Biarkan
Jantung ini Abadi
Sejak orangtuaku menjodohkanku kepada seorang
pemuda kaya, pengusaha tekstil ternama di kotaku. Aku sudah menyadari bahwa
hidupku akan menjadi buruk. Aku harus banyak berkorban untuk berusaha mencintai orang yang baru
aku kenal 1 minggu sebelum pernikahan ini dilangsungkan. Aku menahan air mata
ketika kekasihku datang pada saat acara pernikahanku hari ini bersama Jimmy.
Ingin rasanya aku melepas baju pengantin yang sesak ini dan memeluk kekasihku
yang kini sudah berstatus mantan itu. Namun rasanya hal itu sulit aku lakukan
karena sesaat lagi aku akan menjadi milik orang lain. Tapi aku masih sangat mencintai kekasihku. Luthfan.
Aku dan Luthfan sudah berpacaran lebih dari 3
tahun sejak aku masih duduk di kelas satu SMP. Banyak cerita yang sudah aku
buat bersamanya. Meskipun aku dan Luthfan masih sangat anak kecil. Luthfan
selalu berjanji padaku bahwa kita akan menikah suatu saat nanti, saat semuanya
sudah pasti. Saat semua sudah merasa yakin. Dan saat aku dan Luthfan dewasa tentunya.
Luthfan sesosok lelaki yang aku puja dan cintai. Sifatnya yang sangat dewasa
dan bisa membimbingku inilah yang membuat aku jatuh cinta padanya. Aku sudah
sering memperkenalkan Luthfan pada orangtuaku namun mereka selalu saja menolak
dengan alasan yang sangat klasik. Karena Luthfan orang tidak mampu. Sempat
suatu ketika. Ibuku mengusir Luthfan
dari rumah hanya karena jengah melihat Luthfan selalu mengantarku pulang setiap
malam. Lebih-lebih ayah. Ayah sangat tega menghina Luthfan dengan kata-kata
kasar yang membuat Luthfan sakit hati. Namun kegigihan dia lah yang membuat aku
tetap mempertahankan cinta ini. Karena aku merasa bahwa Luthfan tetap bersih
keras ingin menikah bersamaku meskipun kedua orangtuaku menentang. Bahkan ayah
sempat memukuli Luthfan didepan mataku karena suatu ketika Luthfan pernah
mengajakku pergi hingga larut malam. Jangankan hal-hal buruk. Hal-hal baik yang
selalu dilakukan oleh Luthfan selalu dianggap salah dimata ayah. Kemudian kami menjalani
hubungan ini dengan status backstreet. Aku berusaha untuk tidak diketahui ayah
kalau aku dan Luthfan masih berpacaran. Aku bilang pada ayah karena aku dan
Luthfan sudah berpisah dan kami tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Semua hal
itu aku lakukan karena aku tidak mau ayah meneror Luthfan. Karena aku sudah
geram melihat tingkah laku kedua orang tuaku terhadapnya. Luthfan marah saat
kuberitahukan hal ini. Dan kita menikmati hubungan backstreet sudah cukup lama. Hingga
suatu hari ayah memergoki kami sedang berjalan di Mall dan ayah langsung menghapiri
ku dan memukul Luthfan dihadapan orang ramai dan langsung menarik aku untuk
pulang bersama ayah. Sejak kejadian itulah ayah berniat untuk menjodohkanku
dengan orang lain. Orang yang menurut ayah tepat. Tampan dan kaya raya.
Meskipun Luthfan tidak setampan dan sekaya raya Jimmy. Namun tetap saja cintaku
pada Luthfan
sudah melekat begitu dalamnya.
Seorang penghulu memukul-mukul pundakku
menghancurkan ingatanku dimasa lalu. Kemudian menyuruhku untuk mengulang ucapan janji setia aku
dan Jimmy. Dan acara hari itu aku anggap sebagai sebuah kekosongan belaka.
Acara pernikahankupun usai, dan babak baru dalam kehidupanku pun dimulai. Tanpa
terasa aku sudah menjalani pernikahan dengan suamiku hingga aku berusia 32
tahun saat ini. Banyak kisah yang terjadi saat aku menikah diusia 18 tahun
hingga kini. Pahit, manis sebuah hubungan pun sudah aku rasakan. Namanya saja
menikah tanpa cinta, jadi terkadang dirumahpun aku sempat tidak ingin berbicara
pada Jimmy. Aku dan Jimmy berbicara dan bertemu seperlunya saja. Meskipun satu
rumah aku tetap saja merasa asing padanya. Lelaki yang secara KTP sudah menjadi
suamiku kini. Namun Jimmy lelaki yang sabar hingga dia ikhlas begitu saja
menerima sikapku yang kurang elegan padanya. Jimmy sangat menghargai aku
sekali. 32 Tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalani sebuah hubungan
rumah tangga. Entah karena apa, perasaan itupun berubah begitu saja, aku sudah
mencoba untuk mencintai suamiku dengan sepenuh hati dan membuat diriku menerima
dia dengan apa adanya. Jimmy lelaki hebat buatku. Dia tampan, kaya memiliki
kebaikan hati yang luar biasa serta apapun dia miliki. Aku yakin kalau dia adalah lelaki perfect
di dunia dan menjadi incaran banyak wanita. Namun kenapa Jimmy mau menikah
denganku.
Sampai
pada akhirnya kami memiliki 2 orang anak yang berusia 9 dan 5 tahun. Aku mencoba menikmati keluargaku secara utuh dan
bahagia tapi sangat sulit aku lakukan. Karena rasa cinta memang belum tumbuh. Tidak mudah memang membuat diriku sendiri mencitai sesuatu yang aku
mulai dengan ketidak ikhlasan. Kedua orang tuaku sering datang ke rumah untuk melihat cucu-cucu mereka
dan memastikan kalau aku baik-baik saja. Kehidupanku setelah menikah dengan
Jimmy memang sangat berbeda. Benar kata orang tuaku. Jimmy adalah orang yang
tepat untukku. Aku mulai percaya saat ini kalau pilihan orang tua adalah
pilihan yang terbaik. Aku sekarang sudah menjadi orang kaya dan bergaul ala
sosialita. Aku sering mengikuti acara-acara besar yang sebelumnya tidak pernah
aku lakukan seperti pesta-pesta para pejabat. Menghadiri beberapa undangan
orang-orang penting di Indonesia. Kehidupanku memang berubah, sangat berubah
saat aku menikah dengan Jimmy. Aku mulai terbiasa untuk ikut dalam acara-acara bos besar,
party-pasrty yang menurutku tidak ada gunanya. Hingga aku harus kontrol
kesehatan dan kecantikanku pada tiap bulannya. Aku harus kesalon kapanpun aku
mau, hingga berbelanja semua kebutuhan yang aku mau. Ini semua aku lakukan untuk melampiaskan
ketidaksenanganku terhadap diriku sendiri, ketidak ikhlasan aku menerima kenyataan
yang terjadi. Gaya hidup metropolitan tetap saja aku lakukan karena memang pergaulanku
lah yang menuntutku menjadi seperti ini. Dan lama kelamaan aku sangat nyaman
untuk bergaya hidup seperti ini. Sosialita kelas atas.
Suatu saat aku ingin menjemput anakku yang paling kecil “Bona” di playgroup. Meskipun aku
memiliki baby sitter tapi kalau urusan kasih sayang terhadap anak. Aku sangat
mengutamakannya lebih dari segala hal. Aku menunggu Bona keluar sekolah didalam
mobil sambil mendengarkan musik lewat handphone. Nampaknya kali ini Bona pulang
agak terlambat, satu jam sudah aku menunggu Bona untuk pulang namun Bona tidak
juga keluar. Aku langsung turun dari mobil dan menanyakan masalah ini kepada seorang wanita
cantik yang duduk pada sebuah gerobak bakso didepan gerbang sekolah. Sepertinya
dia juga sedang menunggu anaknya untuk pulang.
“Mbak, saya mau numpang tanya. Mbak nya nunggu
anaknya pulang juga?”.
“Iya mbak”.
“Kok lama ya?”.
“Tadi saya sudah tanya ke gurunya mbak. Kata gurunya, hari ini anak-anak
minta jam tambahan belajar musik. Tadi sudah diumumkan kok mbak”.
“....”
Awal pembicaraan yang hangat mulai terjadi
saat itu. Aku dan wanita yang kukenal dengan nama Dina ini berbincang-bincang
seperti biasanya aku jika bertemu dengan ibu-ibu lainnya. Aku bahkan sempat
mengajak Dina untuk bergabung di grup arisanku. Namun Dina menolaknya karena
kesibukannya sebagai wanita karier. Dina wanita yang sangat cantik bak model.
Sejak saat itu aku sudah merasa akrab dengan Dina dan aku sering bertemu Dina
untuk menjemput anak kami. Sebelumnya Dina tidak pernah menjemput anaknya.
Namun karena anaknya sering ketakutan jika dijemput dengan baby sitternya, maka
Dina berniat untuk menjemput anaknya sendiri.
Pada suatu pertemuan aku mengajak Dina makan
malam dan mengajak anak kami masing-masing hanya sekedar makan malam biasa. Karena Bona dan
anaknya Dina sangat akrab sekali sebagai teman bahkan mereka berdua sudah
menjadi teman dekat disekolah. Kami berbincang-bincang dengan hangat malam itu.
Tanpa berbasa basi aku menanyakan tentang keberadaan suami Dina. Mungkin ini
terlalu berani karena kami baru saja kenal dan aku juga tidak berharap jawaban darinya.
“Gak papa kok mbak, suamiku memang jarang keliatan karena dia sangat sibuk bekerja. Malumlah mbak Bussines Development jadi sering gak ditempat”.
“Suamiku namanya Jimmy, Jimmy Bernadius. Dia
suami yang sangat aku cintai”.
“Nama suamiku Luthfan
Anggara, seusia dengan saya”. Dina menjelaskan
Aku terhenti sejenak,
tertegun mendengar ucapan Dina tadi. Aku memastikan dengan jeli kalau nama yang
Dina ucapkan adalah benar nama yang sama dengan mantan kekasihku Luthfan. Tanpa
membuat Dina curiga aku langsung memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kami
malam itu.
Berminggu-minggu aku
dan Dina tidak mendengar kabar masing-masing tiba-tiba pada suatu malam
handphone ku berdering. Dina menelpon ku.
“Ada apa mbak?”
“Gak papa, saya gak
ganggu kan? Malam ini anak saya akan di operasi tepat jam 1 malam, 1 jam lagi
mbak. Dia membutuhkan banyak darah. Mungkin mbak bias bantu. Darah anak saya O
sama dengan mbak. Maaf ya mbak sudah ganggu”.
“Oh, gak papa mbak, sy
senang bisa bantu. Ok. Nanti saya kesana dalam waktu setengah jam”.
Sempat aku merasa
heran kenapa Dina tau golongan darahku O. Tapi karena menolong anak perempuan
Dina jauh lebih mendesak. Aku melupakan itu. Aku membangunkan Jimmy untuk izin
pergi kerumah sakit. Dan Jimmy ingin mengantarku kerumah sakit karena sudah
teralalu larut malam.
Setengah jam tepat aku
tiba dirumah sakit. Aku segera menemui Suster yang ada di rumah sakit. Tapi
disekeliling ruangan memang tidak ada sosok Dina disekeliling ruangan operasi.
Aku malah melihat Luthfan yang sebenarnya tidak ingin aku lihat. Dengan nada
yang sedikit marah aku memberanikan diri menegur Luthfan dan Luthfan hanya
terdiam saja.
“Mana Dina?”
“Dina dikamar, 1 jam
lagi dia dioperasi. Kanker rahim”.
“Gak mungkin fan. Tadi
setengah jam lalu dia yang langsung telpon aku”.
“Itu suster, Dina
sudah 1 minggu tidak sadarkan diri dirumah sakit. Aku tadinya gak mau
ngerepotin kamu yang sudah bahagia. Karena ini sudah sangat mendesak dan aku
tahu kalau jenis darahmu sama dengan Dina. Aku menyuruh suster untuk
menghubungi kamu. Maaf Lusi”.
Aku semakin
kebingungan. Dan daraku sudah didonorkan. Dari sudut kaca jendela aku melihat
Jimmy dan Luthfan sedang berbicara dengan tertawa kecil.
Malam itu setelah
darahku didonor aku dan Jimmy beranjak pulang dan meninggalkan Luthfan seakan
akupun baru mengenalnya. Didalam mobil Jimmy terus menceritakan tentang seorang
Luthfan. Sampai tiba-tiba aku muak mendengarnya dan menghentak Jimmy untuk
berhenti membicarakan lelaki yang sudah menjadi masa laluku. Kami tiba dirumah.
Aku melihat Jimmy
sudah tertidur pulas. Entah mengapa malam itu aku tidak bisa tertidur dengan
pulas. Aku bangun dan memilih untuk menyendiri di taman belakang rumah.
Langkah-langkah kecilku bermain-main menemani kebimbanganku malam itu.
Sepertinya pikiranku melarangku untuk beristirahat dan bayangan Luthfan
mengganjal sangat besar. Tiba-tiba air mataku menetes dan jatuh kepipi dan
terus bergulir tiada henti. Aku mengangis. Pikiranku semakin liar mengenang
masa-masa indahku bersama Luthfan. Dan aku marah pada Tuha mala itu atas jalan
hidup yag ditakdirkan padaku.
Hari terus bergulir,
waktu terus beranjak. Berbulan-bulan aku tidak bertemu dengan Luthfan namun
tetap menjaga komunikasi dengan Dina. Hubunganku dengan Dina semakin dekat
apalagi kami sama-sama memiliki kecocokan menyukai fashion desain yang sama.
Aku sering sekali shopping bersama Dina.
Suatu malam saat aku
pulang dari berbelanja dengan Dina. Aku mendengar suamiku Jimmy merintih
kesakitan mengepal dadanya seperti menahan rasa sakit. Sontak aku bertindak
untuk mendekat dan menolong Jimmy. Jimmy di bawa kerumahsakit dan aku
menemaninya. Meskipun aku tidak mencintainya dan masih mengenang Luthfan. Tapi
aku tetap menolongnya karena walaubagaimanapun Jimmy suamiku.
Berjam-jam aku
menunggu di depan ruang IGD, dokter keluar dan berbicara dengan nada was-was.
“Bu Lisa?”
“Ya, saya dok, suami
saya gimana keadaanya dok?”
“Jantung suami ibu
klepnya bocor, itu akibat stress dan kelelahan. Salah satu cara untuk
menyembuhkannya, kita mencari donor. Kalau tidak mungkin tidak bias
diselamatkan. Kita punya waktu 3 hari untuk membuat suami ibu dioperasi jika
ada donor”.
Entah ada salah apa
denganku sampai-sampai aku tertimpa masalah seperti ini. Pikiranku bingung.
Mana ada orang yang mau mendonorkan jantungnya untuk orang lain. Itu sama saja
dia mengorbanka nyawanya untuk orang lain.
Satu hari waktu telah
tebuang percuma dan aku belum juga menemukan donor yang tepat. Tiba-tiba Dina
menelpon.
“Ada apa mbak?”
“Saya turut berduka,
saya denger kabar suami mbak sedang dirumah sakit sekarang ya mbak?”
“Iya mbak”.
“Mungkin kira-kira apa
yang bias saya bantu?”
“Mungkin gak ada mbak,
satu-satunya jalan yaitu menemukan orang yag mau mengorbankan nyawanya untuk
suami saya, karena donor jantung menjadi satu-satunya jalan mbak”.
“Mungkin nanti saya
akan cari infonya di Internet. Di luar negeri kan banyak mbak yang buka jasa
seperti itu.”
“O. Makasih mbak”.
Kata-kata Dina seperti
memberikan harapan padaku. Internet. Benar sekali, aku juga pernah mendenga
tentang kabar kalau diluar negeri memang ada jasa untuk orang yang menyediakan
donor jantung untuk orang lain dengan dana yang besar. Saat itu juga aku
mencari-cari info di Internet hingga pada akhirnya aku menemukan orang yang pas
untuk mendonorkan jantungnya denga suamiku. Mungkin aku akan menjemputnya dan
melakukan check apakah jantungnya tepat dengan jantung suamiku. Malam itu juga
aku pergi ke Dubai India, untuk menemui calon donor jantung suamiku. Didalam
pesawat aku sempat berpikir. Untuk apa aku menolong Jimmy, toh juga aku tidak
mencintainya, bahkan memikirkannya dalam benakku saja tidak. Tapi lagi-lagi
naluri yang berbicara. Dan tepat hari terakhir, dimana hari yang sudah
ditentukan dokter untuk mengoperasi suamiku, aku tiba di Rumah sakit denga
membawa calon donor. Dan dokter menghampirku.
“Ibu kemana aja?
Alhamdulilah, sekarang suami ibu sudah selamat. Namun butuh waktu beberapa hari
untuk beliau sadar dan siuman. Tadi siang, hampir saja terlambat datang
seseorang yang ingin mendonorkan jantungnya untuk Pak Jimmy. Beliau tidak mau
disebutkan namanya bu. Selamat ya bu!”
Aku sontak kaget
mendengar kata-kata dokter, dan semua masalah selesai dengan mudah dengan
begitu saja. Aku kembali menjalani kehidupan seperti biasa dan Jimmy juga
semakin membaik. Tujuh hari aku dan Jimmy bersama, banyak hal yang berubah
darinya. Jimmy mengerti kalau aku sudah berbuat banyak untuk membuatnya sembuh
dan dia berusaha membuat aku agar mencintainya. Sebagai seorang wanita
hatikupun luluh karena usaha Jimmy sangat luar biasa untuk membuat aku
mencintainya. Saat aku dan Jimmy ingin berciuma dengan penuh cinta untk pertama
kalinya. Pembantuku mengetuk pintu. Mengganggu. Aku membukanya.
“Bu, tadi pagi ada
pesan dari mbak Dina, malam ini ibu ada undangan untuk datang kerumahnya”.
“Undangan apa bi?”
“Waduh, saya lupa
tanya bu, saya kira tadi ibu sudah tau”.
“Oh ya udah bi, tidak
apa-apa”.
Saat itu juga aku
segera menelpon Dina, namun tidak diangkat. Sekarang masih jam 6.30 WIB, semoga
saja aku belum terlambat untuk datang ke pesta yang diadakan oleh sahabatku
ini. Aku dan suamiku menyegerakan diri untuk bersiap-siap daag ke pesta Dina. Tidaktau
kenapa, menurutku malam itu, suamiku jauh terlihat tampan dari biasanya. Apakah
aku sudah mulai mencintainya?
Berharap-harap untuk
tidak terlambat datang ke pesta dirumah Dina, Jimmy mulai mengebutkan mobilnya.
Dan kami tiba dirumah Dina. Aneh. Saat aku melihat orang-orang yang ada
dipekarangan rumahnya, tidak ada tanda-tanda sebuah pesta ingin diadakan.
Keadaan terlihat sunyi senyap. Aku dan Jimmy memarkirkan mobil agak jauh dari
rumah Dina, untuk memastikan keadaan baik-baik saja. Aku mulai melangkahkan
kaki menuju rumah Dina. Dan saat aku memasuki rumahnya di gerbang kenapa aku
lebih dapat memastikan ini merupakan acara pengajian. Lebih untuk memastikan
diri lagi aku masuk dan menemui Dina. Dan Dina langsung memelukku.
“Ada apa ini mbak”.
“Tidak apa-apa mbak,
ini ada acara pengajian 7 hari
meninggalnya suami saya”.
“Maksud mbak? Luthfan
meninggal?”
“Iya mbak, sudah tujuh
hari yang lalu”.
Dunia terasa hening
dan hanya ada aku dan nasib. Aku merasa waktu berhenti dan hanya aku
pemiliknya. Air mataku menetes. Dina dan Jimmy mungkin tidak mengerti mengapa
air mata ini harus menetes. Kekasih yang selama ini masih aku cintai hingga
detik ini. Meninggalkan aku begitu saja tanpa mngeluarkan kata-kata sedikitpun.
Tanpa ada rasa perduli sedikitpun padaku. Orang yang bertahun-tahun masih
mencintainya. Menahan rasa cinta ini hanya untuknya. Tuhan, mengapa dunia ini
semakin kejam. Lalu untuk apa aku terus bertahan disini kalau aku sudah tidak
pernah dapat melihat orang yang aku cintai lagi.
“Mbak. Mbak kenapa?
Mbak baik-baik aja? Oh ya mbak, sebelum Luthfan meninggal, dia menitipka ini.
Dia gak kasih tau isis suratnya apa, tapi katanya itu sekedar ucapan terima
kasih karena mbak sudah menolong aku donor darah kemarin”.
“Terima kasih mbak.
Maaf aku terlambat untuk dating, aku turut berduka cita ya mbak”.
“Ya mbak”.
Malam itu sudah hilang
dan yang ada adalah mentari pagi yang menemani kegundaanku diawal hari ini. Aku
membuka surat dari Luthfan dan membacanya berdua dengan suami yang
perlahan-lahan aku cintai ini.
Mungkin kamu akan marah setelah tau kalau aku
baru mengabari kamu setelah 7 hari kepergianku. Itu hak kamu, tapi satu hal
yang gak kamu tau, kalau selama ini aku masih mencintai kamu. Rasaku sangat
tulus sampai saat ini. Saat awal pernikahanmu aku masih tetap sendiri dan
berteman dengan kebodohanku untuk dapat menanti kamu kambali sampai pada
akhirnya kedua orangtuaku memaksaku menikah dengan Dina. Aku kaget setelah Dina
pernah bertemu dengan kamu di TK, hal itu kembali menimbulkan kebodohanku. Aku
berharap Tuhan menakdirkan kita untuk tidak terpisahkan dan memberi jalan untuk
kamu kembali padaku. Aku sangat senang ketika hubungan kamu dan Dina semakin
dekat. Setidaknya aku dapat mengetahui kabarmu dari Dina. Maafkan atas
kebodohanku yang menghancurkan kebahagiaanmu dengan Jimmy. Seharusnya juga aku
begitu, mencintai Dina dengan sepenuh hatiku. Maafkan juga kalau aku telah
memberikan nama anakku seperti namamu. Namamu masih terlalu cantik dihatiku.
Sampai suatu saat aku menyadari aku tidak bisa benar-benar mencintai Dina dan
melupakanmu, dan aku juga merasa sebuah kesalahan besar untuk menantimu
kembali. Aku bingung. Lalu, aku mendapat kabar dari Dina kalau Jimmy
membutuhkan donor jantung untuk menyelamatkan nyawanya. Aku membulatkan tekat
untuk mendonorkan jantungku kepada suami yang kamu cintai sama seperti kamu
telah mendonorkan darah untuk istri yang menurutmu aku cintai. Ternyata dokter
menyatakan bahwa jantungku tepat untuk mendonorkan kepada Jimmy. Aku rasa ini
petunjuk Tuhan untuk membalas kebaikanmu pada istriku dan berkorban untuk kebahagiaan
kamu. Aku bingung bagaimana lagi caranya untuk mendapatkan kamu kembali. Aku
berharap, ketika jantungku sudah terpasang kokoh di tubuh suamimu. Aku akan
dapat merasakan cinta kembali darimu. Seperti kamu mencintai suamimu. Meskipun aku kalah dalam memperjuangkan cinta agar
diriku dapat bersamamu. Tapi aku masih memiliki cara agar jantungku tetap
bersamamu untuk dapat kamu cintai. Aku hanya ingin kamu tau satu hal. Bahwa aku
akan memenuhi janji kita untuk mempertahankan cinta kita kekal abadi. Cintai
jantung suamimu seperti kamu mencintai aku dulu…
Luthfan Anggara
Kadang
setiap manusia merasa sudah menjadi pahlawan, hebat ketika dia sudah merasa
berkorban untuk hidup orang lain. Tanpa ia sadari sebenarnya ia belum melakukan
apa-apa. Ikhlas mencintai orang lain adalah bukan bagaimana kita berusaha
mencintainya, tapi bagaimana kita tetap mencintainya dengan sepenuh rasa yang
ada tanpa ada rasa penyesalan. Ikhlas mencintai seseorang adalah bagaimana diri
kita merasa dicintai dan mencoba untuk tetap mencintai tanpa ada prasangka.
Manusia yang
hebat bukan manusia yang berhasil berjalan pada pilihan hidupnya, tapi manusia
yang mencoba tetap menapak pada jalan hidup yang bukan keinginannya.
Anton Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :