#CERPEN#
Disaat mungkin semua orang menyukai hujan untuk dinikmati sebagai sebuah
keromantisan. Namun entah mengapa aku sangat membenci sekali akan kehadirannya.
Jangankan hujan, untuk suasana mendungpun aku lebih memilih buta dari pada
melihatnya. Kenangan pahit ini mungkin tidak dimiliki oleh semua orang. Tetapi
aku tau dan merasa jelas bahwa ini akan mengingatkan aku pada suatu peristiwa
yang tidak layak untuk diingat. Kehancuran manusia bernama Erlangga. Demi
apapun aku mengatakan bahwa aku sudah tidak akan mau untuk mengenang kenangan
pahit ini dan tidak akan pernah. Semua orang mungkin ingin merasakan keutuhan
pada keluarganya. Kebahagiaan dicintai dan mencintai. Selayaknya sebuah
keluarga terbentuk penuh dengan cinta. Semakin ada sesuatu yang akan
mengingatkanku pada kisah itu. Maka sama halnya dengan aku memberikan ia pisau
untuk menggores hatiku. Hatiku yang sudah mati ditinggal kenangan. Yang jelas.
Aku sangat membenci HUJAN. Apapun itu yang berbau hal tersebut maka aku rela
untuk membunuh siapapun yang mengingatkanku pada arti hujan. Hujan berarti kehancuran.
Hujan pertama:
Terduduk di bangku halte tepat siang tengah bolong mungkin akan
dihindari untuk sebagian kalangan orang terutama kaum hawa yang berwajah cantik
sepertinya. Siang itu dengan kucuran keringat membasahi tubuhku siang itu.
Seakan menjadi air mineral bersih dan menonggak semua rasa kehausanku saat aku
melihat gadis
itu. Gadis berambut terjungkai aku menyebutnya. Aku menjulukinya seperti itu jelas sekali sangat
beralasan. Karena gadis tersebut memiliki rambut model jaman sekarang yang sedikit
terjungkai keatas. Awalnya aku berdiri tepat dibibir jalan untuk menunggu bus
yang lewat menuju arah rumahku. Beginilah nasib mahasiswa pas pasan. Harus
menunggu bus untuk pulang kerumah. Aku langsung memindahkan posisi letak
tubuhku. Aku merebahkan tubuhku pada kursi halte dan terduduk manis memandangi gadis cantik dihadapanku. Aku seakan lunglai tak berdaya
melihatnya. Cuaca panas saat itupun berubah menjadi sejuk dan mentari tak melihatkan
sinarnya dengan gagah. Yah! Karena pandanganku hanya untuk gadis yang berada
disampingku. Aku terus menatapinya dan terus menikmati keindahan wajahnya yang
sangat luar bisaa. Gadis ini tidak cantik, namun menurutku dia sangat mempesona
dan my type. Imajinasiku mulai berjalan tak tentu arah.
Keadaan orang berlarian riuh gaduh sangat mengganggu sekali. Tiba-tiba disaat semua
orang berlari mencari perlindungan di halte tempat aku dan gadis berambut
terjungkai berada. Yah! Tepat sekali, keadaan rusuh, imajinasiku hilang dan
semua orang berhamburan karena hujan deras turun dengan dahsyatnya ditengah
siang hari yang sangat panas sekali. Karena keadaan halte penuh sesak dengan kerumunan orang yang
berlindung. Gadis berambut terjungkai tersebut mulai merapat membagi posisi
ruang di halte itu. Dan luar biasanya. Dia merapat semakin dekat disampingku
dan gadis itupun mulai terduduk tanpa cela disampingku. Tangannya mulai
bersentuhan dengan kulit liarku dan nikmat sekali rasanya. Memang indah gadis
yang tak akan pernah habis manis wajahnya.
Tak perlu repot-repot aku yang memulai pembicaraan duluan, gadis
berambut terjungkai ini telalu berani mendahului perkenalan pertama kami.
“Maaf mas, maaf gak sengaja”.
Karena keadaan halte yang penuh sesak akhirnya kami saling dorong mendorong dan tangan
gadis berambut terjungkai tersebut terdorong dan mendorongku. Ingin sekali aku
mengatakan tidak apa-apa. Dan keinginan untuk mengenal nya lebih jauh pun
semakin tinggi. Namun datang seorang lelaki menggunakan mobil mewah milik orang
kelas atas tiba-tiba berhenti didepan halte dan membunyikan klakson mencari perhatian seluruh orang yag berlindung
di halte itu karena hujan. Gadis berambut terjungkai pun langsung masuk ke
mobil mewah tersebut. Aku berharap lelaki itu adalah kakaknya.
“Iya sayang, sebentar”.
Gadis itu mengucapkan kata ‘sayang’ dengan sangat jelas terdengar ditelingaku bahwa lelaki itu memang kekasih pujaan hatinya. Dan
mencoba untuk lepas dari kerumunan banyak orang gadis tersebut berhasil duduk
nyaman di dalam kursi didalam mobil mewah itu. Dan hatiku gundah akan
kenyamanannya. Karena merasa sia-sia, aku langsung berdiri memperbaiki posisi
dan kembali kebibir jalan untuk menunggu bus yang lewat dan tak pernah
memperdulikan hujan lagi.
Hujan Kedua:
Kegiatan kampus sangat melelahkan sekali membuat aku sampai tidak tau arah dan waktu
hingga waktu larut malam. Tiba dirumah dan aku langsung menyalakan televisi. Seperti bisaa aku
mendengar suara kedua orang tuaku saling saut menyaut seperti anjing bertemu
dengan babi. Liar seperti dikebun binatang. Hujan lebat masih menemani malam itu.
Dan aku sama sekali tidak merasa asing dengan keadaan yang terjadi dirumahku
malam ini. Seperti lemparan barang barang pecah belah, pukulan atau apapun yang menjadi bahan
keributan mereka berdua aku sudah sangat hapal. Dan besok paginya pasti mereka
akan berjalan menuju mobil dengan bermesraan. Aku sudah bosan dengan keadaan
seperti itu dan seperti bisaa, mesra. Aku pun tidak pernah memperdulikan malam itu,
sama seperti malam-malam sebelumnya. Lebih berguna aku menikmati hujan yang turun dimalam ini
sambil menonton DVD horror koleksiku dan menganggap mereka semua tidak ada
dirumah ini. Aku lebih baik membahagiakan diriku sendiri malam ini.
Tanpa dirasa akhirnya aku terbawa suasana dan tertidur malam itu.
Suasana ayah dan ibu semakin gaduh teriakan-teriakan kencangnya membangunkan tidurku malam itu.
Mataku berlari ke jam dinding dihadapanku. Menunjukkan pukul 2 pagi dan hujan
masih saja turun itu tandanya 4 jam sudah mereka bertengkar. Awet sekali tidak seperti
biasanya. Biasanya hanya satu atau dua jam. Mungkin kali ini topiknya seru
pikirku. Tanpa sengaja aku melihat ayah menampar ibu dengan sangat kerasnya
akupun hanya menjadi penonton setia saja dirumah itu. Rumah neraka ciptaan iblis dan jin yang ada di
seluruh dunia. Ibupun membalas tamparan ayah dengan tendangannya kemudian
barang-barang kembali menjadi tumbal terbang melayang kesana kemari.
Menunjukkan sikap tak perduli aku memutuskan untuk kembali tertidur dan menikmati malam ini. Di kursi didepan televisi menjadi tempat favoritku
tidur jika musim hujan datang di malam hari. Karena tempat inilah yang membuatku
merasa nyaman dan paling asik untuk beristirahat saat musim hujan.
Aku kembali terbangun lagi dan sekarang pukul 4 pagi. Dan kedua orang
tuaku masih betengkar dengan slogan perkataan khas mereka yang sangat tidak
pantas untuk dinikmati oleh ku sejak kecil. Kali ini yang membangunkanku bukan
suara barang-barang pecah belah, bukan juga perkataan ayah yang sangat ber
volume besar. Bukan juga suara pukulan-pukulan. Namun aku melihat ibuku terdorong
oleh ayah di tangga rumahku. Dan aku langsung berlari menyelamatkan ibu dan ayahpun terkejut lalu
ikut berlari menangkap ibu. Aku menggendong ibu yang telah telah lemah terbujur
di bawah anak tangga menuju kamarku yang terletak di lantai 1. Aku memukul-mukul
wajah ibu bermaksud untuk menyadarkanya atau minimal megetahui ekspresi yang
ditimbulkan. Namun ibu tak bereaksi sedikitpun. Ayah semakin ketakutan. Dan kali ini
aku benar-benar merasa marah pada ayah atas semua ini. Selama ini aku hanya
cuek dan jengah melihat keadaan ini. Aku mendorong ayah dan terus memukul ayah
kandungku sendiri hingga babak belur dan tersungkup dilantai. Aku marah pada
ayah. Menurutku tidak ada seorang lelaki yang tega memperlakukan seorang wanita
seperti ini. Dan tidak pernah ada yang boleh ada lelaki yang tega menyakiti
seorang wanita seperti ini. Aku benar-benar khilaf malam itu. Ayahpun sedikit
luka parah akibat pukulanku. Aku membawa ibu kerumah sakit dalam cuaca hujan
deras saat itu dan merawat ibu dirumah sakit untuk beberapa hari. Dan batang
hidung ayah tidak pernah nampak di pelupuk pintu ruang kamar rawat inap yang
ditempati ibu. Dan kami pun memang
tidak memperdulikannya lagi.
“Erlangga, ayahmu kemana? Tolong cari dia. Ibu
tidak mau kalau ayahmu tidak kelihatan. Ibu sangat mencintai ayahmu Erlangga.
Mungkin saat ini ayahmu belum makan. Ibu harus memasakkan untuknya dan segera
keluar dari ruangan ini”.
Ibu memang wanita yang begitu istimewa. Meski hampir tiap malam berkelahi dengan ayah dengan judul
yang ada-ada saja. Namun tetap saja ibu menanti ayah kembali dan memaafkannya.
Hal tersebutlah yang mebuat aku jengah dan tidak memperdulikan perkelahian yang mereka
timbulkan tiap malam dirumah.
“Sudahlah bu, gak usah perduliin ayah. Biarin
aja dia mau gimana sesukanya. Malah lebih bagus kita hidup tanpa dia. Ibu harus
yakin kalau ibu bisa hidup tanpa ayah. Ibu gak bosen tiap malam bertengkar
dengan ayah? Ini semua demi kebaikan ibu dan kita semua. Jangan ibu
memperdulikan ayah lagi. Begitupun Erlangga”.
Ibu mulai menangis mendengar perkataanku dan mungkin lebih tepatnya
tangisan itu adalah tangisan kekecewaan yang ditimbulkan dari kekhawatiran ibu
akan cintanya pada ayah.
Ibupun pulang dari rumah sakit. Dan aku membawa ibu menuju kamar dengan
membopongnya. Karena ibu masih tidak kuat untuk berjalan. Aku tidak melihat
sosok ayah dirumah dan memang aku juga sudah tidak memperdulikannya.
“Erlangga, ayahmu juga ternyata tidak ada
dirumah. Kemana beliau? Cepat sekarang juga cari ayahmu. Ibu ingin memeluknya.
Ibu rindu ayah”.
“Ibu tenang saja, aku akan cari ayah. Sekarang
yang paling penting ibu jaga kondisi ibu. Kata dokter ibu tidak boleh banyak
pikiran”.
Mulai saat itu aku mencari ayah kemanapun yang aku tau. Aku mencoba
untuk menghubungi kantor ayah, ternyata pihak kantor mengatakan bahwa ayah
telah mengundurkan diri seminggu yang lalu. Sudah seminggu lebih aku mencari
lelaki yang paling aku benci didunia ini. Mungkin kalau bukan karena ibu. Aku
sudah membunuhnya. Ini semua karena ibu. Kondisi ibupun semakin menurun. Kata dokter ibu terkena penyakit aku
lupa namanya.
Yang jelas munkin kehadiran ayah dapat mengobati penyakit ibuku. Sampai saat
inipun aku tidak menemukan ayah. Dan aku tidak berani bilang pada ibu kalau
ayah mungkin sudah menghilang dari kita semua yang kita tidak tau tempatnya.
Tapi tidak mungkin aku membiarkan ibu mendengar itu. Aku semakin khawatuir
malah kondisi ibu semakin memburuk. Setiap hari aku menuju kamar ibu dan
melihat ibu terbaring membuat hatiku terkikis.
Hujan ketiga:
Menjadikan band sebuah profesi adalah sebuah keberanian jalan yang sudah aku ambil selama hidup. Aku terlalu
berani, mengambil resiko. Namun mau apa lagi karena aku memang sudah merasa yakin karena bermain band bukan lagi hobi
tapi pekerjaan buatku. Apalagi saat ini band yang aku naungi sudah masuk minor
label sekelas indie dan akupun sudah memiliki nama baik di kota ini. Dan aku
pun sangat menikmatinya meskipun semua keluargaku menentang atas keputusanku
ini. Setidaknya ini sudah memberikan aku jalan untuk tetap hidup dan menjadi diriku
sendiri. Menjadi anak band sudah mendarah daging masuk dalam setiap serat-serat
dan pembuluh dalam nadiku.
“Kita gak bisa bertahan dikondisi begini. Kita
udah 8 tahun, dari SMA bro, gak mungkin kita bubar gitu aja. Walaupun kita cuma sekelas indie. Gw
yakin kalo kita bakal besar dan mau di gimanain fans kita yang sudah kenal
begitu dekat dengan kita, band ini. Gw sekarang masih gak ngerti kenapa
kesepakatan bubar menjadi jalan akhir. Padahal sedikit masalah pun gak ada.
Perbedaan juga gak. Konflik kita gak pernah punya, Semua masalah yang biasanya jadi perpecahan
sebuah band itu gak ada dikita. Jadi gak ada alasan untuk kita bubar. Dimana
komitmen-komitmen kalian dulu? Kemana semua itu?”
Aku meyakinkan teman-temanku dan menendang sebuah drum di basecamp kami.
Tepatnya dirumahku. Semua hening dan terdiam, berfikir secara dewasa atas
keputusan yang sudah mereka buat. Dan didalam keheningan Gian berbicara
“Setelah hujan reda, gw bakal balik dan kembali
menata mimpi gw kedepan. Dan gw harap bukan di band ini. Bukan pada Band ini.
Kalau lo semua masih merasa yakin bakal bisa hidup dan sukses dengan nama besar
band ini. Gw gak maksa. Yang jelas, tuntutan hidup gw yang membawa gw dalam keadaan begini. Keluarga
gw kena musibah bangkrut dan om gw nawarin gw kerja dikantornya. Gak ada
pilihan, gak kerja disana berarti gw gak bisa nanggung beban hidup keluarga gw.
Sekali lagi sorry”.
“Gw juga sama, kayaknya gw bakal pulang
sekarang meskipun hujan gak reda-reda. Kayaknya hujan deres kaya gini lama berentinya. Biar aja gw basah-basahan.
Memang dulu kita punya komitmen untuk menjadikan band ini nyawa dari diri kita.
Raga dari tubuh kita, kekuatan. Tapi lo semua gw harap bisa ngearasain gimana kalo sudah jatuh cinta
dengan cewek
sampai mati. Dan lo tu rela berkorban apa aja demi dy. Dan yang pasti gw cinta
banget dengan stella. Orang tua stella gak pernah mau ngijinin kita nikah kalo
gw masih ngeband. Dan keluarga dia rela ngasih satu kursi di perusahaan
bokapnya stella untuk gw kalo gw udah serius sama stella. Gw harap lo semua ngerti.
Gw cinta banget band ini. Tapi gw juga cinta stella dan masa depan gw”.
Eza membuat emosiku semakin memuncak. Bisa-bisanya dia hanya karena
seorang wanita untuk keluar dari band ini. Dy seakan lupa dengan komitmen yang
sudah kita buat ---Cewek bagian kedua setelah band---. Oni dan Dino tetap
terdiam menundukkan wajahnya. Mereka mengargai marahku dan aku pun semakin geram kepada mereka. Aku
semakin geram terhadap janji-janji yang mereka utarakan dulu.
Memang bandku tidak sebesar pada masa jayanya dulu. Dulu bandku
merupakan satu-satunya band indie terbesar di kota kami sehingga dulu penghasilan yang kita
dapatkan sangat berlebihan dan kita foya-foya kan bersama-sama. Produser kami
selalu menjanjikan kepada kami kalau kami akan menuju mayor label. Namun sampai
detik ini itu sudah menjadi kabar burung. Apalagi saat beberapa tahun terakhir
saat nama band kami mulai surut dan kami sudah mulai tidak dikenal. Mungkin angan-angan tersebut
semakin jauh terbentang. Kami semua terdiam dan masih terdiam di tempat biasa dimana kami jadikan
lokasi latihan. Kami seakan berfikir tentang masa depan kami bukan individu.
Masa depan dari band yang sudah terbentuk sekian tahun
lamanya.
“Gw pulang sekarang, gw nebeng Eza aja. Motor
gw, gw
tinggal di sini dulu ya ngga. Besok gw ambil. Ujan gak reda-reda ni kayaknya”.
Oni dan Dino menambahkan
“Gw sama dino juga ikutan nebeng mobil lo”.
Mereka semua akhirnya pulang dari rumahku. Dan dari singgasana terbesar istana
kami. Dan begitu saja menghancurkan impianku, komitmenku
dan mimpi band ini.
Hujan keempat:
Hidup bersama teman-teman sebaya
menghabiskan waktu hingga tak mengenal jam berdetak sudah menjadi kebiasaan aku dan teman-temanku saat ini. Rido, Topan,
dan Alex. Mereka menjadi sahabat karib dalam masa-masa kehancuran hidupku.
Disaat semua orang sudah tidak menganggap lagi aku ada di dunia ini. Merekalah
yang membuat aku bisa bertahan dan menyatakan dengan tegas kalau aku milik
mereka dan kita saling memiliki dalam satu jiwa. Persahabatan ini sudah abadi
sejak kehancuran hidup justru baru dimulai. Aku hanya ingin mencoba menantang dunia. Bahwa makhluk setidak
berguna akupun berhak mempunyai pengakuan didunia ini. Dan aku memiliki jiwa
tersendiri dalam pertemanan ini
Rido, Topan, Alex dan aku selalu menghabiskan waktu kami bersama. Hampir
tiap malam kami keluyuran tak jelas di kota Jakarta. Kota ini memang sudah liar
sebelum aku memutuskan kehancurannya sendiri. NOKTURNAL. Tapi sayangnya kami
manusia dan bukan binatang. Kami menjadikan siang menjadi malam dan malam
seakan siang, menghabiskan waktu dengan bersenang-senang adalah keseharian
kami. Datang ke club malam, minum alcohol sudah menjadi menu sarapan kami
sehari-hari. Apalagi makhluk yang bernama wanita. Sudah berapa wanita berhasil
kami taklukan dan kami tiduri bersama-sama secara bergantian. Iya. Inilah hidup
kami. Hidup lelaki keabadian.
Tempat nongkrong biasa kami menunggu wanita yang akan kami kencani setiap malam biasanya
adalah kedai Zinah. Bukan berarti kedai ini tempat kami berzinah. Mungkin
penamaan pada tempat makan ini hanya salah satu daya tarik untuk sebagian
pengunjung di malam hari. Karena jelas konsumennya pun berasal dari
karakter-karakter konsumen seperti kami. Anak malam, lelaki keabadian. Server
tempat makan ini pun sampai kenal dengan menu favortite kami. Roti bakar dan
beer.
“Mana nih cewek yang kita tunggu-tunggu.
Kayaknya cantik aku udah di mms in
fotonya. Meskipun agak gemuk sedikit. Tapi kurasa mantap lah kita genjotnya”.
Semua tertawa kegirangan.
“Kita gak tau si Erlangga kuat atau tidak itu. Sudah terlalu mabuk
tampaknya dia”. Aku sangat mabuk sekali malam itu. Malam kelabu yang membuat
takdir hidupku semakin berwarna.
Malam ini nampaknya hujan
turun tiba-tiba. Semua rencana kami takutkan akan gagal. Gadis yang akan kami
nikmati malam ini adalah gadis
paling cantik dan terbaik yang pernah kami kencani. Nampaknya dia dan rekannya
agak sedikit terlambat karena hujan memang lumayan deras. Kamipun menghabiskan
waktu dengan bercanda malam itu. Server kedai tersebut memanggil kami dan
selalu menegur kami karena kami memang terlalu gaduh untuk tempat makan sekecil
itu. Karena memang orang mabuk tidak akan sadar apa yang dia inginkan. Gadis
tersebut tak kunjung datang dan hujan tidak berhenti. Kami nekat untuk
menghampiri langsung kos miliknya. Karena dia dan teman-temannyalah yang akan
berpesta sex dengan kami di malam ini.
Kami pun tak akan pernah melewati malam ini seperti malam-malam biasanya apalagi semua gadisnya malam ini sangat istimewa dan special.
Gadis manapun akan takluk dengan ketampanan kami. Karena memang kami
berempat memiliki wajah yang dianugerahi untuk menikmati sex. Menggairahkan.
Mesin motor dinyalakan. Aku seharusnya di bonceng dengan Ridho, namun nampaknya
ridho minum terlalu banyak malam itu. Dan dia jauh mabuk melebihi aku. Lalu aku
memutuskan untuk keselamatan diriku. Aku
yang menyupir sementara Ridho aku bonceng dibelakang. Dengan menggebu-gebu kami
berangkat menuju kos wanita tersebut dan tibalah kami pada sebuah kos khusus
wanita di Jakarta. Ternyata pasangan kencan kami malam ini seluruhnya mahasiswi universitas swasta di
Jakarta dan sangat luar biasa. Mereka tidak ada yang tidak cantik malam itu. Dan keempat gadis
tersebut ternyata sudah bersiap untuk pergi dan menunggu hujan reda. Karena
memang hujan malam itu sangat deras. Semua itu terlihat dari dandanan mereka
yang sangat cantik. ---PRIA DILARANG MASUK--- Tulisan itu jelas terpampang
lebar di kos para gadis itu. Kamipun menunggu mereka diluar saja sambil mengintip
lewat gerbang. Keadaan basah kuyup tdak menjadikan niat kami reda saat itu. Dan
mantel yang kami miliki pun dikenakan pada para gadis agar kecantikan mereka
tetap utuh sampai kami nikmati nanti. Rumah Topan memang sangat pas untuk kami
melakukan sex party. Karena jauh dari keramaian dan Topan memang tinggal sendiri dalam rumah sebesar ini
karena kedua orang tuanya di Surabaya dan Topan memang asli orang sana. Rumah ini dibeli karena disediakan untuk keluarga Topan
yang sering berlibur ke Jalarta. What Ever! Yang penting kami bersenang-senang
malam ini di rumah Topan.
“JELEGAAAAAAAAAAR”
akhirnya motorku menabrak sebuah mobil di depan rumah Topan persis saat
aku ingin masuk kedalam garasi. Kejadian tersebut terjadi dengan sangat
tiba-tiba dan tidak diduga. Dan aku beserta gadis yang aku bonceng terpental
terpisah dua arah. Namanya melita. Dia tak bernafas seketika saat Alex mencoba
memerika nadinya pada jasad yang terkapar di aspal persis didepan rumah Topan.
Sementara Topan dan Ridho sibuk memukuli pemuda yang menyupir mobil tersebut.
Padahal ini murni memang kesalahan aku. Karena kau mabuk dan tidak sadar 100%.
Aku tidak sadar karena mobil itu membunyikan klakson dan aku terus menjalankan
motor milik Melita yang aku kendarai. Semua panic, semua hilang arah dan semua
kebingungan. Para wanita berteriak-teriak meminta tolong dan sebagian menolongku karena
aku benar-benar tidak bisa berdiri. Aku terluka parah dan seketika pingsan begitu saja. Hujan berhenti
begitu saja. Membawa aliran sisa-sisa darah najis yang aku buang dari tubuhku
malam itu.
Hujan Terakhir:
UTOPIA – HUJAN
Rinai hujan basahi aku
temani sepi yang mengendap
kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu
Segalanya seperti mimpi
kujalani hidup sendiri
andai waktu berganti
aku tetap tak'kan berubah
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku
tentang kau dan hujan
tentang cinta kita
yang mengalir seperti air
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum sepanjang hari
karena hujan pernah menahanmu disini
temani sepi yang mengendap
kala aku mengingatmu
dan semua saat manis itu
Segalanya seperti mimpi
kujalani hidup sendiri
andai waktu berganti
aku tetap tak'kan berubah
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Selalu ada cerita
tersimpan di hatiku
tentang kau dan hujan
tentang cinta kita
yang mengalir seperti air
Aku selalu bahagia
saat hujan turun
karena aku dapat mengenangmu
untukku sendiri ooohhh..ooo
Aku bisa tersenyum sepanjang hari
karena hujan pernah menahanmu disini
“Namanya Gina”.
Seru Anton. Aku sangat girang sekali ketika aku mengetahui nama gadis
itu meskipun aku tak dapat memilikinya. Jelas sekali kalau dia sudah milik
orang lain. Milik orang yang memang lebih pantas dari pada aku. Lelaki cacat
yang hanya punya satu kaki. Erlangga Dian Anugerah mungkin tidak akan mempunyai
cinta untuk selamanya. Itulah
sumpahku, sumpah bersama-sama. Aku teringat saat hujan menjadi saksi pertemuan
aku dengan Gina, gadis berambut terjungkai namun sekarang rambutnya sudah
terurai dan terlihat makin cantik. Adzan sudah berbunyi menandakan aku hendak
sholat ashar. Pak Asep, pembantu yang ditugaskan paman untuk merawatku selamanya.
Selama Tuhan tiba-tiba memunculkan satu lagi kaki untukku. Setelah sholat ashar
hujan turun dengan lebatnya. Namun kenapa hujan ini seperti pertanda akan
terjadi bencana. Hujan yang memang jarang ditemukan di Indonesia. Seperti
pertanda badai akan datang. Aku tertidur pulas menikmati sore itu.
Ketika aku terbangun untuk segera menunaikan sholat maghrib, itupun Pak
Asep yang membangunkanku. Hujan belum juga reda dan langit menghitam lebih awal
dari biasanya.
Dan aku segera
menunaikan sholat bersama Pak Asep.
“Mas, diluar ada wanita yang selama ini mas kagumi dan mas cari-cari.
Mbak Gina”. Seru anton dengan semangat. Anton adalah anak Pak Asep yang setia
menjadi temanku karena Anton seusia denganku menjelang 30 Tahun. Akhirnya anton
membawa Gina masuk kerumahku dan itulah pertama kalinya aku menatap wajahnya
dengan benar-benar menatap. Aku juga tidak tau kenapa anton bisa membujuk Gina
untuk masuk kerumah dan bagaimana juga Anton bisa tau bahwa namanya adalah
Gina. Tapi itu jelas sebuah kebetulan Gina hadir malam itu tepat dihadapanku.
Didepan wajahku jauh lebih cantik dari saat dulu aku menatapnya. Namun selama
ini aku hanya menjadi pemuja rahasianya saja dan dia pun tidak pernah tau akan
hal itu. Dulu aku sempat lupa dengan Gina dan kembali ingat kembali saat aku
mulai tersadar akan hidupku. Dengan satu kaki yang aku miliki. Oleh sejak itu
aku menjadi pemuja rahasia Gina.
“Maaf, mas. Aku numpang mampir. Aku Cuma
kewarung bentar, tiba-tiba hujan langsung turun dengan lebat. Jadi aku berteduh
didepan”.
“Gak papa, silahkan masuk”
aku mengajak dengan usaha suara keromantisanku. Yang jelas. Berkat hujan
malam itu. Aku lebih banyak tau tentang dirinya. Tentang siapa Gina. Meskipun
aku tidak akan pernah akan memilikinya. Namun aku sadar dan merasa mampu untuk
menahan rasa cintaku sendirian. Karena aku yakin suatu saat nanti Gina akan benar-benar bahagia. Dan ternyata…
“Aku tinggal dua rumah dari sini. Suamiku
sedang diluar kota. Jadi aku sendirian dirumah”.
Gina telah menikah dengan lelaki pujaan hatinya. Yang dulu ia pacari
tepat seperti lelaki yang menjemputnya di halte itu. Dan hujan semakin lama turun dan waktu
menunjukkan pukul 10 malam. Tiba-tiba bel berbunyi dan Gian, Eza, Doni dan Oni
datang. Ternyata mereka sudah janjian untuk datang tepat di hari ulang tahunku.
Meskipun aku sudah tidak memiliki impian dan band yang dulu aku agung-agungkan.
Setidaknya aku masih memiliki mereka. Aku masih memiliki rasa persahabatan
mereka. Disaat dulu aku terjerumus ke lembah hitampun aku sudah tidak ingin
mengenal mereka. Namun ternyata mereka tetap mencari tau keberadaan dan
kabarku. Persahabatan kami memang jauh lebih abadi dari pada persahabatan yang
pernah tercipta didunia ini.
Malam ini akhirnya aku
mengajak mereka semua untuk makan malam di sebuah café ternama di Jakarta dan
aku juga mengajak Gina. Malam itu juga aku berangkat bersama Pak Asep dan
Anton. Hujan ini adalah hujan paling lama yang pernah hadir dalam kisah kelamku
selama itu. Hampir saja aku tidak pernah mengenal ada hujan kebahagiaan. Tapi
malam ini. Ketika semua kegagalan
dahulu yang mulai menimbulkan kembali benih-benih harapan muncul. Dan malam
ini adalah hujan kebahagiaan pertama yang
pernah aku miliki. Kami tiba di café bercanda dengan riangnya mengenang
masa lalu. Dan tak segan-segan sahabat-sahabatku pun meledekku untuk sedikit
mengejek kepada Gina. Yang jelas sejak saat aku bertemu dengannya di halte aku
sudah mencintainya.
Disaat mereka semua asyik bercanda aku seperti melihat kembali bayangan
ibu pada foto seorang ibu di dinding café itu. Café yang kami datangi adalah
café eksklusif. Jadi menu yang ada pun menu khas barat. Dan hiasannya pun begitu. Aku mendekati foto ibuku dan air
mataku menetes mengenang semasa ibu
hidup. Menyesal sekali rasanya aku tidak pernah menjadi anak yang baik disaat
beliau masih sehat. Sampai detik inipun aku tidak pernah merasakan kasih sayang
keluarga. Tapi aku punya cinta dari Gina dan para sahabatku. Oni menghampiriku
dan menghapus air mataku
“tenang aja kali Ngga, meski udah gak ada, tapi
nama dan raganya masih lo simpen kan dihati lo. Besok kita temenin lo untuk
ziarah kemakan nyokap lo yah!”.
Oni membalikkan kursi rodaku kembali kearah meja makan dan sepertinya
aku melihat sesosok wajah pria yang sangat aku kenal yang juga menatapku. Yah jelas itu Topan. Ternyata dia
menatapku sedari tadi aku tidak sadar. Topan syok melihat keadaanku, Ketika
Topan sadar aku melihatnya, dia segera menghampiriku dan ikut bergabung dalam
perbincangan malam itu. Ternyata sudah banyak hal yang berubah dari Topan. Sekarang dia sudah berkeluarga dan
memiliki seorang anak kecil berumur 5 tahun dan café inipun miliknya. Dia sudah
sangat mandiri dan menjadi lelaki sejati yang benar-benar
sejati saat ini. Topan juga menceritakan kabar teman-teman lainnya Ridho dan
Alex. Sekarang alex sudah kuliah diluar negeri dan menjadi ilmuan sejati
seperti mimpi kedua orang tuanya. Dan ridho menjadi seorang ustad dan menetap
di sebuah pesantren terpencil di
daerah
terpencil Wonosobo. Dan alex sendiripun lebih memilih untuk menetap dijakarta
dan melanjutkan usaha dari ayahnya. International Café. Luar biasa. Semua hal yang telah
menjadi cerita di masa lalu kini datang menghampiri satu persatu. Semua lengkap
menjadi satu rangkaian cerita. Cerita tentang hujan yang kelam membawa cerita
kebahagiaan dan hujan juga tetap
menjadi saksi cerita hidupku malam ini.
Meskipun aku tidak pernah tau bagaimana kebahagiaan hidup yang aku miliki
kedepan dengan keterbatasanku. Setidaknya aku masih memiliki cinta dari semua yang
seharusnya pergi jauh meninggalkanku. Tuhan seperti mengirim mereka kembali
untukku. Untuk memberi kebahagiaan untukku. Dan
aku mulai tersadar bahwa Tuhan itu adil dan Tuhan itu menyimpan makna terpendam
dari semua kisah yang pernah ada. Karena Tuhan mengatur semuanya itu dengan
indah. Aku merasakan kehadiran Ridho dan Aleks disini. Dan yang pastinya ibuku
ada disini. Sedang duduk tersenyum manis dihatiku melengkapi cerita ini. Cerita
indah yang hanya aku yang tau alurnya. Bersama Hujan yang siap menjadi saksinya. Cerita
tentang aku dan hidupku. Sementara hujan tersenyum melihat akhir ceritanya.
# Ayah telah kembali dan aku mengajaknya untuk tinggal bersamaku. Aku
berhasil menemukannya. Dan ibu pasti tersenyum di surga.
# Aku menikah dengan Gina dan Gina bercerai dengan suaminya karena
suaminya selingkuh dengan sekretaris pribadinya.
# Anakku dengan Gina serta anak dari Oni, Doni, Eza, dan Gian membentuk
sebuah grup band nasional yang sekarang sudah sangat terkenal di Indonesia.
# Aku, Ridho, Topan dan Aleks merintis usaha bersama di berbagai bidang
dan kami mengatasnamakan usaha kami atas nama “Liar Company”. Keuntungan yang
kami dapat sepenuhnya untuk mendukung program LSM membasmi sex bebas, alcohol
dsb.
Dan Hujan ikut hadir pada akhir cerita kebahagiaanku dan hidupku.
Lagi-lagi cinta yang berkorban untuk sebuah permasalahan
dan cinta juga bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Cinta ternyata punya
nyali yang begitu tinggi. Kegagalan pada masa lalu yang membawa kita tak pernah
mengenal cinta. Namun cinta siap begitu saja kembali memperkenalkan dirinya
sampai kita tahu dan menyesal karenanya, karena telah menyakitinya. Karena
menyakiti cinta. Hidup tidak dimulai dari hari ini dan hidup tidak juga berdiri
pada detik ini. Hidup ini berjalan pada alur kehidupan. Dan cinta akan
memberikan jawaban yang tepat pada detik waktu yang dianggapnya sempurna.
Sadarlah!.
Tuhan itu sabar melihat hambanya yang binal, Tuhan itu sabar melihat
umatnya memandang cinta, Tuhan itu sabar melihat semua permasalahan umatnya,
Tuhan sabar ketika kecewa dengan umatnya. Tuhan itu sabar melihat kita.
Anton Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :