauh terbentang. Kami semua terdiam dan masih terdiam di tempat biasa dimana kami jadikan lokasi latihan. Kami seakan berfikir tentang masa depan kami bukan individu. Masa depan dari band yang sudah terbentuk sekian tahun lamanya.
“Gw pulang sekarang, gw nebeng Eza aja. Motor gw, gw tinggal di sini dulu ya ngga. Besok gw ambil. Ujan gak reda-reda ni kayaknya”.
Oni dan Dino menambahkan
“Gw sama dino juga ikutan nebeng mobil lo”.
Mereka semua akhirnya pulang dari rumahku. Dan dari singgasana terbesar istana kami. Dan begitu saja menghancurkan impianku, komitmenku dan mimpi band ini.

Hujan keempat:
 Hidup bersama teman-teman sebaya menghabiskan waktu hingga tak mengenal jam berdetak sudah menjadi kebiasaan aku dan teman-temanku saat ini. Rido, Topan, dan Alex. Mereka menjadi sahabat karib dalam masa-masa kehancuran hidupku. Disaat semua orang sudah tidak menganggap lagi aku ada di dunia ini. Merekalah yang membuat aku bisa bertahan dan menyatakan dengan tegas kalau aku milik mereka dan kita saling memiliki dalam satu jiwa. Persahabatan ini sudah abadi sejak kehancuran hidup justru baru dimulai. Aku hanya ingin mencoba menantang dunia. Bahwa makhluk setidak berguna akupun berhak mempunyai pengakuan didunia ini. Dan aku memiliki jiwa tersendiri dalam pertemanan ini
Rido, Topan, Alex dan aku selalu menghabiskan waktu kami bersama. Hampir tiap malam kami keluyuran tak jelas di kota Jakarta. Kota ini memang sudah liar sebelum aku memutuskan kehancurannya sendiri. NOKTURNAL. Tapi sayangnya kami manusia dan bukan binatang. Kami menjadikan siang menjadi malam dan malam seakan siang, menghabiskan waktu dengan bersenang-senang adalah keseharian kami. Datang ke club malam, minum alcohol sudah menjadi menu sarapan kami sehari-hari. Apalagi makhluk yang bernama wanita. Sudah berapa wanita berhasil kami taklukan dan kami tiduri bersama-sama secara bergantian. Iya. Inilah hidup kami. Hidup lelaki keabadian.
Tempat nongkrong biasa kami menunggu wanita yang akan kami kencani setiap malam biasanya adalah kedai Zinah. Bukan berarti kedai ini tempat kami berzinah. Mungkin penamaan pada tempat makan ini hanya salah satu daya tarik untuk sebagian pengunjung di malam hari. Karena jelas konsumennya pun berasal dari karakter-karakter konsumen seperti kami. Anak malam, lelaki keabadian. Server tempat makan ini pun sampai kenal dengan menu favortite kami. Roti bakar dan beer.
“Mana nih cewek yang kita tunggu-tunggu. Kayaknya cantik aku udah di mms in fotonya. Meskipun agak gemuk sedikit. Tapi kurasa mantap lah kita genjotnya”.
Semua tertawa kegirangan.
“Kita gak tau si Erlangga kuat atau tidak itu. Sudah terlalu mabuk tampaknya dia”. Aku sangat mabuk sekali malam itu. Malam kelabu yang membuat takdir hidupku semakin berwarna.
Malam ini nampaknya hujan turun tiba-tiba. Semua rencana kami takutkan akan gagal. Gadis yang akan kami nikmati malam ini adalah gadis paling cantik dan terbaik yang pernah kami kencani. Nampaknya dia dan rekannya agak sedikit terlambat karena hujan memang lumayan deras. Kamipun menghabiskan waktu dengan bercanda malam itu. Server kedai tersebut memanggil kami dan selalu menegur kami karena kami memang terlalu gaduh untuk tempat makan sekecil itu. Karena memang orang mabuk tidak akan sadar apa yang dia inginkan. Gadis tersebut tak kunjung datang dan hujan tidak berhenti. Kami nekat untuk menghampiri langsung kos miliknya. Karena dia dan teman-temannyalah yang akan berpesta sex dengan kami di malam ini. Kami pun tak akan pernah melewati malam ini seperti malam-malam biasanya apalagi semua gadisnya malam ini sangat istimewa dan special.
Gadis manapun akan takluk dengan ketampanan kami. Karena memang kami berempat memiliki wajah yang dianugerahi untuk menikmati sex. Menggairahkan. Mesin motor dinyalakan. Aku seharusnya di bonceng dengan Ridho, namun nampaknya ridho minum terlalu banyak malam itu. Dan dia jauh mabuk melebihi aku. Lalu aku memutuskan untuk keselamatan diriku. Aku yang menyupir sementara Ridho aku bonceng dibelakang. Dengan menggebu-gebu kami berangkat menuju kos wanita tersebut dan tibalah kami pada sebuah kos khusus wanita di Jakarta. Ternyata pasangan kencan kami malam ini seluruhnya mahasiswi universitas swasta di Jakarta dan sangat luar biasa. Mereka tidak ada yang tidak cantik malam itu. Dan keempat gadis tersebut ternyata sudah bersiap untuk pergi dan menunggu hujan reda. Karena memang hujan malam itu sangat deras. Semua itu terlihat dari dandanan mereka yang sangat cantik. ---PRIA DILARANG MASUK--- Tulisan itu jelas terpampang lebar di kos para gadis itu. Kamipun menunggu mereka diluar saja sambil mengintip lewat gerbang. Keadaan basah kuyup tdak menjadikan niat kami reda saat itu. Dan mantel yang kami miliki pun dikenakan pada para gadis agar kecantikan mereka tetap utuh sampai kami nikmati nanti. Rumah Topan memang sangat pas untuk kami melakukan sex party. Karena jauh dari keramaian dan Topan memang tinggal sendiri dalam rumah sebesar ini karena kedua orang tuanya di Surabaya dan Topan memang asli orang sana. Rumah ini dibeli karena disediakan untuk keluarga Topan yang sering berlibur ke Jalarta. What Ever! Yang penting kami bersenang-senang malam ini di rumah Topan.
“JELEGAAAAAAAAAAR”
akhirnya motorku menabrak sebuah mobil di depan rumah Topan persis saat aku ingin masuk kedalam garasi. Kejadian tersebut terjadi dengan sangat tiba-tiba dan tidak diduga. Dan aku beserta gadis yang aku bonceng terpental terpisah dua arah. Namanya melita. Dia tak bernafas seketika saat Alex mencoba memerika nadinya pada jasad yang terkapar di aspal persis didepan rumah Topan. Sementara Topan dan Ridho sibuk memukuli pemuda yang menyupir mobil tersebut. Padahal ini murni memang kesalahan aku. Karena kau mabuk dan tidak sadar 100%. Aku tidak sadar karena mobil itu membunyikan klakson dan aku terus menjalankan motor milik Melita yang aku kendarai. Semua panic, semua hilang arah dan semua kebingungan. Para wanita berteriak-teriak meminta tolong dan sebagian menolongku karena aku benar-benar tidak bisa berdiri. Aku terluka parah dan seketika pingsan begitu saja. Hujan berhenti begitu saja. Membawa aliran sisa-sisa darah najis yang aku buang dari tubuhku malam itu.
Hujan Terakhir:
UTOPIA – HUJAN

Rinai hujan basahi aku
temani sepi yang mengendap
kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu

Segalanya seperti mimpi
kujalani hidup sendiri
andai waktu berganti
aku tetap tak'kan berubah

Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo

Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku
tentang kau dan hujan
tentang cinta kita
yang mengalir seperti air

Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo

Aku bisa tersenyum sepanjang hari
karena hujan pernah menahanmu disini

“Namanya Gina”.
Seru Anton. Aku sangat girang sekali ketika aku mengetahui nama gadis itu meskipun aku tak dapat memilikinya. Jelas sekali kalau dia sudah milik orang lain. Milik orang yang memang lebih pantas dari pada aku. Lelaki cacat yang hanya punya satu kaki. Erlangga Dian Anugerah mungkin tidak akan mempunyai cinta untuk selamanya. Itulah sumpahku, sumpah bersama-sama. Aku teringat saat hujan menjadi saksi pertemuan aku dengan Gina, gadis berambut terjungkai namun sekarang rambutnya sudah terurai dan terlihat makin cantik. Adzan sudah berbunyi menandakan aku hendak sholat ashar. Pak Asep, pembantu yang ditugaskan paman untuk merawatku selamanya. Selama Tuhan tiba-tiba memunculkan satu lagi kaki untukku. Setelah sholat ashar hujan turun dengan lebatnya. Namun kenapa hujan ini seperti pertanda akan terjadi bencana. Hujan yang memang jarang ditemukan di Indonesia. Seperti pertanda badai akan datang. Aku tertidur pulas menikmati sore itu.
Ketika aku terbangun untuk segera menunaikan sholat maghrib, itupun Pak Asep yang membangunkanku. Hujan belum juga reda dan langit menghitam lebih awal dari biasanya. Dan aku segera menunaikan sholat bersama Pak Asep.
“Mas, diluar ada wanita yang selama ini mas kagumi dan mas cari-cari. Mbak Gina”. Seru anton dengan semangat. Anton adalah anak Pak Asep yang setia menjadi temanku karena Anton seusia denganku menjelang 30 Tahun. Akhirnya anton membawa Gina masuk kerumahku dan itulah pertama kalinya aku menatap wajahnya dengan benar-benar menatap. Aku juga tidak tau kenapa anton bisa membujuk Gina untuk masuk kerumah dan bagaimana juga Anton bisa tau bahwa namanya adalah Gina. Tapi itu jelas sebuah kebetulan Gina hadir malam itu tepat dihadapanku. Didepan wajahku jauh lebih cantik dari saat dulu aku menatapnya. Namun selama ini aku hanya menjadi pemuja rahasianya saja dan dia pun tidak pernah tau akan hal itu. Dulu aku sempat lupa dengan Gina dan kembali ingat kembali saat aku mulai tersadar akan hidupku. Dengan satu kaki yang aku miliki. Oleh sejak itu aku menjadi pemuja rahasia Gina.
“Maaf, mas. Aku numpang mampir. Aku Cuma kewarung bentar, tiba-tiba hujan langsung turun dengan lebat. Jadi aku berteduh didepan”.
“Gak papa, silahkan masuk”
aku mengajak dengan usaha suara keromantisanku. Yang jelas. Berkat hujan malam itu. Aku lebih banyak tau tentang dirinya. Tentang siapa Gina. Meskipun aku tidak akan pernah akan memilikinya. Namun aku sadar dan merasa mampu untuk menahan rasa cintaku sendirian. Karena aku yakin suatu saat nanti Gina akan benar-benar bahagia. Dan ternyata…
“Aku tinggal dua rumah dari sini. Suamiku sedang diluar kota. Jadi aku sendirian dirumah”.
Gina telah menikah dengan lelaki pujaan hatinya. Yang dulu ia pacari tepat seperti lelaki yang menjemputnya di halte itu. Dan hujan semakin lama turun dan waktu menunjukkan pukul 10 malam. Tiba-tiba bel berbunyi dan Gian, Eza, Doni dan Oni datang. Ternyata mereka sudah janjian untuk datang tepat di hari ulang tahunku. Meskipun aku sudah tidak memiliki impian dan band yang dulu aku agung-agungkan. Setidaknya aku masih memiliki mereka. Aku masih memiliki rasa persahabatan mereka. Disaat dulu aku terjerumus ke lembah hitampun aku sudah tidak ingin mengenal mereka. Namun ternyata mereka tetap mencari tau keberadaan dan kabarku. Persahabatan kami memang jauh lebih abadi dari pada persahabatan yang pernah tercipta didunia ini.
Malam ini akhirnya aku mengajak mereka semua untuk makan malam di sebuah café ternama di Jakarta dan aku juga mengajak Gina. Malam itu juga aku berangkat bersama Pak Asep dan Anton. Hujan ini adalah hujan paling lama yang pernah hadir dalam kisah kelamku selama itu. Hampir saja aku tidak pernah mengenal ada hujan kebahagiaan. Tapi malam ini. Ketika semua kegagalan dahulu yang mulai menimbulkan kembali benih-benih harapan muncul. Dan malam ini adalah hujan kebahagiaan pertama yang pernah aku miliki. Kami tiba di café bercanda dengan riangnya mengenang masa lalu. Dan tak segan-segan sahabat-sahabatku pun meledekku untuk sedikit mengejek kepada Gina. Yang jelas sejak saat aku bertemu dengannya di halte aku sudah mencintainya.
Disaat mereka semua asyik bercanda aku seperti melihat kembali bayangan ibu pada foto seorang ibu di dinding café itu. Café yang kami datangi adalah café eksklusif. Jadi menu yang ada pun menu khas barat. Dan hiasannya pun begitu. Aku mendekati foto ibuku dan air mataku menetes mengenang semasa ibu hidup. Menyesal sekali rasanya aku tidak pernah menjadi anak yang baik disaat beliau masih sehat. Sampai detik inipun aku tidak pernah merasakan kasih sayang keluarga. Tapi aku punya cinta dari Gina dan para sahabatku. Oni menghampiriku dan menghapus air mataku
“tenang aja kali Ngga, meski udah gak ada, tapi nama dan raganya masih lo simpen kan dihati lo. Besok kita temenin lo untuk ziarah kemakan nyokap lo yah!”.
Oni membalikkan kursi rodaku kembali kearah meja makan dan sepertinya aku melihat sesosok wajah pria yang sangat aku kenal yang juga menatapku. Yah jelas itu Topan. Ternyata dia menatapku sedari tadi aku tidak sadar. Topan syok melihat keadaanku, Ketika Topan sadar aku melihatnya, dia segera menghampiriku dan ikut bergabung dalam perbincangan malam itu. Ternyata sudah banyak hal yang berubah dari Topan. Sekarang dia sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak kecil berumur 5 tahun dan café inipun miliknya. Dia sudah sangat mandiri dan menjadi lelaki sejati yang benar-benar sejati saat ini. Topan juga menceritakan kabar teman-teman lainnya Ridho dan Alex. Sekarang alex sudah kuliah diluar negeri dan menjadi ilmuan sejati seperti mimpi kedua orang tuanya. Dan ridho menjadi seorang ustad dan menetap di sebuah pesantren terpencil di daerah terpencil Wonosobo. Dan alex sendiripun lebih memilih untuk menetap dijakarta dan melanjutkan usaha dari ayahnya. International Café. Luar biasa. Semua hal yang telah menjadi cerita di masa lalu kini datang menghampiri satu persatu. Semua lengkap menjadi satu rangkaian cerita. Cerita tentang hujan yang kelam membawa cerita kebahagiaan dan hujan juga tetap menjadi saksi cerita hidupku malam ini. Meskipun aku tidak pernah tau bagaimana kebahagiaan hidup yang aku miliki kedepan dengan keterbatasanku. Setidaknya aku masih memiliki cinta dari semua yang seharusnya pergi jauh meninggalkanku. Tuhan seperti mengirim mereka kembali untukku. Untuk memberi kebahagiaan untukku. Dan aku mulai tersadar bahwa Tuhan itu adil dan Tuhan itu menyimpan makna terpendam dari semua kisah yang pernah ada. Karena Tuhan mengatur semuanya itu dengan indah. Aku merasakan kehadiran Ridho dan Aleks disini. Dan yang pastinya ibuku ada disini. Sedang duduk tersenyum manis dihatiku melengkapi cerita ini. Cerita indah yang hanya aku yang tau alurnya. Bersama Hujan yang siap menjadi saksinya. Cerita tentang aku dan hidupku. Sementara hujan tersenyum melihat akhir ceritanya.
# Ayah telah kembali dan aku mengajaknya untuk tinggal bersamaku. Aku berhasil menemukannya. Dan ibu pasti tersenyum di surga.
# Aku menikah dengan Gina dan Gina bercerai dengan suaminya karena suaminya selingkuh dengan sekretaris pribadinya.
# Anakku dengan Gina serta anak dari Oni, Doni, Eza, dan Gian membentuk sebuah grup band nasional yang sekarang sudah sangat terkenal di Indonesia.
# Aku, Ridho, Topan dan Aleks merintis usaha bersama di berbagai bidang dan kami mengatasnamakan usaha kami atas nama “Liar Company”. Keuntungan yang kami dapat sepenuhnya untuk mendukung program LSM membasmi sex bebas, alcohol dsb.
Dan Hujan ikut hadir pada akhir cerita kebahagiaanku dan hidupku.

Lagi-lagi cinta yang berkorban untuk sebuah permasalahan dan cinta juga bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Cinta ternyata punya nyali yang begitu tinggi. Kegagalan pada masa lalu yang membawa kita tak pernah mengenal cinta. Namun cinta siap begitu saja kembali memperkenalkan dirinya sampai kita tahu dan menyesal karenanya, karena telah menyakitinya. Karena menyakiti cinta. Hidup tidak dimulai dari hari ini dan hidup tidak juga berdiri pada detik ini. Hidup ini berjalan pada alur kehidupan. Dan cinta akan memberikan jawaban yang tepat pada detik waktu yang dianggapnya sempurna. Sadarlah!.

Tuhan itu sabar melihat hambanya yang binal, Tuhan itu sabar melihat umatnya memandang cinta, Tuhan itu sabar melihat semua permasalahan umatnya, Tuhan sabar ketika kecewa dengan umatnya. Tuhan itu sabar melihat kita.
 Anton Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :