#cerpen#
Aku Menunggumu Kekasihku
Semua ini memang
berjalan indah ketika kita menatap langit biru jika saja dia tetap ada
disampingku berdua saja. Mungkin itu akan menjadi harapan terakhirku pada
rumput yang mengangguk-angguk setuju dihadapanku. Sayangnya perpisahan ini
menjadi kelabu merubah langit yang nyatanya biru mengapa terlihat kelabu?
Setidaknya aku tidak buta karena cinta. Aku mabuk pada diriku sendiri. Aku
khilaf pada keputusan yang telah lama aku buat. Dan saat ini aku sedang marah
pada lamunanku sendiri. Dan mencoba menimpuk bukit tepat dihadapanku namun tak
sampai dan tak akan pernah sampai. Satu, dua, dan tiga, dan hampir ratusan
batu-batu kerikil disekelilingku menjadi ungkapan kemarahanku, kemarahan pada
bayangan yang sudah lama hilang, namun melintas dan terdiam lama berhadapan
dengan mata seakan menjelaskan peristiwa saat aku masih gila dengan cinta.
---
27 November 2000,
tepat 3 tahun aku bersamanya. Aku bersama kekasih yang aku cintai. Dan tepat 2
tahun aku bersekolah di tempat ini. SMA Muara Gita Sulawesi Utara. Seharusnya
aku tidak bertempat disekolah ini. Karena pada saat aku mengikuti ujian seleksi
sekolah menengah negeri, namaku tercantum jelas di Koran tepat dua tahun lalu.
Namun kebahagiaan yang harusnya aku rasakan tidak juga dirasakan pada belahan
jiwaku saat itu. Andreas, lelaki yang membuatku selama ini mengerti akan hidup,
membuat aku merasa berguna disaat semua orang menganggap aku sampah, dia seakan
menjadi mesin pendaur ulang hidupku. Disaat akupun sudah tidak kenal keluarga
yang utuh saat ayah dan ibuku bercerai, dan Andre lah yang menjadi satu-satunya
sandaran kegelisahan. Dan andre sudah lekat terlalu dalam dihatiku. Nama
Andreas Purba Sinaga jelas-jelas tidak tercantum pada Koran yang menjadi sumber
informasi kelulusan SMA negeri di Manado, dan kami terus mencari lagi dan lagi.
Tetap saja namanya tidak ada. Hatiku senang saat aku lulus pada urutan ketiga
dan kesenangan itu tak dapat aku rasakan saat aku tau andre tidak berbahagia
atas hal ini. Aku langsung merenggut Koran yang terus andre baca dan
mengajaknya kesebuah bukit yang menjadi milik kita berdua, tempat bisaa kami
menikmati dan menyatakan bahwa benar dunia hanya milik kita berdua, bukit itu
kami beri nama bukit Senja. Karena kami pergi kebukit tersebut selalu dalam
waktu senja hari.
Terdiam beberapa
menit dan membicarakan segalanya. Lalu aku berani berbicara dalam keheningan
“Ndre,
kita daftar di SMA Muara Gita yuk besok. Ntar kamu jemput aku. Kita daftar
bareng, SMA Muara Gita itu bagus loh, dy terkenal dengan basketnya. Jadi inget
waktu kita pertama ketemu di team basket sampai-sampai membuat kita jadian
begini. Dan kamu juga bisa menerapkan impian kamu menjadi pemain basket
internasional. Dan di SMA Muara Gita selalu mengirimkan wakilnya ke pentas nasional
loh Ndre. Ayok kita pulang persiapkan semuanya”.
Aku merenggut
tangan Andre dan mengajaknya pulang. Namun Andre menahannya
“Maksudmu
apa? Kamu bermaksud merendahkan aku? Kamu pikir dengan berkorban kayak gini
kamu bisa jadi pahlawan buat aku. Kamu sadar satu hal Viola, kalau kita itu
punya kelebihan pada bidang masing-masing. Aku memang lemah pada bidang otak.
Tapi aku punya keahlian lain. Kamu jangan pernah berkorban terhadap satu hal
yang masih absurd. Kita cuma pacaran, dan sekolah itu masa depan kamu. Kamu
jangan pernah berkorban masa depanmu hanya karena sesuatu yang absurd. Kamu
temenin aku daftar di SMA Muara Gita dan aku temenin kamu daftar di SMA Negeri
Teladan Manado. Gak semua orang dapet kesempatan itu. Dan kamu udah jadi 3
terbaik”.
“Orang
tuaku tidak pernah mengenal istilah absurd dalam hidup Ndre. Orangtuaku selalu
mendidik aku memiliki sesuatu yang pasti dan sesuai hati nurani. Dan aku sudah
yakin itu saat aku pilih kamu buat aku”.
Viola meneteskan
air mata. Akhirnya mereka berdua pergi untuk menyiapkan pendaftaran di SMA
Muara Gita.
Kami menjalani
sekolah kami sangat menyenangkan. Semua kami buat menjadi romnatis. Kami merasa
bahwa sekolah ini hanya numpang lewat saja pada cerita hidup kami hingga tak
pernah aku memikirkan ujian atau apalah yang berkaitan dengan nilai. Sehingga
ayah dan ibu sangat kecewa karena nilaiku yang jatuh menurun selalu mendapatkan
peringatan ketidak naikan kelas. Buatku itu tidak penting dan Andrelah
satu-satunya alasan yang paling penting buatku. Tanpa dia, jangankan ujian,
hidupku saja tak ada nilainya. Andre bisa membuat aku bahagia dan menjadi orang
paling beruntung telah hidup didunia ini. Tidak sama sepertiku, Andre memiliki
nasib yang lebih beruntung. Dia lebih berkarya dan besok saatnya seleksi untuk
tingkat provinsi agar mewakili ketingkat nasional pemain basket. Dan aku terus
mendukungnya.
Setiap aku pulang
kerumah, aku tidak pernah menganggap bahwa aku benar-benar berada pada sebuah
tempat yang bernamakan rumah. Selayaknya cerita dongeng indah pada buku Bahasa
Indonesia yang aku pelajari. Keluarga itu ada ayah, ibu, kakak dan adik. Aku
menjadi anak tunggal yang seharusnya dimanja dan dipelihara. Namun harapku
tidak sejauh itu pada keluarga ini. Keluarga yang miskin arti keharmonisan.
Berkali-kali aku mencoba mengartikan pengertian ayah dengan keadaan realitas
yang aku rasakan. Ternyata berbeda, buku hanya dongeng dan memuat sesuatu
kebohongan. Arti ayah tak seindah yang dituliskan. Tak jauh berbeda dengan ibu.
Sempat aku melihat wanita-wanita bodoh yang menangis di café saat seorang
penyanyi café menyanyikan lagu bunda oleh potret. Aku jijik melihat mereka
semua. Bunda seperti apa yang mereka harapkan. Lagu yang penuh keabsurdan.
Sendiri. Selalu saja aku sendiri dirumah busuk ini. Tak ada ayah dan ibu, karena
sebenarnya pun aku lebih berharap begini. Aku lebih berharap mereka tidak
berada disini. Dari pada memenuhi pandangan mataku tapi tak pernah berguna
buatku untuk apa? Ayah mabuk-mabukkan setiap pulang tengah malam dan ibu dengan
sucinya membawa leaki yang tak pernah aku tau siapa dia. Rumah ini sudah
menjadi tempat penampungan sampah-sampah yang sudah tak bisa didaur ulang.
Membusuk. Hal tersebutlah yang membuat aku lebih nyaman tinggal bersama Andre.
Meskipun kami hanya berpacaran untuk siswa kelas 1 SMA tapi kami merasakannya
lebih dari itu. Lebih dari orang dewasa rasakan. Karena kami benar-benar
mencintai, saling mencintai.
27 November 2000.
Menjadikan tanggal istimewa untuk perayaan kita jadian. Karena ini sudah dua
tahun kita berpacaran aku berharap akan memberikan sebuah kejutan pada Andre.
Makan malam spesial di tengah danau. Akhirnyapun tepat pada malam harinya kami
benar-benar melakukan itu. Suasana tercipta begitu romantisnya. Danau yang
gelap hanya ditemani lilin-lilin diatas meja mungil dengan menu seafood bisaa
saja. Yang menjadi special malam itu bukan suara keheningan alam, bukan
lilin-lilin yang bersinar. Namun hanya sesosok lelaki yang ada dihadapankulah
yang menjadikan ini semua istimewa. Kami melewatkan malam begitu indahnya
sehingga kami tak mengenal lagi alur hidup ini. Yang kami tau hanyalah
langkahmu dan langkahku maka jadilah langkah kita berdua. Semilir angin Nampak
menerjang bulu-bulu roma menambah keromantisan malam itu. Arus air danau
membawa kami kearah mana kami tak perduli. Yang jelas aku dan Andre sedang
berbincang pada bintang malam itu.
“Sayang,
aku mau kamu jadi bintang itu. Aku mau ngomong sesuatu sama bintang itu malam
ini. Tapi kamu gak boleh nguping yah!”.
Aku bersandar mesra
di pelukan tubuh gagah Andre. Aku berniat ingin memberitahukan andre kalau
bagaimana kita menikah saja. Karena menurutkan dinegara ini sudah tidak asing
lagi menikah muda. Sudah banyak orang yang bahagia karena menjalankan nikah
muda nya. Toh juga kita sudah tidak muda lagi. Namun jari telunjuk Andre yang
halus menyentuh bibirku dengan mesranya
“sebelum
kamu bicara sama bintang itu, aku dulu yang akan ngomong sama bintang yang
bersebelahan pada bintang itu. Itu kamu. Bintang itu punya tangan berwarna
hitam, jadi kita tidak bisa melihatnya. Dan kita tidak pernah tau kalau bintang
mu dan bintangku sedang berpegangan erat sekarang. Tapi kita bisa merasakannya
kan? Karena cinta memang harus dirasakan. Aku mau ngomong sama bintang itu.
Tapi kamu boleh dengar. Bahkan semua isi bumi ini boleh dengar. Yang pertama
dan terakhir. Pertama, aku cinta kamu. Terakhir, aku tidak lolos dalam seleksi
nasional team basket. Sempat merasa gagal karena impianku kandas begitu saja.
Namun pelatih SMA Muara Gita ngasih kesempatan aku buat latihan basket di
London. Selama 1 tahun. Aku berharap bisa latihan bersama team-team terkuat di
Inggris. Dan dari situlah aku bisa menjadi bintang dunia. Tidak hanya sepak
bola, bola basketpun memberikan kesempatan untuk putera daerah latihan diluar
negeri. Bahkan pelatihku bilang. Aku boleh meneruskan kuliah disana gratis.
Dahsyatnya SMA Muara Gita, karena memang SMA ini sudah terpandang team
basketnya di London. Dan Juri seleksi kemarin melihat permainanku dan
memilihku, agar aku dilatih dengannya di London bersama teman-teman hebat lainnya.
Terima kasih sayang dulu kamu sudah ngajak aku daftar di sekolah ini. Sekolah
yang benar kata kamu, bisa membawa aku pada kesuksesan. Nanti kalau aku sudah
pulang dari London dan menjadi orang sukses. Kita menikah”.
Aku tidak mengerti
harus bahagia atau bersedih. Namun setidaknya aku sudah memegang prinsip dan
akan selalu aku pegang. Bahwa kebahagiaan andre adalah kebahagiaan untukku.
Sementara hati kecilku menangis merasa kehilangan. Bayangkan saja biasanya
setiap detik dalam hariku selalu ada raganya dan mulai minggu depan aku harus
menatap tanpa melihat ada sosoknya tergambar dalam pelopak mataku. Sekali lagi,
kebahagiaannya adalah kebahagiaanku.
“Kamu hebat
sayang”.
Aku mencium Andre
dan kami kembali menikmati malam itu. Dan perahu pun bersandar. Andre mengajak
ku agar menginap di danau itu saja. Karena hari yang sudah terlalu larut. Dan
kejadian yang tidak pernah aku inginkan terjadi ditempat ini.
“Sayang,
jadikan malam ini malam yang begitu special buat kita. Jadikan malam ini, malam yang tidak
dapat kita lupakan saat kita terpisah pada benua yang berbeda nanti. Jadikan
malam ini menjadi malam antara aku dan kamu”.
Andre mulai
merabaku dan mencumbu seluruh tubuhku di danau itu. Hingga aku sudah tidak
merasakan adanya sebah kesalahan atas tidakan yang aku lakukan.
Walaubagaimanapun aku sudah sangat mencintainya dan akhirnya kami bercinta
malam itu.
Waktu sudah
melihatkan mentari dan menunjukkan pukul 9 pagi dan Andre mengantarku pulang
kerumah.
“Sayang, maafin aku
yah semalem”.
Aku menjawab dengan
bibir nyinyir tanda mengiyakan. Seperti bisaa rumahku sepi. Dan tidak pernah
terlihat ada keluarga disini. Dan andre langsung pergi begitu saja.
Aku masuk mengetuk
pintu rumah. Dan ternyata kali ini rumahku sangat berbeda. Keluargaku lengkap
(ayah, ibu, kakek ayah, kakek ibu, nenek ayah, nenek ibu dan keluargaku penuh.
Aku bingung ada apa ini? Ternyata mereka sedang membicarakan tentang perceraian
ayah dan ibuku. Dan kedua keluarga sudah menyatakan persetujuannya. Ayah dan
Ibuku bercerai dan sidang resmi akan dijalankan lusa. Kenapa semua hal ini
diputuskan, tanpa memperdulikan aku sedikitpun. Memberitahukupun tidak, aku
tiba dirumah dengan bahagia namun keluarga seakan menghancurkannya begitu saja.
Aku sudah merasa tidak dianggap di tempat ini. Tempat yang kata orang menjadi
surga dunia. Aku menangis mendengar penjelasan nenek dan berlari menuju kamar,
membereskan seluruh isi barangku. Aku benar-benar gila hari itu. Aku mengamuk
dan berteriak tak tau arah “Ok, kalau kalian semua disini sudah gak pernah
menganggapku sedikitpun. Aku terima. Aku benar-benar hilang dari rumah ini. Dan
jangan pernah menganggap aku anggota dari keluarga ini. Ayah dan ibu mungkin
akan sedkit lebih lega karena tidak perlu repot-repot memperebutkan hak asuh
anak. Karena mulai detik ini kalian sudah tidak punya anak. Aku segera keluar
dan seluruh isi keluargaku hanya terdiam dan tertunduk malu.
Aku pasi, sudah
tidak tau harus bagaimana dan kemana. Satu hal yang ada dalam pikiranku adalah
Andre. Aku harus menuju rumah andre siang ini juga. Akhirnya sore pukul 6 sore
aku tiba dirumah andre dan mencoba memencet bel rumahnya namun tidak ada
tanggapan yang berarti. Aku segera menuju satpam perumahan tersebut dan satpam
memberikan kabar yang kurang menyenangkan. Keluarga Thomas (ayah Andre) baru
saja pergi kebandara semua. Katanya ingin mengantar keluarganya keluar negeri.
Baiklah setidaknya aku masih bisa menunggu di pos satpam ini menanti andre
pulang dari bandara bersama kedua orang tuanya yang mengantar saudaranya keluar
negeri.
1 jam kemudian
tepat pukul 8 malam, mobil yang sering andre pakai berhenti di pos satpam. Dan
Ibu Thomas melihatku lusuh dan mengajakku masuk mobil
“Viola? Kamu
ngapain disitu. Ayok masuk mobil”.
Tante menyuruhku
masuk mobil dan membawa aku kerumahnya. Namun kenapa yang menyupir mobil Pak
Burhan, supir Om Thomas. Kemana Andre?
“Kamu
terlambat viola, Andre baru saja pergi. Tadi kami mengantarnya kebandara. Kami
menunggu kamu 1 jam dirumah untuk ikut mengantar andre karena beasiswa
basketnya dimajukan. Katanya ada proses administrasi. Andre tadi sedih sekali
kamu gak datang dan mengantarnya ke bandara. Bahkan dia berniat untuk cancel
keberangkatan. Tapi gak jadi karena pelatih yang dari London mengharuskan dia
berangkat malam ini. Kamu kemana saja Viola?”
Aku segera merogoh
handphone di saku ku. Ternyata tidak ada. Handphone ku tertinggal di rumah.
Pantas saja keluarga Thomas tidak bisa menghubungiku. Aku sangat menyesal.
Sangat menyesal sekali. Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya
bisa membisu sampai akhirnya kami tiba dirumah Andre. Tante menyuruhku masuk.
Dan dalam keheningan malam itu. Aku mulai berbicara jujur tentang keadaanku
kepada tante.
“kamu
tidak boleh bersikap seperti itu Viola, tante juga seoarang ibu. Jadi tante tau
benar bagaimana perasaan ibu kamu saat ini. Sebaiknya kamu pulang. Tapi jangan
sekarang. Tante pikir kamu perlu menenangkan diri dulu. Kami sangat menyediakan
kamar untukmu tinggal disini. Tapi jangan terlalu lama. Karena nanti tidak enak
dengan keluarga kamu. Kamu harus pulang nak”.
Tante mengijinkan
aku menetap sampai saat sidang perceraian resmi diumumkan.
Dua hari kemudian.
“Hari
ini, kedua orangtuamu menjalani sidang perceraian kan? Kamu datang kan Viola?
Ayok tante antar. Biar sekalian tante jelaskan ke keluargamu”.
Aku dan tante
Thomas tiba di pengadilan dan aku melihat dengan jelas ketukan palu itu.
Ketukan palu yang menandakan kedua orang tuaku resmi bercerai. Aku seperti
melihat palu itu malaikat pencabut nyawa dan saat permukaan palu membentur
alasnya. Rasanya semakin dekat malaikat itu ingin mencabut nyawaku. Dan aku
berteriak tepat saat palu diketuk sehingga keluarga ayah dan ibu sadar kalau
akupun ada di persidangan itu. Hakim memberikan keputusan hak anak sepenuhnya
kepadaku. Untuk memilih ayah atau ibu dalam waktu seminggu ini. Setidaknya aku
banyak berterima kasih pada ibunya andre yang sudah banyak membantu. Dan
setelah berbincang dengan ibuku, Nyonya Thomas pun menghampiriku untuk
berpamitan.
“Nak, mungkin minggu depan kami sekeluarga akan pindah ke London
tinggal bersama Andre mengejar impiannya. Karena Om juga sudah tidak bekerja
disini jadi kami ingin membantu keluarga kami di London dalam sebah proyek. Ada
yang ingin kamu sampaikan pada tante?”.
Aku ingin menjawab,
aku ingin ikut tante. Aku sangat ingin ikut. Namun aku sudah tidak mau
merepotkan tante lagi.
“Tidak
tante, salam saja buat andre, saya harap andre akan selalu menghubungi saya dan
mengejar cita-cita indahnya dengan pasti dan sukses, selamat jalan tante”.
Akhirnya keluarga
Thomas pergi ke London dan aku tinggal bersama ibuku di rumah yang dulu aku
anggap neraka. Ayah memutuskan untuk bekerja di Bolivia dan menetap disana. Ibu
sudah banyak berubah, setidaknya perceraian ini membuat ibu menyadari apa arti
seorang anak. Dan ibu sangat mencintaiku dan akupun merasa sangat dicintai.
Akhirnya aku kenal hubungan antara Ibu dan anak saat itu. Sementara ayah? Tidak
ada kabarnya.
Begitu juga dengan
keluarga andre. Sejak saat tante pamitan, mereka sudah tidak ada kabarnya lagi.
Hilang seperti ditelan bumi. Aku sangat merasa kehilangan andre dan menemukan
ibuku kembali. Bertahun-tahun aku menanti andre dan tepat hari ini, disaat
ulang tahun hubungan kita.
27 November 2006.
Delapan tahun sudah Andre benar-benar hilang ditelan bumi dan aku terduduk saat
ini. Pada sebuah bukit yang dulu kami beri nama bukit senja. Dan aku terduduk
memegang sebatang lilin berharap andre datang memberikan kejutan. Setiap tahun,
aku selalu seperti ini, tepat ditanggal ini dan di waktu ini. Aku terus
menimpuki kerikil-kerikil yang ada di sekitarku. Menghancurkan bukit yang tepat
berada didepanku. Dan andre pun tak datang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Malam telah tiba dan ibu sudah menungguku di mobil untuk pulang. Ibu sangat
mencintai dan menghargaiku saat ini. Sampai-sampai ibu rela menemaniku
mengenang andre pada bukit ini. Bukit Senja yang nampaknya akan terbenam.
“Nanti kita usaha
lagi yah menghubungi andre”.
Ibu memang ibu yang
luar bisa sekarang. Selama ini dia berusaha kesana kemari untuk mencari tau
keberadaan Andre. Namun tidak berhasil. Ibu sangat mendukungku dalam segala hal
terutama karir. Rasa cintaku pada dunia basket ternyata tidak pudar hingga
usiakku yang ke 28 tahun yang terus menanti kekasihnya untuk pulang. Aku
bekerja pada perusahan pembuat bola basket sebagai Manajer produksi. Karierku
sangat berkembang disini. Hingga dalam waktu tidak lebih dari lima tahun, aku
sudah bisa menduduki posisi jabatan yang diidamkan oleh semua orang. Yaitu
sekretaris direktur. Ini sudah tahun ke 5 saya bekerja di perusahan ini.
Melihat bola basket seperti melihat andre rasanya.
Bukit senja memang akan tetap senja. Dan aku
masih mengunjungi bukit itu minimal satu tahun sekali. Dan andre juga tidak
datang. Hingga di perusahaanku akan berganti direktur karena direktur yang
sekarang sudah tidak bisa bekerja lagi secara fisik dan akan digantikan dengan
direktur baru seorang lelaki tampan yang sudah berkeluarga dan mempunyai 2 orang
anak yang masih kecil. Karena aku sangat menyukai anak kecil. Sangat idak sabar
aku menanti direkturku ini. Terutama anak kecilnya. Acara perkenalan direktur
baru diadakan tepat tanggal 27 November dan sore harinya setelah ini aku akan
kembali kebukit senja. Mengenang cinta yang telah lama hilang. Pak Josep selaku
pembicara memperkenalkan bahwa direktur barunya bernama Pak Aga. Dia bisaa
dipanggil seperti itu dan dia akan datang nanti sore. Sebagai seorang
sekretaris yang diharapkan datang aku menyatakan tidak bisa karena datang
kebukit senja adalah segalanya.
Pertemuan sore pun
dilakukan seperti biasanya. Dan aku terduduk kembali dibukit senja. Sendiri
tanpa ibu dan siapapun. Merenung dan meratapi.
”Jadi ini yang menjadi alasan seorang sekretaris ternama di kantor
untuk tidak ikut acara penyambutan direktur baru, cuma memandangi mimpi-mimpi
kosong bersahabat dengan ke sia-siaan meskipun cuma sekali setahun. Tapi
setidaknya dia terlalu sempurna untuk menangis hanya karena menatap terus bukit
yang gak akan hancur meski ribuan kerikil di lontarkan”.
Benar sekali. Itu
seperti suara andre Purba Sinaga. Aku menengok kebelakang dan meyakinkan sosok
tersebut benar adanya. Andre Purba Sinaga. Aku segera memeluknya dengan tangis
melampiaskan bertahun-tahun penantian yang tak kunjung datang. Dan aku sangat
menikmatinya sore itu. Hingga kami berbincang penuh dengan keriangan sehingga
tak ada waktu lagi buatku untuk marah atas perbuatannya yang tak pernah memberi
kabar bertahun-tahun. Setidaknya yang paling penting dia hadir dihadapanku. Itu
saja cukup. Apalagi ditempat istimewa seperti ini. Tempat kesepakatan cinta
kami. Kami menghabiskan malam itu hingga larut bahkan sangat larut mengenang
kembali perayaan saat kami merayakannya di danau dulu. Akhirnya andre mengajakku
pulang dan mengantarku sampai rumah. Di dalam mobil Andre menyetel sebuah radio yang memutar sebuah lagu yang
tepat sekali menjadi perjalanan cintaku padanya.
DHISA – CINTAKU KAMU
Ku merasa saat kau datang kembali
Mesti aku mencoba bertahan dan hindari
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku
Ku sadari meski bintang bersinar di langit indah
Aku tak akan mampu menggapai sinarnya
Dirimu kan selalu di sana dengannya
Takkan berubah meski cintaku kamu
Mesti aku mencoba bertahan dan hindari
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku
Ku sadari meski bintang bersinar di langit indah
Aku tak akan mampu menggapai sinarnya
Dirimu kan selalu di sana dengannya
Takkan berubah meski cintaku kamu
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku
Takkan berubah meski cintaku kamu
Keesokan harinya
aku pergi kekantor dan beraktifitas setidaknya dengan senyum dan tidak jutek
lagi. Karena dulu aku memang terkenal sangat jutek diperusaahaan ini, itu dia
yang menjadikan mereka beralasan kalau aku belum punya pendamping. Padahal
salah besar. Setidaknya aku akan memiliki pendamping karena Andre telah
kembali. Dikantor itu, aku melihat anak kecil jatuh dan menangis dilantai tepat
didepanku. Karena aku memang sangat mencintai anak kecil dan aku langsung
menduga bahwa itu adalah anak pak Aga. Aku langsung menggendongnya dan
membawanya menuju ruangan pak Aga, direktur baru yang baru sempat aku temui
saat ini. Akupun mempersiapkan berkas-berkas dokumen yang harus diserakan pada
direktur baru itu dan membawa anak tersebut ke ruangan pak Aga. Dan aku segera
masuk dan melihat wajah yang sama persis seperti wajah andre tepat di balik
pintu itu. Dan seraya anak kecil tersebut pun memanggilnya dengan sebutan
“papa”.
Setauku andre tidak
mempunyai saudara kembar dan kalau memang mirip itu tidak mungkin karena hampir
saja tidak ada perbedaan sedikitpun. Aku pasti bermimpi saat ini.
“Akhirnya kita
ketemu lagi Viola. Silahkan masuk”
Ya, benar itu
adalah Andre Purba Sinaga. Di London dia mengakrabkan dirinya dengan sebutan
Aga sesuai nama belakangnya. Namun apa arti semua ini? Kenapa dia datang disaat
aku mulai ada surga baru pada mimpiku? Lantas anak ini? Pantas saja dia kemarin
menghampiriku ke bukit senja. Jadi dia sekarang direkturku. Aku bingung, aku
bingung pada mimpiku sendiri. Dan aku meletakkan dokumen dimeja pak Aga lalu
segera lekas pergi dari ruangan itu dan saat aku membalikan badan, aku menabrak
sesosok wanita yang sangat cantik bak model kenamaan Internasional. Wanita
bule,
“sorry miss”
dan aku segera keluar menutup pintu. Saat itupun
aku mencoba bekerja seperti biasanya dan seminggu kemudian aku tidak pernah
masuk kekantor karena aku tidak bisa membohongi rasaku yang sudah retak dan
hancur. Dia datang saat aku kembali menuai harapan. Aku masih mencintanya.
Dengan sangat jelas masih mencintainya. Aku mencoba untuk memaafkannya dan
merasakan kembali cintanya saat dia datang.
Sejak saat itu aku
memutuskan untuk berhenti dari kantor tersebut dan karena ikatan kontrak yang
sudah disepakati. Maka aku harus tetap bekerja secara professional setidaknya
selama kontrak selesai 5 tahun kedepan. Tapi apa aku kuat menjalani ini.
Mencintai kekasih yang saat ini sudah menjadi istri orang? Kenapa dia datang
kehidupku disaat aku memang tidak mungkin memilikinya? Meskipun aku bekerja
selalu berdua dengannya dan kami berhubungan sama seperti semesra dahulu saat
kami masih berpacaran dan aku harus meyakini diriku bahwa lelaki yang berhadapan
denganku saat ini adalah milik orang lain kini dan aku tidak akan pernah
memilikinya. Aku tidak mungkin berharap lagi akan cintanya dan bermimpi agar
dia bersamaku kembali. Aku sering melihatnya bahagia sekali dengan keluarganya
dan sama sekali tidak pernah memperdulikanku yang terus memandanginya di
rumahnya. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintainya. Aku sudah terlanjur
menjaga cinta ini terlalu lama dan begitu dalam sehingga sulit dan sangat sulit
menghilangkannya begitu saja. Kalau aku bisa menahan rasa saat aku ditinggalkan
bertahun-tahun lamanya. Aku yakin bahwa aku juga bisa menahan rasa pahit saat
orang yang aku cintai bermesraan dengan istri yang dia cintai. Setidaknya aku
kenal satu karakter jelas yang tidak aku ketahui selama ini yang ada pada
dirinya. Egois. Dia sangat egois tanpa sedikitpun memperdulikan rasa yang sudah
menancap di sanubari ini. Yah! Dia sangat egois. 5 tahun aku mencoba belajar
bagaimana menahan rasa. 5 tahun rasanya aku berkorban pada sebuah kata cinta. 5
tahun lamanya. Hingga saatnya kontrakku selesai dan aku memutuskan pergi untuk
meninggalkan cintaku selamanya. Aku akan mengubur setiap mimpi yang ber-asa-kan
cinta dan aku tidak pernah berfikir itu sedkitpun. Hatiku terlalu lemah untuk
satu kata. CINTA. Dan aku izin kepada ibu untuk pergi ke Bolivia menyusul ayah.
Berkarya dan hanya berkarya, tanpa perduli adanya kata CINTA. Semoga saja aku
tau bahwa cinta diciptakan untuk berharap. Dan semoga aku tidak pernah lagi
melihat bukit senja, dan aku tidak akan lagi melihat Andrea Purba Sinaga. Ibuku
sangat mengerti dan mengijinkanku pergi ke Bolovia karena ibupun juga akan
menikah dengan lelaki yang sangat dicintainya. Jadi aku merasa sedikit lega
meninggalkan ibu dan kuharap juga cintaku. Aku memang tidak seperti ibu yang
bisa bertemu cinta sampai dua kali dalam hidupnya sementara aku merangkai
sumpah untuk tidak mau tau apa arti cinta lagi dalam hidupku. Cintaku hanya
untuk Andrea Purba Sinaga dan telah dibawa mati bersamanya dan keluarga
bahagianya.
Aku
tiba di Bolivia, dan aku tidak mengenal cinta.
Cinta terkadang tidak pernah memberikan jawabannya
dengan pasti, cinta kadang membuat kita selalu bertindak bodoh dan diluar
kendali. Cinta bisa membuat kita merasa mati. Cinta bisa membuat kita berharap.
Dan cinta bisa membuat kita tidak mengerti akan hidup ini. Seharusnya cinta
harus dimengerti dan dijawab dengan indahnya. Tapi keinginan cinta tak selalu
selaras dengan keinginan pemiliknya. Cinta, misteri dan bisa membuat hidup tak
berguna lagi dan menjadikan kita tidak akan pernah mengenal cinta itu lagi.
Cinta itu keabadian dan keabadian bukan cinta. Janganlah hidup karena
cinta dan jangan pula hidup tanpa cinta.
Anton Hidayah
CINTA
Kupersiapkan diri menanti mentari pagi. Memberikan
harapan yang sebenarnya sudah lama hilang. Ku buka pintu dan duduk penuh
impian. Genteng-genteng rumah bergoyangan, angin kencang datang tak pernah
senang. Pintu menabrakku luput sudah masa depan. Aku masih terbayang-bayang
wajah yang kian menggerayang malam. Aku terbangun di pagi ini bukan tanpa
alasan. Hati kembali bergumam. “sosok mana yang membuat kau lupa akan tenangnya
malam? Jantung ikut berontak semakin berdetak tak punya otak. Darah mengalir
deras melindas-lindas organ dalam tanda tidak tenang. Waktu mana lagi yang akan
aku hancurkan untuk menindas-nindas kenangan yang tak berangan. Prosa cinta
hanya bermain-main saja. Pandangan masih gelap tapi bayangan masih benderang.
Apa mungkin wajahmu sulit untuk dilupakan. Selalu mengganggu dan semakin lama
akan merusak pikiran. Kuhadapkan tembok persis didepan wajah, kubenturkan
kepala namun wajahmu tak juga reda. Perlukah ku jatuhkan lonceng diatas kepala
lalu kepalaku pecah? Otak berceceran dan di syaraf yang mana wajahmu tersimpan.
Kupandangi pelan-pelan garis lurus mata, membentur kaca rumah sebelah. Aku
melihat kembali wajahku. Kau melihatku dari balik kaca jendela, apakah itu
rumahmu? Ilusi. Kusenderkan pikiran pada sebuah tiang, kupeluk dan kudekap ia
mesra. Kucumbu sampai melenguh. Uh.
Cinta menuntut kenyataan. Ada sinar tiba-tiba datang dari sudut mata memandang,
mentari muncul memberikan harapan. Tapi akankah membuat aku lupa pada lukisan
wajah yang tersangkut dikepala. Panas bara matahari aku rasa tak akan mampu
menghapuskan bayanganmu dalam pikiranku. Tiba-tiba muncul sebuah harapan,
mencoba berjalan kedepan menabrak perbukitan yang sejak tadi kupandang. Karena
mentari terletak dibaliknya. Ku harap kudekat semakin membara panas yang aku
rasa. Agar pikiran ini melepuh. Sia-sia. Kubalikkan badan dan kuterjang semua
hayalan. Kudobrak pintu demi pintu rumahku demi sebuah kenyataan bahwa dibalik
pintu kesepuluh akan ada masa depan yang lebih indah dari pada memikirkannya.
Aku masih terduduk dipintu pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :