Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Sabtu, 19 Mei 2012

Mbok Inah


#CERPEN#

Aku terheran mengapa Ibuku sore ini tidak memanggil untuk menyuruhku pulang. Biasanya kalau sudah tepat waktu maghrib tiba. Ibu sudah memegang gagang sapu dan teriakan khasnya untuk menyuruhku pulang kerumah, karena kalau sudah bermain aku sangat lupa dengan waktu. Karena teman-teman dikampungku sangat banyak untuk diajak bermain. Setiap harinya aku bermain dari seusai sekolah hingga malam tiba dan tidak akan pernah mau berhenti bermain sebelum ibu memanggilku. Adzan maghrib berkumandang dan Ibu belum juga memanggil. Heran bercampur rasa takut bergerumul menjadi satu. Aku senang mungkin saja ibu hari ini benar-benar memberikan kesempatan kepadaku untuk bermain hingga larut malam atau dirumahku sedang ada tamu penting hingga ibu benar-benar tidak memiliki waktu untuk memanggilku. Rasa takut karena bisa saja Ibuku sedang mengujiku agar aku bisa tepat waktu pulang kerumah dan jika aku benar-benar tidak pulang Ibuku memukulku di rumah nanti. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Sampai pada akhirnya seluruh kawan-kawanku pulang kerumah masing-masing karena waktu sudah sangat larut. Aku merasa nyaman ibu tidak memanggilku lantas akupun mengikuti ajakan Toni untuk bermain dirumahnya. Toni ingin memamerkan mainan baru miliknya padaku. Toni merupakan anak orang termasuk paling kaya di kampung kami meskipun Ibunya hanyalah sebagai seorang pemilik Toko Kelontongan saja. Namun kehidupan mewah keluarga Toni sangat mencolok sekali dengan kehidupan tetangga-tetangga kami di kampung ini. Segalanya dimiliki Toni hingga mainan terbarupun yang hanya dijual terbatas, sudah dimiliki oleh Toni. Yah, begitulah kampung kami, pemilik toko saja bisa dibilang saudagar.

Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam tapi Ibu belum juga memanggilku pulang kerumah. Ini sudah merupakan sesuatu ketidak wajaran yang terjadi yang pernah Ibu lakukan kepadaku. Aku sudah merasa bosan bermain dengan Toni dan memutuskan untuk pulang kerumah. Ditemani rasa deg-degan aku melangkah menuju rumahku, aku berfikir ibu pasti sudah siap-siap memgang kayu besar didepan pintu untuk memukulku karena kesalahan fatalku kali ini, aku hampir saja tidak berani pulang, namun karena waktu sudah larut malam dan akupun mengantuk aku memutuskan untuk berani mengambil resiko apapun yang ibu berikan padaku nanti. Setibanya aku dirumah ternyata ibu tidak dipintu, dengan mengendap-endap aku membuka pintu berharap ibu sudah tidur. Dan mengapa rumahku sepi-sepi saja, hanya ada kakakku Joko yang sedang membaca-baca buku. Aku berfikir atau mungkin ibu sedang mencariku keliling-keliling kampung? Pasti ibu marah sekali padaku kali ini, tanpa memperdulikan semua itu aku bergegas mandi agar ibu tidak terlalu marah kali ini. Aku semakin terheran, waktu sudah pukul 11 malam tapi ibu belum juga pulang? Lantas aku bertanya pada kakakku, dan seperti biasanya kak Joko tetap tidak mau tau tentang keadaan rumah. Kak Joko mengatakan kalau Ibu memang sudah tidak ada saat dia pulang kerumah sore tadi. Kemana ibu? Atau mungkin ibu pergi menginap dirumah keluargaku? Tidak seperti biasanya ibu pergi tanpa mengajakku. Pasti ibu tau, kalau dia tidak mengajakku pergi bersamanya pasti aku menangis hebat dan manja. Dan akupun sudah mempersiapkan skenario itu. Ketika ibu pulang nanti, aku akan menangis seperti bocah yang benar-benar marah manja kepada ibunya kalau memang ibu pergi ketempat keluarga ku.
“Kak Joko, ibu pergi kemana?” dengan nada bercampur rasa marah dan sedikit ingin menangis aku bertanya kepada kakakku yang memang cuek dengan keadaan rumah.

“Kakak bilang gak tau ya gak tau, kakak juga marah dengan Ibu, pergi tapi kok tidak meninggalkan makanan...” Kak Joko marah.
“!!@#$%*()” akhirnya akupun menangis saat itu.
Kak Joko hanya membiarkan aku menangis begitu saja dan malah memarahiku. Hingga seperti biasanya saat menangis aku tertidur dengan sendirinya.

Aku terbangun dipagi yang cerah dan merona, biasanya ibu membangunkanku dan menyuruhku bersiap-siap berangkat sekolah, aku melamun sesaat berusaha menyesuaikan keadaan pagi itu dan melihat rumahku yang sepi tanpa berpenghuni. Aku benar-benar marah pada ibu, kenapa pergi menginap di rumah saudara tapi tidak mengajakku, tega sekali ibu terhadapku. Aku semakin dongkol dan kembali ingin menangis. Aku mengamuk-ngamuk dikamar tidur seolah marah pada ibu tapi tetap saja tidak ada yang merespon karena dirumah tidak ada siapa-siapa, hanya aku dan barang-barang tua milik keluargaku. Semakin lama aku menangis semakin terisak menanti ibuku untuk pulang kerumah tapi tetap saja, sudah 1 jam aku menangis, ibu tidak pulang. Pagi itu aku tidak berangkat kesekolah “TK Santa Ursula 8 Makassar”. Sampai saatnya aku lapar dan ingin sarapan. Tapi setelah aku periksa di meja makan sama sekali tidak ada makanan, minumpun habis. Aku geledah-geledah seisi rumah hanya untuk mengganjal perut agar tidak terlalu lapar hingga kakakku pulang nanti. Isi lemari, lemari makan, dapur, semua sudah aku bongkar. Namun tetap saja tidak ada satu makananpun yang ada dirumahku untuk aku makan. Aku duduk dikursi termangu, dan tanpa sengaja aku melihat ada sebuah snack dibawah kursi, mungkin itu bisa mengganjal perutku. Aku berusaha mengambilnya dengan mendorong kursi itu dan mencoba mengangkatnya. Tanganku tergores oleh sudut kursi yang sangat tajam dan berdarah. Aku pun kembali menagis seakan tidak kuat menahan rasa sakit itu ditambah dengan jengkelku pada ibu yang belum juga pulang. Aku makan snack sambil menangis. Snack yang aku makan sudah tidak enak lagi rasanya. Mungkin snack ini snack sisa jajanku seminggu lalu yang tak sengaja menyangkut dibawah kolong kursi. Tapi aku tetap memakannya karena perutku memang sudah sangat lapar.

Aku semakin marah dan waktu sudah menunjukkan siang hari pukul 12 siang, ibu belum juga pulang. Tiba-tiba Toni datang kerumahku untuk mengajakku kembali bermain. Tapi aku menolaknya. Toni terheran melihat keadaanku yang sudah tidak biasanya ini. Aku menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Toni dengan sisa-sia isakan tangisku.

“ Ton, ibuku pergi tapi belum pulang-pulang dari kemarin, tadipun aku tidak berangkat kesekolah. Aku mau ibu.” Toni terharu melihat keadaanku dan Toni mengajakku untuk pergi keliling-keliling kampung menghampiri tiap-tiap rumah untuk menanyakan keberadaan ibu. Jalan demi jalan aku lalui bersama Toni berharap bahwa ada satu tetanggaku yang tau tentang keberadaan ibuku, dan langkahku ditemani isakan tangis yang membuat harapankupun menjadi hilang tentang ibuku. Tak ada satu orang tetanggaku pun yang tau keberadaan ibuku. Akhirnya aku sudah tidak bisa menahan rasa tangisku. Aku menangis terisak-isak dipinggir jalan di pusat kampung tempat aku tinggal. Aku menangis berharap ada orang yang memperhatikanku. Rasa tangisku merupakan rasa tangis bukan lagi karena aku marah pada ibuku tapi karena aku sudah merasa kangen pada ibuku, aku rindu dan semakin khawatir pada keadaan ibuku. Dan akhirnya salah satu tetanggaku membawa aku kerumahnya dan memberikan aku makan. Setelah aku kenyang aku memutuskan untuk pulang saja. Dan Tonipun pulang kerumahnya. Saat aku masuk kerumah ternyata keadaan rumahku tak jauh berbeda. Masih hampa bersama barang-barang tua milik kami. Aku menuju kamar mengambil baju ibu yang tergantung dibelakang pintu kamar, menciumnya dan memeluk baju itu dengan rasa kangen sambil aku kembali menangis dan berharap ibuku akan pulang. Aku semakin ketakutan.

Andai saja ayah tidak pergi meninggalkan rumah saat aku masih berumur satu bulan. Mungkin rumah ini tidak sesepi ini, kalau tidak ada ibu kan masih ada ayah. Namun tidak untuk kali ini, aku merasa kedua-duanya sudah tidak ada. Aku melamun, merenung dan masih terisak-isak. Keadaan rumahku terasa hening sekali dan akupun menangis semakin menjadi-jadi. Hingga energiku habis untuk menangis dan merasa sangat kehausan.

Tepat saat pukul 2 siang tetanggaku datang kerumahku, dia bernama mbok inah, bisa dipanggil mbok gosok karena pekerjaannya sehari-hari hanya sebagai tukang gosok dan tukang cuci dikampung kami. Tapi mbok gosoklah yang paling akrab dengan ibuku. Aku merasa harapan itu ada. Dan semoga saja mbok gosok datang untuk mempertemukan aku dengan ibuku.
“Dion, maaf yon, mbok telat. Ya ampun, keadaanmu kok begini. Ayo mbok mandiin. Mbok tadi harus mencuci dirumah ibunya Toni dulu, padahal mbok mau kerumahmu tadi pagi. Mbok sampe lupa”
“Ibu mana mbok?” terisak dan berharap.

“Kamu mandi dulu yah, ntar kamu ditempat mbok aja, soalnya mbok gak bisa lama-lama dirumahmu. Mbok harus gosok baju lagi ni dirumah. Cup...cup...cup....”
            Aku menurut pada si mbok dan keadaan sudah semakin membaik. Aku ikut si mbok kerumahnya dan menonton TV bersama kak Darsum, anak dari Mbok gosok. Tiba-tiba aku digaungi kembali oleh kerinduanku pada ibu.

Ibuku memang sangat tegas, perawakan ibuku yang memang tidak seperti wanita biasanya membuatku sangat takut pada ibuku, Ibu tidak pernah tidak untuk memukulku jika aku melakukan sebuah kesalahan, ibu tidak pernah tidak berhenti mengoceh jika aku pulang kerumah dengan keadaan kotor. Bahkan ibu tak pernah segan untuk mengusirku dari rumah hanya untuk mengancamku jika aku bertindak melebihi batas. Itulah yang terjadi pada lingkungan keluarga miskin. Kami dipaksa untuk memutarbalikkan arti dari sebuah kasih sayang dengan kekerasan. Kami dipaksa untuk membuat sebuah hantaman sebagai sebuah teguran. Itulah didikan oleh seorang ibu yang tak kunjung juga datang. Namun semua itu tetap aku rindukan pada sosok ibuku, wanita berumur 38 tahun yang tidak ada kabarnya hingga kini.
Aku kembali menanyakan pertanyaan yang belum sempat dijawab dengan mbok gosok tentang ibuku. Tapi mbok hanya bilang kalau ibu sedang bermain dirumah saudaraku dan menitipkan aku pada mbok untuk sebentar saja karena ini penting. Aku marah, kenapa ibu tidak mengajakku, aku ingin ikut dan memaksa mbok untuk mengantarku kerumah saudaraku yang cukup jauh. Tapi karena si mbok sibuk, mbok wanita yang berusia 49 tahun ini berjanji mengajakku nanti malam. Aku pun menurut dan sangat percaya dengan mbok gosok.

Malam hari tiba dan aku menagih janji mbok gosok untuk mengantarku, namun mbok gosok masih berkelik, dan mbok berjanji akan mengantarku seusai pulang sekolah besok. Kecewa, tapi aku benar-benar melihat mbok gosok sangat sibuk dengan pekerjaannya jadi aku memaklumi saja.
....
Kejadian itu semakin terus berlangsung hingga aku berusia 10 tahun kini. Aku sudah duduk dikelas 5 SD. Mbok gosokpun semakin lupa untuk memberitahukan keberadaan ibuku kini. 5 Tahun sudah ibuku pergi tanpa kabar dan meninggalkan aku dan kakakku berdua saja di kampung kecil ini, akupun tidak tau dimana ibuku berada. Karena mungkin waktu yang sudah berlarut, akupun semakin tidak memperdulikan lagi keadaan ibuku, aku seperti hidup tanpa ayah dan ibu saat ini, aku sebatang kara dengan seorang kakak yang sekarang memutuskan diri untuk merantau keluar kota yang akupun tak tau entah dimana, aku benar-benar sebatang kara.

Aku hidup dengan si mbok yang sudah semakin tua dan rapuh, akhir-akhir ini si mbok sudah sering sakit-sakitan dan jarang sekali bekerja. Mungkin karena usianya yang sudah tua. Aku semakin khawatir dengan si mbok. Selama 5 tahun mbok menjadi ibu yang sudah aku anggap sebagai ibu kandungku, si mbok menjadi harapan aku saat ini. Karena hanya si mboklah yang aku punya saat ini yang sudah berhasil merawatku hingga 5 tahun. Cara mendidik si mbok dengan ibuku sangat berbeda. Si mbok lebih menggunakan kelemah lembutannya dalam mengurusku, sampai-sampai sangat jarang sekali aku melihat si mbok benar-benar marah saat aku melakukan kesalahan. Si mbok memang wanita paruh baya yang luar bisaa.
Ibu belum juga datang untuk tau tentang keadaanku. Mungkin sama seperti ibuku juga, aku tidak lagi mau tau tentang keberadaan ibuku. Mbok galak mengurusiku selama 5 tahun dengan penuh kasing sayang dan apa adanya, meskipun dengan hidup yang pas-pasan dan apa adanya. Tapi aku merasakan kasih sayang yang lebih dari seorang ibu yang diberikan mbok gosok padaku. Itu sudah lebih dari cukup dari pada aku terus menahan dendam pada ibu yang tak pernah memberikan kabar sedikitpun pada anak yang telah dilahirkan dari rahimnya kedunia. Aku benar-benar tak perduli.
Aku nyaman dengan hidupku ini, setidaknya aku sudah lebih baik dan bahagia kini. Dengan hidupku dengan si mbok gosok.

Hingga pada suatu sore saat aku sedang bermain dengan teman-temanku dilapangan kampungku hingga waktu maghrib tiba, adzan berkumandang sore itu seperti memberikan sebuah peringatan dibarengi dengan teriakan yang kini menjadi tetap khas ditelingaku “Dion, pulang. Ini sudah maghrib” Aku mendengar dengan seksama suara itu. Dengan sangat seksama. Aku seperti hafal dengan suara ini. Aku yakin bahwa ini bukan suara mbok gosok karena tidak mungkin mbok gosok yang sudah sakit-sakitan itu bisa memanggilku dengan nada yang sekeras itu. Aku semakin menyimak dan terus menyimak suara itu dengan baik, Aku merenung dan berhenti bermain dengan teman-temanku. Aku bermaksud untuk mengingat-ingat suara panggilan siapa ini? Sepertinya aku kenal dengan suara ini, tanpa menunggu lama aku langsung membalikkan badanku untuk memastikan suara ini datang dari siapa? Saat aku membalikan badanku, aku melihat seorang wanita yang sangat aku kenal dengan baik tepat berada 100 meter didepanku yang saat ini sedang memanggilku. Yah! Aku sangat kenal dengan suara ini. Ini suara ibuku yang sudah 5 tahun menghilang tak ada kabarnya. Aku berlari mendekat dan semakin medekat seakan memastikan kebenaran bahwa ini benar-benar ibuku. Ternyata kedekatanku semakin meyakinkanku bahwa ini benar-benar ibuku. Aku menangis haru dicampur bahagia dan segera dengan lekas memeluk ibuku. Masih dengan gaya khasnya, ibu masih memegang gagang sapu memanggilku pulang di sore itu ditemani kumandang adzan yang membawa kebahagiaan. Ibuku pulang, ibuku datang.

Aku pulang kerumah yang sudah lama aku tinggalkan karena aku harus tinggal dengan si mbok saat ibu pergi. Dan setibanya aku dirumah, aku melihat keadaan rumahku berbeda, semua barang sudah dipacking rapih, termasuk semua barang-barangku. Ini menandakan kalau aku akan pergi.
“Bu, kita mau pergi kemana?” tanyaku.
“Dion, ibu hanya punya waktu 1 hari untuk izin dari majikan ibu di malaysia, besok kamu ikut ibu tinggal di malaysia untuk selamanya yah. Bos ibu mengizinkan ibu untuk mengajak seorang anak untuk tinggal bersama. Kamu siap-siap ya dion. Mbok gosok sudah mengurus semua tentang sekolahmu, kita berangkat besok yah!”
Aku semakin tidak percaaya dengan keadaan ini, ibu datang tiba-tiba setelah merusak semuanya, dan sekarang ingin kembali merusak semuanya. Aku sudah merasa nyaman hidup bersama si mbok, aku nyaman mengurusi si mbpok yang sudah semakin tua. Si mbok sakit parah dan aku harus berbakti pada wanita tua yang sudah mengurusku hingga 5 tahun ini. Namun lagi-lagi ibu menghancurkan semuanya. Aku terharu saat itu, karena aku harus kehilangan semua, kehilangan kebahagiaan yang tumbuh dan diawali dengan kesedihan. Aku semakin tidak rela meninggalkan si mbok yang sudah semakin parah penyakitnya. Namun, akupun tidak dapat menolak ajakan ibu untuk pergi ke Malaysia. Aku masih terlalu kecil untuk merasakan semua ini.
Akhirnya aku pergi keesokan harinya tanpa diizinkan ibu untuk bertemu dengan si mbok sebelumnya. Ibu membawaku pergi dari kampung kumuh yang telah meninggalkan banyak cerita buatku, cerita tentang bagaimana indahnya kehilangan. Aku juga meninggalkan si mbok yang sudah tua rentah untuk ikut ibuku yang ternyata selama 5 tahun ini bekerja untuk masa depanku menjadi seorang pembantu di salah satu bos kelapa sawit di Malaysia, aku pun tidak menyangka bahwa ibuku pergi ternyata untuk mencari nafkah keluarga dan selama ini Ibu juga mengirimi si mbok uang untuk merawatku dengan baik, tapi kenapa ibu tak pernah mengizinkan sedetikpun untuk aku bertemu dengan si mbok. Aku harus pergi kenegara yang sudah sering aku dengar namanya di TV. MALAYSIA. Menjadi anak seorang TKI.
Hingga suatu hari aku mendapat kabar si mbok sudah meninggal dunia akibat penyakit tuanya dan ibu tidak memberitahuku sama sekali mengenai ini. Karena aku tau kabar ini setelah aku mendengar percakapan ibu di telpon dengan keluargaku di Indonesia. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa mendengar kabar bahwa wanita tua renta yang megurusku selama 5 tahun meninggal dunia. Semua itu seakan tidak dihargai begitu saja.  Selamat jalan mbok gosok. Yang tetap menjadi ibu, Ibu kandung di hidupku dan dihatiku. Dan satu buah lagu ini lah yang akan mengingatkanku atas jasa-jasa mbok gosok.

POTRET – BUNDA

Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda

Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang

Nada nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya

Tangan halus dan suci

Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku

Aku marah pada dunia saat aku merasa Tuhan sudah membuat cerita yang salah. Tuhan memutar semuanya hingga semua menjadi salah. Kekejaman dunia ternyata bisa membuat seorang anak dan ibunya terpisahkan seakan tak terpikirkan. Lagi-lagi alasannya karena dunia yang begitu kejam, sehingga kasih sayangpun dilupakan. Aku murka kenapa semua kembali normal begitu saja ketika harapan ingin aku buktikan. Dan pada akhirnya harapan itupun harus aku buat lagi dari sebelum aku bermimpi. Aku benar-benar dipermainkan dengan istilah kasih sayang. Dan Tuhan menjawab semuanya seolah memberikan ini menjadikan tantangan yang harus aku jawab hingga hidup tak lagi berulah pada alur ceritaku. Tuhan akan menjawabnya, karena Tuhan punya maksud dalam setiap kekejamannya. Karena Tuhan tak pernah KEJAM!

Kasih sayang bisa didapatkan dimana saja dan kapan saja. Tidak mendapatkannya? Karena tidak mau berfikir bagaimana mendapatkannya. Apakah anda berfikir?
 Anton Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :