Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Sabtu, 01 Oktober 2011

Maria Kristin Yulianti

Aku berangkat menuju olimpiade tanpa ada target apapun. Aku cukup tahu diri dengan keberadaanku yang masih di rundung cedera. Tetapi entahlah, ada keajaiban yang membuatku bisa bangkit dari semuanya.

Aku merasakan kebangkitanku dimulai pada kejuaraan Djarum Indonesia Open Super Series 2008. Sebenarnya begitu aku melihat undian, aku merasa drawing tidak mengunguntungkan buatku. Aku di keroyok pemain China. Aku sendiri tidak menyangka bisa masuk final. Padahal di babak perempat final aku nyaris kalah saat bertemu Zhou Mi. Melawan Zhou Mi aku merasa lututku terasa sakit. Sakitnya terus menjalar ke pinggang, malah sempat aku rasakan sesak nafas. Tetapi akhirnya aku bisa menang. Sebenarnya aku juga bingung, aku merenung dalam hati. “Kok, aku bisa menang ya,” pikirku. Setelah itu aku langsung merelaksasi tubuhku dengan pijatan mang Ace, tukang pijat Pelatnas, agar rasa nyeri di kaki dan pinggang berkurang. Aku berhasil menembus babak semifinal Djarum Indonesia Open Super Series dan bertemu dengan Zhang Ning dari China. Waktu itu aku tidak memikirkan menang atau kalah. Satu tekad yang aku pegang waktu melawan Zhang Ning adalah aku harus berani capek, kemanapun bola datang aku harus mengejarnya. Akhirnya aku bisa mengalahkan ratu bulutangkis China tersebut, meski aku hampir selalu kalah dalam perolehan angka. Senang sekali rasanya. Di final, lagi-lagi aku harus menghadapi pemain China. Kali ini aku bertemu dengan Zhu Lin. Sayang, aku kalah di final dengan rubber game.

Setelah itu aku merasa performaku menanjak. Sedikit demi sedikit, poin untuk bisa bermain di Olimpik terus bertambah. Dan akhirnya poinku cukup untuk bisa bermain di Olimpiade Beijing 2008. Aku berangkat bersama-sama dengan teman yang lain ke Olimpik. Cuma sayang, aku harus bermain sendiri di tunggal putri. Aku mengawali pertandingan di Olimpiade juga dengan kurang meyakinkan. Di babak pertama aku nyaris kalah, waktu melawan Julianne Schenk. Aku menang di game pertama dengan 21-18. Tetapi aku kalah di game kedua dengan 16-21. Di game ketiga aku nyaris kalah, tetapi akhirnya aku bisa menang dengan 22-20.

Di babak kedua, aku bertemu dengan lawan yang jauh lebih ringan. Yoana Martinez dari Spanyol aku kalahkan dengan dua game 21-8, 21-14. Nah, di babak ketiga aku bertemu lawan berat lagi. Aku bertemu dengan Tine Baun yang waktu itu masih menggunakan nama Tine Rasmussen. Aku juga hampir kalah. Cuma beruntung di dua game terakhir aku bisa menang. Aku menang rubber game lagi. Angkanya sangat dekat 18-21, 21-19, 21-14.

Di babak delapan besar lagi-lagi aku harus bermain rubber game. Aku dipaksa bekerja keras oleh Saina Nehwal. Waktu itu aku kalah di game pertama dengan 26-28. Tetapi aku langsung balas di game kedua dengan 21-14 dan game ketiga dengan 21-15. Aku senang sekali. Aku bisa masuk ke babak semifinal. Aku menjadi satu-satunya pemain di luar China yang bisa menembus babak semifinal.

Di babak semifinal aku bertemu kembali dengan Zhang Ning. Rupanya kali ini ia lebih siap, aku kalah di babak semifinal. Tapi aku masih punya kesempatan untuk bisa meraih medali meski itu cuma medali perunggu. Aku bertemu dengan Lu Lan. Ia salah satu musuh bebuyutanku. Sebelum Olimpiade, aku pernah bertemu sekali dengannya. Di tahun 2007, waktu Djarum Indonesia Open Super Series, aku bisa mengalahkannya. Ini modal yang akan aku gunakan untuk menghadapinya. Ternyata tak mudah bagiku untuk mengalahkannya. Aku kalah jauh di game pertama dengan 11-21. Tetapi rupanya ia demam panggung. Ia sering mati sendiri. Aku mengambil kesempatan ini. Game kedua bisa aku rebut dengan 21-13. Dan di game penentuan aku bisa rebut dengan 21-15. Akhirnya, medali perunggu buat Indonesia bisa aku persembahkan. Bangga sekali rasanya.

Aku berdiri di podium kehormatan dalam keadaan setengah sadar. Aku bingung. Aku tidak percaya aku bisa meraih medali. Aku melihat sang saka Merah Putih beriringan dengan bendera China berkibar di arena. Mungkin, seandainya aku yang meraih medali emas, aku akan pingsan di podium, hahahahaha. Itu mungkin saja, karena waktu Markis Kido/Hendra Setiawan meraih medali emas, aku sampai meneteskan air mata karena terharu dan bangga.

Sesampainya kembali ke tanah air, aku dan tim bulutangkis disambut dengan acara yang luar biasa. Bersama dengan yang lain kami disambut layaknya pahlawan yang kembali dari medan pertempuran. Berbagai acara kami lalui. Termasuk ketika aku mendapatkan penghargaan dan bonus dari pemerintah dan PB Djarum. Semua hadiah yang aku kumpulkan, sebagian aku sisihkan untuk ditabung. Sebagian lagi aku gunakan untuk membangun rumah orang tuaku. Senang rasanya bisa membahagiakan orang tua dari hasil keringatku sendiri. Tapi rasanya aku layak memberikan ini kepada mereka. Tanpa mereka aku tidak ada apa-apanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :