#CERPEN#
Aku terheran
mengapa Ibuku sore ini tidak memanggil untuk menyuruhku pulang. Biasanya kalau
sudah tepat waktu maghrib tiba. Ibu sudah memegang gagang sapu dan teriakan
khasnya untuk menyuruhku pulang kerumah, karena kalau sudah bermain aku sangat
lupa dengan waktu. Karena teman-teman dikampungku sangat banyak untuk diajak
bermain. Setiap harinya aku bermain dari seusai sekolah hingga malam tiba dan
tidak akan pernah mau berhenti bermain sebelum ibu memanggilku. Adzan maghrib
berkumandang dan Ibu belum juga memanggil. Heran bercampur rasa takut
bergerumul menjadi satu. Aku senang mungkin saja ibu hari ini benar-benar
memberikan kesempatan kepadaku untuk bermain hingga larut malam atau dirumahku
sedang ada tamu penting hingga ibu benar-benar tidak memiliki waktu untuk
memanggilku. Rasa takut karena bisa saja Ibuku sedang mengujiku agar aku bisa
tepat waktu pulang kerumah dan jika aku benar-benar tidak pulang Ibuku
memukulku di rumah nanti. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Sampai pada
akhirnya seluruh kawan-kawanku pulang kerumah masing-masing karena waktu sudah
sangat larut. Aku merasa nyaman ibu tidak memanggilku lantas akupun mengikuti
ajakan Toni untuk bermain dirumahnya. Toni ingin memamerkan mainan baru
miliknya padaku. Toni merupakan anak orang termasuk paling kaya di kampung kami
meskipun Ibunya hanyalah sebagai seorang pemilik Toko Kelontongan saja. Namun
kehidupan mewah keluarga Toni sangat mencolok sekali dengan kehidupan
tetangga-tetangga kami di kampung ini. Segalanya dimiliki Toni hingga mainan
terbarupun yang hanya dijual terbatas, sudah dimiliki oleh Toni. Yah, begitulah
kampung kami, pemilik toko saja bisa dibilang saudagar.
Sekarang waktu
sudah menunjukkan pukul 9 malam tapi Ibu belum juga memanggilku pulang kerumah.
Ini sudah merupakan sesuatu ketidak wajaran yang terjadi yang pernah Ibu
lakukan kepadaku. Aku sudah merasa bosan bermain dengan Toni dan memutuskan
untuk pulang kerumah. Ditemani rasa deg-degan aku melangkah menuju rumahku, aku
berfikir ibu pasti sudah siap-siap memgang kayu besar didepan pintu untuk
memukulku karena kesalahan fatalku kali ini, aku hampir saja tidak berani
pulang, namun karena waktu sudah larut malam dan akupun mengantuk aku
memutuskan untuk berani mengambil resiko apapun yang ibu berikan padaku nanti.
Setibanya aku dirumah ternyata ibu tidak dipintu, dengan mengendap-endap aku
membuka pintu berharap ibu sudah tidur. Dan mengapa rumahku sepi-sepi saja,
hanya ada kakakku Joko yang sedang membaca-baca buku. Aku berfikir atau mungkin
ibu sedang mencariku keliling-keliling kampung? Pasti ibu marah sekali padaku
kali ini, tanpa memperdulikan semua itu aku bergegas mandi agar ibu tidak
terlalu marah kali ini. Aku semakin terheran, waktu sudah pukul 11 malam tapi
ibu belum juga pulang? Lantas aku bertanya pada kakakku, dan seperti biasanya
kak Joko tetap tidak mau tau tentang keadaan rumah. Kak Joko mengatakan kalau
Ibu memang sudah tidak ada saat dia pulang kerumah sore tadi. Kemana ibu? Atau
mungkin ibu pergi menginap dirumah keluargaku? Tidak seperti biasanya ibu pergi
tanpa mengajakku. Pasti ibu tau, kalau dia tidak mengajakku pergi bersamanya
pasti aku menangis hebat dan manja. Dan akupun sudah mempersiapkan skenario
itu. Ketika ibu pulang nanti, aku akan menangis seperti bocah yang benar-benar
marah manja kepada ibunya kalau memang ibu pergi ketempat keluarga ku.
“Kak Joko, ibu
pergi kemana?” dengan nada bercampur rasa marah dan sedikit ingin menangis aku
bertanya kepada kakakku yang memang cuek dengan keadaan rumah.
“Kakak bilang gak
tau ya gak tau, kakak juga marah dengan Ibu, pergi tapi kok tidak meninggalkan
makanan...” Kak Joko marah.
“!!@#$%*()”
akhirnya akupun menangis saat itu.
Kak Joko hanya
membiarkan aku menangis begitu saja dan malah memarahiku. Hingga seperti
biasanya saat menangis aku tertidur dengan sendirinya.
Aku terbangun
dipagi yang cerah dan merona, biasanya ibu membangunkanku dan menyuruhku
bersiap-siap berangkat sekolah, aku melamun sesaat berusaha menyesuaikan
keadaan pagi itu dan melihat rumahku yang sepi tanpa berpenghuni. Aku
benar-benar marah pada ibu, kenapa pergi menginap di rumah saudara tapi tidak
mengajakku, tega sekali ibu terhadapku. Aku semakin dongkol dan kembali ingin
menangis. Aku mengamuk-ngamuk dikamar tidur seolah marah pada ibu tapi tetap
saja tidak ada yang merespon karena dirumah tidak ada siapa-siapa, hanya aku
dan barang-barang tua milik keluargaku. Semakin lama aku menangis semakin
terisak menanti ibuku untuk pulang kerumah tapi tetap saja, sudah 1 jam aku
menangis, ibu tidak pulang. Pagi itu aku tidak berangkat kesekolah “TK Santa
Ursula 8 Makassar”. Sampai saatnya aku lapar dan ingin sarapan. Tapi setelah
aku periksa di meja makan sama sekali tidak ada makanan, minumpun habis. Aku
geledah-geledah seisi rumah hanya untuk mengganjal perut agar tidak terlalu
lapar hingga kakakku pulang nanti. Isi lemari, lemari makan, dapur, semua sudah
aku bongkar. Namun tetap saja tidak ada satu makananpun yang ada dirumahku
untuk aku makan. Aku duduk dikursi termangu, dan tanpa sengaja aku melihat ada
sebuah snack dibawah kursi, mungkin itu bisa mengganjal perutku. Aku berusaha
mengambilnya dengan mendorong kursi itu dan mencoba mengangkatnya. Tanganku
tergores oleh sudut kursi yang sangat tajam dan berdarah. Aku pun kembali
menagis seakan tidak kuat menahan rasa sakit itu ditambah dengan jengkelku pada
ibu yang belum juga pulang. Aku makan snack sambil menangis. Snack yang aku
makan sudah tidak enak lagi rasanya. Mungkin snack ini snack sisa jajanku
seminggu lalu yang tak sengaja menyangkut dibawah kolong kursi. Tapi aku tetap
memakannya karena perutku memang sudah sangat lapar.
Aku semakin marah
dan waktu sudah menunjukkan siang hari pukul 12 siang, ibu belum juga pulang.
Tiba-tiba Toni datang kerumahku untuk mengajakku kembali bermain. Tapi aku
menolaknya. Toni terheran melihat keadaanku yang sudah tidak biasanya ini. Aku
menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Toni dengan sisa-sia isakan
tangisku.
“ Ton, ibuku pergi
tapi belum pulang-pulang dari kemarin, tadipun aku tidak berangkat kesekolah.
Aku mau ibu.” Toni terharu melihat keadaanku dan Toni mengajakku untuk pergi
keliling-keliling kampung menghampiri tiap-tiap rumah untuk menanyakan
keberadaan ibu. Jalan demi jalan aku lalui bersama Toni berharap bahwa ada satu
tetanggaku yang tau tentang keberadaan ibuku, dan langkahku ditemani isakan
tangis yang membuat harapankupun menjadi hilang tentang ibuku. Tak ada satu
orang tetanggaku pun yang tau keberadaan ibuku. Akhirnya aku sudah tidak bisa
menahan rasa tangisku. Aku menangis terisak-isak dipinggir jalan di pusat
kampung tempat aku tinggal. Aku menangis berharap ada orang yang
memperhatikanku. Rasa tangisku merupakan rasa tangis bukan lagi karena aku
marah pada ibuku tapi karena aku sudah merasa kangen pada ibuku, aku rindu dan
semakin khawatir pada keadaan ibuku. Dan akhirnya salah satu tetanggaku membawa
aku kerumahnya dan memberikan aku makan. Setelah aku kenyang aku memutuskan
untuk pulang saja. Dan Tonipun pulang kerumahnya. Saat aku masuk kerumah
ternyata keadaan rumahku tak jauh berbeda. Masih hampa bersama barang-barang
tua milik kami. Aku menuju kamar mengambil baju ibu yang tergantung dibelakang
pintu kamar, menciumnya dan memeluk baju itu dengan rasa kangen sambil aku
kembali menangis dan berharap ibuku akan pulang. Aku semakin ketakutan.
Andai saja ayah
tidak pergi meninggalkan rumah saat aku masih berumur satu bulan. Mungkin rumah
ini tidak sesepi ini, kalau tidak ada ibu kan masih ada ayah. Namun tidak untuk
kali ini, aku merasa kedua-duanya sudah tidak ada. Aku melamun, merenung dan
masih terisak-isak. Keadaan rumahku terasa hening sekali dan akupun menangis
semakin menjadi-jadi. Hingga energiku habis untuk menangis dan merasa sangat
kehausan.
Tepat saat pukul 2
siang tetanggaku datang kerumahku, dia bernama mbok inah, bisa dipanggil mbok
gosok karena pekerjaannya sehari-hari hanya sebagai tukang gosok dan tukang
cuci dikampung kami. Tapi mbok gosoklah yang paling akrab dengan ibuku. Aku
merasa harapan itu ada. Dan semoga saja mbok gosok datang untuk mempertemukan
aku dengan ibuku.
“Dion, maaf yon,
mbok telat. Ya ampun, keadaanmu kok begini. Ayo mbok mandiin. Mbok tadi harus
mencuci dirumah ibunya Toni dulu, padahal mbok mau kerumahmu tadi pagi. Mbok
sampe lupa”
“Ibu mana mbok?”
terisak dan berharap.
“Kamu mandi dulu
yah, ntar kamu ditempat mbok aja, soalnya mbok gak bisa lama-lama dirumahmu.
Mbok harus gosok baju lagi ni dirumah. Cup...cup...cup....”
Aku menurut pada si mbok dan keadaan
sudah semakin membaik. Aku ikut si mbok kerumahnya dan menonton TV bersama kak
Darsum, anak dari Mbok gosok. Tiba-tiba aku digaungi kembali oleh kerinduanku
pada ibu.
Ibuku memang sangat
tegas, perawakan ibuku yang memang tidak seperti wanita biasanya membuatku
sangat takut pada ibuku, Ibu tidak pernah tidak untuk memukulku jika aku
melakukan sebuah kesalahan, ibu tidak pernah tidak berhenti mengoceh jika aku
pulang kerumah dengan keadaan kotor. Bahkan ibu tak pernah segan untuk
mengusirku dari rumah hanya untuk mengancamku jika aku bertindak melebihi
batas. Itulah yang terjadi pada lingkungan keluarga miskin. Kami dipaksa untuk
memutarbalikkan arti dari sebuah kasih sayang dengan kekerasan. Kami dipaksa
untuk membuat sebuah hantaman sebagai sebuah teguran. Itulah didikan oleh
seorang ibu yang tak kunjung juga datang. Namun semua itu tetap aku rindukan
pada sosok ibuku, wanita berumur 38 tahun yang tidak ada kabarnya hingga kini.
Aku kembali
menanyakan pertanyaan yang belum sempat dijawab dengan mbok gosok tentang
ibuku. Tapi mbok hanya bilang kalau ibu sedang bermain dirumah saudaraku dan
menitipkan aku pada mbok untuk sebentar saja karena ini penting. Aku marah,
kenapa ibu tidak mengajakku, aku ingin ikut dan memaksa mbok untuk mengantarku
kerumah saudaraku yang cukup jauh. Tapi karena si mbok sibuk, mbok wanita yang
berusia 49 tahun ini berjanji mengajakku nanti malam. Aku pun menurut dan sangat
percaya dengan mbok gosok.
Malam hari tiba dan
aku menagih janji mbok gosok untuk mengantarku, namun mbok gosok masih
berkelik, dan mbok berjanji akan mengantarku seusai pulang sekolah besok.
Kecewa, tapi aku benar-benar melihat mbok gosok sangat sibuk dengan
pekerjaannya jadi aku memaklumi saja.
....
Kejadian itu
semakin terus berlangsung hingga aku berusia 10 tahun kini. Aku sudah duduk
dikelas 5 SD. Mbok gosokpun semakin lupa untuk memberitahukan keberadaan ibuku
kini. 5 Tahun sudah ibuku pergi tanpa kabar dan meninggalkan aku dan kakakku
berdua saja di kampung kecil ini, akupun tidak tau dimana ibuku berada. Karena
mungkin waktu yang sudah berlarut, akupun semakin tidak memperdulikan lagi
keadaan ibuku, aku seperti hidup tanpa ayah dan ibu saat ini, aku sebatang kara
dengan seorang kakak yang sekarang memutuskan diri untuk merantau keluar kota
yang akupun tak tau entah dimana, aku benar-benar sebatang kara.
Aku hidup dengan si
mbok yang sudah semakin tua dan rapuh, akhir-akhir ini si mbok sudah sering sakit-sakitan
dan jarang sekali bekerja. Mungkin karena usianya yang sudah tua. Aku semakin
khawatir dengan si mbok. Selama 5 tahun mbok menjadi ibu yang sudah aku anggap
sebagai ibu kandungku, si mbok menjadi harapan aku saat ini. Karena hanya si
mboklah yang aku punya saat ini yang sudah berhasil merawatku hingga 5 tahun.
Cara mendidik si mbok dengan ibuku sangat berbeda. Si mbok lebih menggunakan
kelemah lembutannya dalam mengurusku, sampai-sampai sangat jarang sekali aku
melihat si mbok benar-benar marah saat aku melakukan kesalahan. Si mbok memang
wanita paruh baya yang luar bisaa.
Ibu belum juga
datang untuk tau tentang keadaanku. Mungkin sama seperti ibuku juga, aku tidak
lagi mau tau tentang keberadaan ibuku. Mbok galak mengurusiku selama 5 tahun
dengan penuh kasing sayang dan apa adanya, meskipun dengan hidup yang pas-pasan
dan apa adanya. Tapi aku merasakan kasih sayang yang lebih dari seorang ibu
yang diberikan mbok gosok padaku. Itu sudah lebih dari cukup dari pada aku
terus menahan dendam pada ibu yang tak pernah memberikan kabar sedikitpun pada
anak yang telah dilahirkan dari rahimnya kedunia. Aku benar-benar tak perduli.
Aku nyaman dengan
hidupku ini, setidaknya aku sudah lebih baik dan bahagia kini. Dengan hidupku
dengan si mbok gosok.
Hingga pada suatu
sore saat aku sedang bermain dengan teman-temanku dilapangan kampungku hingga
waktu maghrib tiba, adzan berkumandang sore itu seperti memberikan sebuah
peringatan dibarengi dengan teriakan yang kini menjadi tetap khas ditelingaku
“Dion, pulang. Ini sudah maghrib” Aku mendengar dengan seksama suara itu.
Dengan sangat seksama. Aku seperti hafal dengan suara ini. Aku yakin bahwa ini
bukan suara mbok gosok karena tidak mungkin mbok gosok yang sudah sakit-sakitan
itu bisa memanggilku dengan nada yang sekeras itu. Aku semakin menyimak dan
terus menyimak suara itu dengan baik, Aku merenung dan berhenti bermain dengan
teman-temanku. Aku bermaksud untuk mengingat-ingat suara panggilan siapa ini?
Sepertinya aku kenal dengan suara ini, tanpa menunggu lama aku langsung
membalikkan badanku untuk memastikan suara ini datang dari siapa? Saat aku
membalikan badanku, aku melihat seorang wanita yang sangat aku kenal dengan
baik tepat berada 100 meter didepanku yang saat ini sedang memanggilku. Yah!
Aku sangat kenal dengan suara ini. Ini suara ibuku yang sudah 5 tahun
menghilang tak ada kabarnya. Aku berlari mendekat dan semakin medekat seakan
memastikan kebenaran bahwa ini benar-benar ibuku. Ternyata kedekatanku semakin
meyakinkanku bahwa ini benar-benar ibuku. Aku menangis haru dicampur bahagia
dan segera dengan lekas memeluk ibuku. Masih dengan gaya khasnya, ibu masih
memegang gagang sapu memanggilku pulang di sore itu ditemani kumandang adzan
yang membawa kebahagiaan. Ibuku pulang, ibuku datang.
Aku pulang kerumah
yang sudah lama aku tinggalkan karena aku harus tinggal dengan si mbok saat ibu
pergi. Dan setibanya aku dirumah, aku melihat keadaan rumahku berbeda, semua
barang sudah dipacking rapih, termasuk semua barang-barangku. Ini menandakan
kalau aku akan pergi.
“Bu, kita mau pergi
kemana?” tanyaku.
“Dion, ibu hanya
punya waktu 1 hari untuk izin dari majikan ibu di malaysia, besok kamu ikut ibu
tinggal di malaysia untuk selamanya yah. Bos ibu mengizinkan ibu untuk mengajak
seorang anak untuk tinggal bersama. Kamu siap-siap ya dion. Mbok gosok sudah
mengurus semua tentang sekolahmu, kita berangkat besok yah!”
Aku semakin tidak
percaaya dengan keadaan ini, ibu datang tiba-tiba setelah merusak semuanya, dan
sekarang ingin kembali merusak semuanya. Aku sudah merasa nyaman hidup bersama
si mbok, aku nyaman mengurusi si mbpok yang sudah semakin tua. Si mbok sakit
parah dan aku harus berbakti pada wanita tua yang sudah mengurusku hingga 5
tahun ini. Namun lagi-lagi ibu menghancurkan semuanya. Aku terharu saat itu, karena
aku harus kehilangan semua, kehilangan kebahagiaan yang tumbuh dan diawali
dengan kesedihan. Aku semakin tidak rela meninggalkan si mbok yang sudah
semakin parah penyakitnya. Namun, akupun tidak dapat menolak ajakan ibu untuk
pergi ke Malaysia. Aku masih terlalu kecil untuk merasakan semua ini.
Akhirnya aku pergi
keesokan harinya tanpa diizinkan ibu untuk bertemu dengan si mbok sebelumnya.
Ibu membawaku pergi dari kampung kumuh yang telah meninggalkan banyak cerita
buatku, cerita tentang bagaimana indahnya kehilangan. Aku juga meninggalkan si
mbok yang sudah tua rentah untuk ikut ibuku yang ternyata selama 5 tahun ini
bekerja untuk masa depanku menjadi seorang pembantu di salah satu bos kelapa
sawit di Malaysia, aku pun tidak menyangka bahwa ibuku pergi ternyata untuk
mencari nafkah keluarga dan selama ini Ibu juga mengirimi si mbok uang untuk
merawatku dengan baik, tapi kenapa ibu tak pernah mengizinkan sedetikpun untuk
aku bertemu dengan si mbok. Aku harus pergi kenegara yang sudah sering aku
dengar namanya di TV. MALAYSIA. Menjadi anak seorang TKI.
Hingga suatu hari
aku mendapat kabar si mbok sudah meninggal dunia akibat penyakit tuanya dan ibu
tidak memberitahuku sama sekali mengenai ini. Karena aku tau kabar ini setelah
aku mendengar percakapan ibu di telpon dengan keluargaku di Indonesia. Dan aku
tidak bisa berbuat apa-apa mendengar kabar bahwa wanita tua renta yang
megurusku selama 5 tahun meninggal dunia. Semua itu seakan tidak dihargai
begitu saja. Selamat jalan mbok gosok.
Yang tetap menjadi ibu, Ibu kandung di hidupku dan dihatiku. Dan satu buah lagu ini lah yang akan
mengingatkanku atas jasa-jasa mbok gosok.
POTRET – BUNDA
Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda
Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang
Nada nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya
Tangan halus dan suci
Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan
Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda
Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang
Nada nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya
Tangan halus dan suci
Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan
Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku
Aku marah pada dunia saat aku merasa Tuhan sudah membuat
cerita yang salah. Tuhan memutar semuanya hingga semua menjadi salah. Kekejaman
dunia ternyata bisa membuat seorang anak dan ibunya terpisahkan seakan tak
terpikirkan. Lagi-lagi alasannya karena dunia yang begitu kejam, sehingga kasih
sayangpun dilupakan. Aku murka kenapa semua kembali normal begitu saja ketika
harapan ingin aku buktikan. Dan pada akhirnya harapan itupun harus aku buat
lagi dari sebelum aku bermimpi. Aku benar-benar dipermainkan dengan istilah
kasih sayang. Dan Tuhan menjawab semuanya seolah memberikan ini menjadikan
tantangan yang harus aku jawab hingga hidup tak lagi berulah pada alur
ceritaku. Tuhan akan menjawabnya, karena Tuhan punya maksud dalam setiap
kekejamannya. Karena Tuhan tak pernah KEJAM!
Kasih sayang bisa didapatkan dimana saja dan kapan saja. Tidak
mendapatkannya? Karena tidak mau berfikir bagaimana mendapatkannya. Apakah anda
berfikir?
Anton Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :