Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Senin, 06 Juni 2011

Pecinta Alam saat ini



Hidup Mahasiswa Pecinta Alam!!! Seandainya pohon bisa memberontak dan bicara tentunya ia bakal menjerit seperti jeritan diawal kalimat saat ditebang, seandainya satwa liar bisa bicara tentunya ia bakal menyelamatkan hidupnya, namun kita sebagai mahasiswa yang punya mulut, hati, telinga, otak beaerta pemikiran malah diam saja melihat, mendengar jeritan-jeritan alam yang rusak ditangan kerakusan spesies manusia seperti kita ini. Apakah kita bangga dengan kekuasaan kita sendiri sementara kita telah melakukan bunuh diri secara perlahan bersama-sama oleh perbuatan kita sendiri.
Arti dari “Pencinta Alam” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Cinta mempunyai makna yakni, ‘orang yang suka akan’ ‘orang yang sangat suka akan alam’. Namun tidak disaat ini, pencinta alam yang sebenarnya hanya pantas ditunjukan pada masyarakat asli hutan, organisasi non pemerintah yang peduli terhadap lingkungan dan alam, individu yang peduli dengan lingkungan hidup lewat kemampuan yang dia bisa, seperti menanam pohon, membuang sampah tidak sembarangan, tidak memelihara satwa liar yang dilindungi UU, tidak menebang pohon ditaman nasional dan disekitar hutan lainnya, naik sepeda, menulis tentang lingkungan, membuat film tentang hutan dan kelestariannya, dan masih banyak lagi bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Makna ‘orang yang suka akan alam’ berarti manusia yang peduli dengan alam dan menjaga kelestariannya. Dengan menjaga kelesatariannya berarti ia membela nasib hutan dan satwa liar yang sedang mengalami kepunahan bukan berpetualang menantang andrenallin naik gunung, memanjat tebing, atau membuka jalur untuk latihan atau dengan bangga bisa menaklukan alam seperti yang banyak dilakukan mahasiswa pecinta alam saat ini. Alhasil bangsa yang euforia ini bermunculan organisasi pencinta alam baik dari kampus dan diluar kampus.
Kegiatan mahasiswa baik yang terorganisir dalam organisasi pecinta alam ataupun hanya hobi semata hanya berlarian ke gunung, ke goa, ke tebing hanya untuk menikmati alam. Jaman abad ini sudah berubah namun masih ada saja organisasi pencinta alam baik dari kampus dan masyarakat yang bergiat untuk naik gunung, ke goa, arung jeram, ke tebing atau pendidikan seperti gaya militer, menggampar seenaknya calon peserta dengan alasan biar berdisiplin seperti militer. Padahal pendidikan ala militer dewasa ini dengan kekerasan sudah mulai dikurangi.Kalau jiwa seperti ini sudah ditanamkan ke mahasiswa. Bagaimana nasib bangsa kita kedepan?
Pernah penulis mendengar cerita dari teman penulis yang merupakan mahasiswa pecinta alam seandainya gunung itu dipenuhi sampah dan hutannya gundul, iklimnya panas, sungai dipenuhi limbah pabrik, tebing karst di bom dan batunya diambil untuk bahan lantai, meja, dan satwa liar yang eksotik punah seperti Harimau Jawa, Jalak Bali. Apakah organisasi pencinta alam baik itu dikampus maupun diluar kampus diam saja melihat itu semua. Tanya ke diri kita sebagai seorang mahasiswa.
Hasilnya hutan tetap gundul, satwa liar makin lama makin punah, bencana lingkungan mulai bermunculan, bahkan pemanasan global yang dibicarakan setiap negara dan para aktifis lingkungan dari LSM dengan gencarnya mencari solusi. Sedangkan organisasi yang namanya Pencinta Alam yang dipenuhi dengan orang yang bertitle seorang mahasiswa yang memiliki kreatifitas penyelamatan lingkungan pun belum menunjukan taringnya untuk peduli terhadap lingkungan. Bahkan hanya bisa dihitung oleh jari organisasi pencinta alam yang peduli terhadap lingkungan.
Alhasil, makin sepinya minat pemuda sekarang untuk masuk organisasi pencinta alam. Tradisi lama masih dipakai tidak ada formulasi-formulasi baru untuk merefleksikan kegiatan-kegiatannya. Kebiasaan-kebiasaan lama yang harus ditinggalkan malah terus diulang-ulang saja seperti pendidikan dengan kekerasan atau perbedaan yang antara senior dan yunior, pendendaman akibat dari pendidikan yang keras, menebang pohon untuk simulasi SAR, atau pembukaan jalur. Meski kecil namun tetap saja kita memberikan pendidikan yang tidak baik terhadap masyarakat sekitar gunung atau hutan.
Pernah penulis ditanya saat masuk organisasi mahasiswa pencinta kini, apa tujuan anda masuk pencinta alam? Penulis menjawab ingin mengenal alam lebih dekat. Namun, ketika pendidikan tidak dikenalkan dengan alam malah disiksa di bentak meski tidak ada kekerasan fisik, membuka jalur hutan dengan parang seperti kesatria. Inikah sebuah potret mahasiswa ksatria yang bertopeng sebuah organisasi pecinta alam.
Ironisnya, saat ini kita mendengar dan merasakan dampak dari penyakit lingkungan seperti pemanasan global, banjir, longsor, tsunami, belum lagi penyakit-penyakit aneh lainnya. Apa kita sebagai pencinta alam terus merenung naik gunung? Apa kita sebagai pencinta alam masih saja manjat memenuhi kepuasaan jiwa? Apa kita sebagai pencinta alam terus menelusuri goa?Apa kita sebagai pencinta alam terus pergi keriam berarung jeram melintasi sungai?Apa kita sebagai pencinta alam bangga dengan ucapan sebagai penikmat alam?
            Sebuah persepsi yang keliru yang di pegang oleh mahasiswa pecinta alam kebanyakan. Di Fakultas Peternakan contohnya, Mahasiswa pecintaa alam harus lebih progresive serta inovatif untuk melakukan sebuah pemberdayaan kompos agar tidak berpengaruuh dalam global warming. Bidang peternakan merupakan bagian dari alam. Serta tubuh kita pun merupakan bagian dari alam. Lihat! Terlalu banyak hewan ternak di berbagai daerah kekurangan minum air bersih karena airnya tercemar. Banyaknya peternak yang tidak mengetahui cara beternak yang benar. Dan masih banyak orang yang butuh kontribusi kita sebagai mahasiswa peternakan di alam. Karena alam akan menuntut pertanggung jawaban dalam setiap langkah kita. Masihkah kita menjadikan organisasi pecinta alam ini hanya sebuah hobi atau hiburan? Karena masih banyak yang harus dikerjakan. Satu kata dari penulis “ Alam membutuhkan kita segera. Waktu dihitung perdetik, karena 1 detik menyangkut seribu nyawa”. Now Action!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :