Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Jumat, 08 Juni 2012

Menunggumu


#cerpen#
Aku Menunggumu Kekasihku


Semua ini memang berjalan indah ketika kita menatap langit biru jika saja dia tetap ada disampingku berdua saja. Mungkin itu akan menjadi harapan terakhirku pada rumput yang mengangguk-angguk setuju dihadapanku. Sayangnya perpisahan ini menjadi kelabu merubah langit yang nyatanya biru mengapa terlihat kelabu? Setidaknya aku tidak buta karena cinta. Aku mabuk pada diriku sendiri. Aku khilaf pada keputusan yang telah lama aku buat. Dan saat ini aku sedang marah pada lamunanku sendiri. Dan mencoba menimpuk bukit tepat dihadapanku namun tak sampai dan tak akan pernah sampai. Satu, dua, dan tiga, dan hampir ratusan batu-batu kerikil disekelilingku menjadi ungkapan kemarahanku, kemarahan pada bayangan yang sudah lama hilang, namun melintas dan terdiam lama berhadapan dengan mata seakan menjelaskan peristiwa saat aku masih gila dengan cinta.
---
27 November 2000, tepat 3 tahun aku bersamanya. Aku bersama kekasih yang aku cintai. Dan tepat 2 tahun aku bersekolah di tempat ini. SMA Muara Gita Sulawesi Utara. Seharusnya aku tidak bertempat disekolah ini. Karena pada saat aku mengikuti ujian seleksi sekolah menengah negeri, namaku tercantum jelas di Koran tepat dua tahun lalu. Namun kebahagiaan yang harusnya aku rasakan tidak juga dirasakan pada belahan jiwaku saat itu. Andreas, lelaki yang membuatku selama ini mengerti akan hidup, membuat aku merasa berguna disaat semua orang menganggap aku sampah, dia seakan menjadi mesin pendaur ulang hidupku. Disaat akupun sudah tidak kenal keluarga yang utuh saat ayah dan ibuku bercerai, dan Andre lah yang menjadi satu-satunya sandaran kegelisahan. Dan andre sudah lekat terlalu dalam dihatiku. Nama Andreas Purba Sinaga jelas-jelas tidak tercantum pada Koran yang menjadi sumber informasi kelulusan SMA negeri di Manado, dan kami terus mencari lagi dan lagi. Tetap saja namanya tidak ada. Hatiku senang saat aku lulus pada urutan ketiga dan kesenangan itu tak dapat aku rasakan saat aku tau andre tidak berbahagia atas hal ini. Aku langsung merenggut Koran yang terus andre baca dan mengajaknya kesebuah bukit yang menjadi milik kita berdua, tempat bisaa kami menikmati dan menyatakan bahwa benar dunia hanya milik kita berdua, bukit itu kami beri nama bukit Senja. Karena kami pergi kebukit tersebut selalu dalam waktu senja hari.
Terdiam beberapa menit dan membicarakan segalanya. Lalu aku berani berbicara dalam keheningan
“Ndre, kita daftar di SMA Muara Gita yuk besok. Ntar kamu jemput aku. Kita daftar bareng, SMA Muara Gita itu bagus loh, dy terkenal dengan basketnya. Jadi inget waktu kita pertama ketemu di team basket sampai-sampai membuat kita jadian begini. Dan kamu juga bisa menerapkan impian kamu menjadi pemain basket internasional. Dan di SMA Muara Gita selalu mengirimkan wakilnya ke pentas nasional loh Ndre. Ayok kita pulang persiapkan semuanya”.
Aku merenggut tangan Andre dan mengajaknya pulang. Namun Andre menahannya
“Maksudmu apa? Kamu bermaksud merendahkan aku? Kamu pikir dengan berkorban kayak gini kamu bisa jadi pahlawan buat aku. Kamu sadar satu hal Viola, kalau kita itu punya kelebihan pada bidang masing-masing. Aku memang lemah pada bidang otak. Tapi aku punya keahlian lain. Kamu jangan pernah berkorban terhadap satu hal yang masih absurd. Kita cuma pacaran, dan sekolah itu masa depan kamu. Kamu jangan pernah berkorban masa depanmu hanya karena sesuatu yang absurd. Kamu temenin aku daftar di SMA Muara Gita dan aku temenin kamu daftar di SMA Negeri Teladan Manado. Gak semua orang dapet kesempatan itu. Dan kamu udah jadi 3 terbaik”.
“Orang tuaku tidak pernah mengenal istilah absurd dalam hidup Ndre. Orangtuaku selalu mendidik aku memiliki sesuatu yang pasti dan sesuai hati nurani. Dan aku sudah yakin itu saat aku pilih kamu buat aku”.
Viola meneteskan air mata. Akhirnya mereka berdua pergi untuk menyiapkan pendaftaran di SMA Muara Gita.
Kami menjalani sekolah kami sangat menyenangkan. Semua kami buat menjadi romnatis. Kami merasa bahwa sekolah ini hanya numpang lewat saja pada cerita hidup kami hingga tak pernah aku memikirkan ujian atau apalah yang berkaitan dengan nilai. Sehingga ayah dan ibu sangat kecewa karena nilaiku yang jatuh menurun selalu mendapatkan peringatan ketidak naikan kelas. Buatku itu tidak penting dan Andrelah satu-satunya alasan yang paling penting buatku. Tanpa dia, jangankan ujian, hidupku saja tak ada nilainya. Andre bisa membuat aku bahagia dan menjadi orang paling beruntung telah hidup didunia ini. Tidak sama sepertiku, Andre memiliki nasib yang lebih beruntung. Dia lebih berkarya dan besok saatnya seleksi untuk tingkat provinsi agar mewakili ketingkat nasional pemain basket. Dan aku terus mendukungnya.
Setiap aku pulang kerumah, aku tidak pernah menganggap bahwa aku benar-benar berada pada sebuah tempat yang bernamakan rumah. Selayaknya cerita dongeng indah pada buku Bahasa Indonesia yang aku pelajari. Keluarga itu ada ayah, ibu, kakak dan adik. Aku menjadi anak tunggal yang seharusnya dimanja dan dipelihara. Namun harapku tidak sejauh itu pada keluarga ini. Keluarga yang miskin arti keharmonisan. Berkali-kali aku mencoba mengartikan pengertian ayah dengan keadaan realitas yang aku rasakan. Ternyata berbeda, buku hanya dongeng dan memuat sesuatu kebohongan. Arti ayah tak seindah yang dituliskan. Tak jauh berbeda dengan ibu. Sempat aku melihat wanita-wanita bodoh yang menangis di café saat seorang penyanyi café menyanyikan lagu bunda oleh potret. Aku jijik melihat mereka semua. Bunda seperti apa yang mereka harapkan. Lagu yang penuh keabsurdan. Sendiri. Selalu saja aku sendiri dirumah busuk ini. Tak ada ayah dan ibu, karena sebenarnya pun aku lebih berharap begini. Aku lebih berharap mereka tidak berada disini. Dari pada memenuhi pandangan mataku tapi tak pernah berguna buatku untuk apa? Ayah mabuk-mabukkan setiap pulang tengah malam dan ibu dengan sucinya membawa leaki yang tak pernah aku tau siapa dia. Rumah ini sudah menjadi tempat penampungan sampah-sampah yang sudah tak bisa didaur ulang. Membusuk. Hal tersebutlah yang membuat aku lebih nyaman tinggal bersama Andre. Meskipun kami hanya berpacaran untuk siswa kelas 1 SMA tapi kami merasakannya lebih dari itu. Lebih dari orang dewasa rasakan. Karena kami benar-benar mencintai, saling mencintai.
27 November 2000. Menjadikan tanggal istimewa untuk perayaan kita jadian. Karena ini sudah dua tahun kita berpacaran aku berharap akan memberikan sebuah kejutan pada Andre. Makan malam spesial di tengah danau. Akhirnyapun tepat pada malam harinya kami benar-benar melakukan itu. Suasana tercipta begitu romantisnya. Danau yang gelap hanya ditemani lilin-lilin diatas meja mungil dengan menu seafood bisaa saja. Yang menjadi special malam itu bukan suara keheningan alam, bukan lilin-lilin yang bersinar. Namun hanya sesosok lelaki yang ada dihadapankulah yang menjadikan ini semua istimewa. Kami melewatkan malam begitu indahnya sehingga kami tak mengenal lagi alur hidup ini. Yang kami tau hanyalah langkahmu dan langkahku maka jadilah langkah kita berdua. Semilir angin Nampak menerjang bulu-bulu roma menambah keromantisan malam itu. Arus air danau membawa kami kearah mana kami tak perduli. Yang jelas aku dan Andre sedang berbincang pada bintang malam itu.
“Sayang, aku mau kamu jadi bintang itu. Aku mau ngomong sesuatu sama bintang itu malam ini. Tapi kamu gak boleh nguping yah!”.
Aku bersandar mesra di pelukan tubuh gagah Andre. Aku berniat ingin memberitahukan andre kalau bagaimana kita menikah saja. Karena menurutkan dinegara ini sudah tidak asing lagi menikah muda. Sudah banyak orang yang bahagia karena menjalankan nikah muda nya. Toh juga kita sudah tidak muda lagi. Namun jari telunjuk Andre yang halus menyentuh bibirku dengan mesranya
“sebelum kamu bicara sama bintang itu, aku dulu yang akan ngomong sama bintang yang bersebelahan pada bintang itu. Itu kamu. Bintang itu punya tangan berwarna hitam, jadi kita tidak bisa melihatnya. Dan kita tidak pernah tau kalau bintang mu dan bintangku sedang berpegangan erat sekarang. Tapi kita bisa merasakannya kan? Karena cinta memang harus dirasakan. Aku mau ngomong sama bintang itu. Tapi kamu boleh dengar. Bahkan semua isi bumi ini boleh dengar. Yang pertama dan terakhir. Pertama, aku cinta kamu. Terakhir, aku tidak lolos dalam seleksi nasional team basket. Sempat merasa gagal karena impianku kandas begitu saja. Namun pelatih SMA Muara Gita ngasih kesempatan aku buat latihan basket di London. Selama 1 tahun. Aku berharap bisa latihan bersama team-team terkuat di Inggris. Dan dari situlah aku bisa menjadi bintang dunia. Tidak hanya sepak bola, bola basketpun memberikan kesempatan untuk putera daerah latihan diluar negeri. Bahkan pelatihku bilang. Aku boleh meneruskan kuliah disana gratis. Dahsyatnya SMA Muara Gita, karena memang SMA ini sudah terpandang team basketnya di London. Dan Juri seleksi kemarin melihat permainanku dan memilihku, agar aku dilatih dengannya di London bersama teman-teman hebat lainnya. Terima kasih sayang dulu kamu sudah ngajak aku daftar di sekolah ini. Sekolah yang benar kata kamu, bisa membawa aku pada kesuksesan. Nanti kalau aku sudah pulang dari London dan menjadi orang sukses. Kita menikah”.
Aku tidak mengerti harus bahagia atau bersedih. Namun setidaknya aku sudah memegang prinsip dan akan selalu aku pegang. Bahwa kebahagiaan andre adalah kebahagiaan untukku. Sementara hati kecilku menangis merasa kehilangan. Bayangkan saja biasanya setiap detik dalam hariku selalu ada raganya dan mulai minggu depan aku harus menatap tanpa melihat ada sosoknya tergambar dalam pelopak mataku. Sekali lagi, kebahagiaannya adalah kebahagiaanku.
“Kamu hebat sayang”.
Aku mencium Andre dan kami kembali menikmati malam itu. Dan perahu pun bersandar. Andre mengajak ku agar menginap di danau itu saja. Karena hari yang sudah terlalu larut. Dan kejadian yang tidak pernah aku inginkan terjadi ditempat ini.
“Sayang, jadikan malam ini malam yang begitu special buat  kita. Jadikan malam ini, malam yang tidak dapat kita lupakan saat kita terpisah pada benua yang berbeda nanti. Jadikan malam ini menjadi malam antara aku dan kamu”.
Andre mulai merabaku dan mencumbu seluruh tubuhku di danau itu. Hingga aku sudah tidak merasakan adanya sebah kesalahan atas tidakan yang aku lakukan. Walaubagaimanapun aku sudah sangat mencintainya dan akhirnya kami bercinta malam itu.
Waktu sudah melihatkan mentari dan menunjukkan pukul 9 pagi dan Andre mengantarku pulang kerumah.
“Sayang, maafin aku yah semalem”.
Aku menjawab dengan bibir nyinyir tanda mengiyakan. Seperti bisaa rumahku sepi. Dan tidak pernah terlihat ada keluarga disini. Dan andre langsung pergi begitu saja.
Aku masuk mengetuk pintu rumah. Dan ternyata kali ini rumahku sangat berbeda. Keluargaku lengkap (ayah, ibu, kakek ayah, kakek ibu, nenek ayah, nenek ibu dan keluargaku penuh. Aku bingung ada apa ini? Ternyata mereka sedang membicarakan tentang perceraian ayah dan ibuku. Dan kedua keluarga sudah menyatakan persetujuannya. Ayah dan Ibuku bercerai dan sidang resmi akan dijalankan lusa. Kenapa semua hal ini diputuskan, tanpa memperdulikan aku sedikitpun. Memberitahukupun tidak, aku tiba dirumah dengan bahagia namun keluarga seakan menghancurkannya begitu saja. Aku sudah merasa tidak dianggap di tempat ini. Tempat yang kata orang menjadi surga dunia. Aku menangis mendengar penjelasan nenek dan berlari menuju kamar, membereskan seluruh isi barangku. Aku benar-benar gila hari itu. Aku mengamuk dan berteriak tak tau arah “Ok, kalau kalian semua disini sudah gak pernah menganggapku sedikitpun. Aku terima. Aku benar-benar hilang dari rumah ini. Dan jangan pernah menganggap aku anggota dari keluarga ini. Ayah dan ibu mungkin akan sedkit lebih lega karena tidak perlu repot-repot memperebutkan hak asuh anak. Karena mulai detik ini kalian sudah tidak punya anak. Aku segera keluar dan seluruh isi keluargaku hanya terdiam dan tertunduk malu.
Aku pasi, sudah tidak tau harus bagaimana dan kemana. Satu hal yang ada dalam pikiranku adalah Andre. Aku harus menuju rumah andre siang ini juga. Akhirnya sore pukul 6 sore aku tiba dirumah andre dan mencoba memencet bel rumahnya namun tidak ada tanggapan yang berarti. Aku segera menuju satpam perumahan tersebut dan satpam memberikan kabar yang kurang menyenangkan. Keluarga Thomas (ayah Andre) baru saja pergi kebandara semua. Katanya ingin mengantar keluarganya keluar negeri. Baiklah setidaknya aku masih bisa menunggu di pos satpam ini menanti andre pulang dari bandara bersama kedua orang tuanya yang mengantar saudaranya keluar negeri.
1 jam kemudian tepat pukul 8 malam, mobil yang sering andre pakai berhenti di pos satpam. Dan Ibu Thomas melihatku lusuh dan mengajakku masuk mobil
“Viola? Kamu ngapain disitu. Ayok masuk mobil”.
Tante menyuruhku masuk mobil dan membawa aku kerumahnya. Namun kenapa yang menyupir mobil Pak Burhan, supir Om Thomas. Kemana Andre?
“Kamu terlambat viola, Andre baru saja pergi. Tadi kami mengantarnya kebandara. Kami menunggu kamu 1 jam dirumah untuk ikut mengantar andre karena beasiswa basketnya dimajukan. Katanya ada proses administrasi. Andre tadi sedih sekali kamu gak datang dan mengantarnya ke bandara. Bahkan dia berniat untuk cancel keberangkatan. Tapi gak jadi karena pelatih yang dari London mengharuskan dia berangkat malam ini. Kamu kemana saja Viola?”
Aku segera merogoh handphone di saku ku. Ternyata tidak ada. Handphone ku tertinggal di rumah. Pantas saja keluarga Thomas tidak bisa menghubungiku. Aku sangat menyesal. Sangat menyesal sekali. Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa membisu sampai akhirnya kami tiba dirumah Andre. Tante menyuruhku masuk. Dan dalam keheningan malam itu. Aku mulai berbicara jujur tentang keadaanku kepada tante.
“kamu tidak boleh bersikap seperti itu Viola, tante juga seoarang ibu. Jadi tante tau benar bagaimana perasaan ibu kamu saat ini. Sebaiknya kamu pulang. Tapi jangan sekarang. Tante pikir kamu perlu menenangkan diri dulu. Kami sangat menyediakan kamar untukmu tinggal disini. Tapi jangan terlalu lama. Karena nanti tidak enak dengan keluarga kamu. Kamu harus pulang nak”.
Tante mengijinkan aku menetap sampai saat sidang perceraian resmi diumumkan.
Dua hari kemudian.
“Hari ini, kedua orangtuamu menjalani sidang perceraian kan? Kamu datang kan Viola? Ayok tante antar. Biar sekalian tante jelaskan ke keluargamu”.
Aku dan tante Thomas tiba di pengadilan dan aku melihat dengan jelas ketukan palu itu. Ketukan palu yang menandakan kedua orang tuaku resmi bercerai. Aku seperti melihat palu itu malaikat pencabut nyawa dan saat permukaan palu membentur alasnya. Rasanya semakin dekat malaikat itu ingin mencabut nyawaku. Dan aku berteriak tepat saat palu diketuk sehingga keluarga ayah dan ibu sadar kalau akupun ada di persidangan itu. Hakim memberikan keputusan hak anak sepenuhnya kepadaku. Untuk memilih ayah atau ibu dalam waktu seminggu ini. Setidaknya aku banyak berterima kasih pada ibunya andre yang sudah banyak membantu. Dan setelah berbincang dengan ibuku, Nyonya Thomas pun menghampiriku untuk berpamitan.
“Nak, mungkin minggu depan kami sekeluarga akan pindah ke London tinggal bersama Andre mengejar impiannya. Karena Om juga sudah tidak bekerja disini jadi kami ingin membantu keluarga kami di London dalam sebah proyek. Ada yang ingin kamu sampaikan pada tante?”.
Aku ingin menjawab, aku ingin ikut tante. Aku sangat ingin ikut. Namun aku sudah tidak mau merepotkan tante lagi.
“Tidak tante, salam saja buat andre, saya harap andre akan selalu menghubungi saya dan mengejar cita-cita indahnya dengan pasti dan sukses, selamat jalan tante”.
Akhirnya keluarga Thomas pergi ke London dan aku tinggal bersama ibuku di rumah yang dulu aku anggap neraka. Ayah memutuskan untuk bekerja di Bolivia dan menetap disana. Ibu sudah banyak berubah, setidaknya perceraian ini membuat ibu menyadari apa arti seorang anak. Dan ibu sangat mencintaiku dan akupun merasa sangat dicintai. Akhirnya aku kenal hubungan antara Ibu dan anak saat itu. Sementara ayah? Tidak ada kabarnya.
Begitu juga dengan keluarga andre. Sejak saat tante pamitan, mereka sudah tidak ada kabarnya lagi. Hilang seperti ditelan bumi. Aku sangat merasa kehilangan andre dan menemukan ibuku kembali. Bertahun-tahun aku menanti andre dan tepat hari ini, disaat ulang tahun hubungan kita.
27 November 2006. Delapan tahun sudah Andre benar-benar hilang ditelan bumi dan aku terduduk saat ini. Pada sebuah bukit yang dulu kami beri nama bukit senja. Dan aku terduduk memegang sebatang lilin berharap andre datang memberikan kejutan. Setiap tahun, aku selalu seperti ini, tepat ditanggal ini dan di waktu ini. Aku terus menimpuki kerikil-kerikil yang ada di sekitarku. Menghancurkan bukit yang tepat berada didepanku. Dan andre pun tak datang seperti tahun-tahun sebelumnya. Malam telah tiba dan ibu sudah menungguku di mobil untuk pulang. Ibu sangat mencintai dan menghargaiku saat ini. Sampai-sampai ibu rela menemaniku mengenang andre pada bukit ini. Bukit Senja yang nampaknya akan terbenam.
“Nanti kita usaha lagi yah menghubungi andre”.
Ibu memang ibu yang luar bisa sekarang. Selama ini dia berusaha kesana kemari untuk mencari tau keberadaan Andre. Namun tidak berhasil. Ibu sangat mendukungku dalam segala hal terutama karir. Rasa cintaku pada dunia basket ternyata tidak pudar hingga usiakku yang ke 28 tahun yang terus menanti kekasihnya untuk pulang. Aku bekerja pada perusahan pembuat bola basket sebagai Manajer produksi. Karierku sangat berkembang disini. Hingga dalam waktu tidak lebih dari lima tahun, aku sudah bisa menduduki posisi jabatan yang diidamkan oleh semua orang. Yaitu sekretaris direktur. Ini sudah tahun ke 5 saya bekerja di perusahan ini. Melihat bola basket seperti melihat andre rasanya.
 Bukit senja memang akan tetap senja. Dan aku masih mengunjungi bukit itu minimal satu tahun sekali. Dan andre juga tidak datang. Hingga di perusahaanku akan berganti direktur karena direktur yang sekarang sudah tidak bisa bekerja lagi secara fisik dan akan digantikan dengan direktur baru seorang lelaki tampan yang sudah berkeluarga dan mempunyai 2 orang anak yang masih kecil. Karena aku sangat menyukai anak kecil. Sangat idak sabar aku menanti direkturku ini. Terutama anak kecilnya. Acara perkenalan direktur baru diadakan tepat tanggal 27 November dan sore harinya setelah ini aku akan kembali kebukit senja. Mengenang cinta yang telah lama hilang. Pak Josep selaku pembicara memperkenalkan bahwa direktur barunya bernama Pak Aga. Dia bisaa dipanggil seperti itu dan dia akan datang nanti sore. Sebagai seorang sekretaris yang diharapkan datang aku menyatakan tidak bisa karena datang kebukit senja adalah segalanya.
Pertemuan sore pun dilakukan seperti biasanya. Dan aku terduduk kembali dibukit senja. Sendiri tanpa ibu dan siapapun. Merenung dan meratapi.
”Jadi ini yang menjadi alasan seorang sekretaris ternama di kantor untuk tidak ikut acara penyambutan direktur baru, cuma memandangi mimpi-mimpi kosong bersahabat dengan ke sia-siaan meskipun cuma sekali setahun. Tapi setidaknya dia terlalu sempurna untuk menangis hanya karena menatap terus bukit yang gak akan hancur meski ribuan kerikil di lontarkan”.
Benar sekali. Itu seperti suara andre Purba Sinaga. Aku menengok kebelakang dan meyakinkan sosok tersebut benar adanya. Andre Purba Sinaga. Aku segera memeluknya dengan tangis melampiaskan bertahun-tahun penantian yang tak kunjung datang. Dan aku sangat menikmatinya sore itu. Hingga kami berbincang penuh dengan keriangan sehingga tak ada waktu lagi buatku untuk marah atas perbuatannya yang tak pernah memberi kabar bertahun-tahun. Setidaknya yang paling penting dia hadir dihadapanku. Itu saja cukup. Apalagi ditempat istimewa seperti ini. Tempat kesepakatan cinta kami. Kami menghabiskan malam itu hingga larut bahkan sangat larut mengenang kembali perayaan saat kami merayakannya di danau dulu. Akhirnya andre mengajakku pulang dan mengantarku sampai rumah. Di dalam mobil Andre menyetel sebuah radio yang memutar sebuah lagu yang tepat sekali menjadi perjalanan cintaku padanya.

DHISA – CINTAKU KAMU

Ku merasa saat kau datang kembali
Mesti aku mencoba bertahan dan hindari
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku

Ku sadari meski bintang bersinar di langit indah
Aku tak akan mampu menggapai sinarnya
Dirimu kan selalu di sana dengannya
Takkan berubah meski cintaku kamu
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku

Takkan berubah meski cintaku kamu

Keesokan harinya aku pergi kekantor dan beraktifitas setidaknya dengan senyum dan tidak jutek lagi. Karena dulu aku memang terkenal sangat jutek diperusaahaan ini, itu dia yang menjadikan mereka beralasan kalau aku belum punya pendamping. Padahal salah besar. Setidaknya aku akan memiliki pendamping karena Andre telah kembali. Dikantor itu, aku melihat anak kecil jatuh dan menangis dilantai tepat didepanku. Karena aku memang sangat mencintai anak kecil dan aku langsung menduga bahwa itu adalah anak pak Aga. Aku langsung menggendongnya dan membawanya menuju ruangan pak Aga, direktur baru yang baru sempat aku temui saat ini. Akupun mempersiapkan berkas-berkas dokumen yang harus diserakan pada direktur baru itu dan membawa anak tersebut ke ruangan pak Aga. Dan aku segera masuk dan melihat wajah yang sama persis seperti wajah andre tepat di balik pintu itu. Dan seraya anak kecil tersebut pun memanggilnya dengan sebutan
“papa”.
Setauku andre tidak mempunyai saudara kembar dan kalau memang mirip itu tidak mungkin karena hampir saja tidak ada perbedaan sedikitpun. Aku pasti bermimpi saat ini.
“Akhirnya kita ketemu lagi Viola. Silahkan masuk”
Ya, benar itu adalah Andre Purba Sinaga. Di London dia mengakrabkan dirinya dengan sebutan Aga sesuai nama belakangnya. Namun apa arti semua ini? Kenapa dia datang disaat aku mulai ada surga baru pada mimpiku? Lantas anak ini? Pantas saja dia kemarin menghampiriku ke bukit senja. Jadi dia sekarang direkturku. Aku bingung, aku bingung pada mimpiku sendiri. Dan aku meletakkan dokumen dimeja pak Aga lalu segera lekas pergi dari ruangan itu dan saat aku membalikan badan, aku menabrak sesosok wanita yang sangat cantik bak model kenamaan Internasional. Wanita bule,
“sorry miss”
dan aku segera keluar menutup pintu. Saat itupun aku mencoba bekerja seperti biasanya dan seminggu kemudian aku tidak pernah masuk kekantor karena aku tidak bisa membohongi rasaku yang sudah retak dan hancur. Dia datang saat aku kembali menuai harapan. Aku masih mencintanya. Dengan sangat jelas masih mencintainya. Aku mencoba untuk memaafkannya dan merasakan kembali cintanya saat dia datang.
Sejak saat itu aku memutuskan untuk berhenti dari kantor tersebut dan karena ikatan kontrak yang sudah disepakati. Maka aku harus tetap bekerja secara professional setidaknya selama kontrak selesai 5 tahun kedepan. Tapi apa aku kuat menjalani ini. Mencintai kekasih yang saat ini sudah menjadi istri orang? Kenapa dia datang kehidupku disaat aku memang tidak mungkin memilikinya? Meskipun aku bekerja selalu berdua dengannya dan kami berhubungan sama seperti semesra dahulu saat kami masih berpacaran dan aku harus meyakini diriku bahwa lelaki yang berhadapan denganku saat ini adalah milik orang lain kini dan aku tidak akan pernah memilikinya. Aku tidak mungkin berharap lagi akan cintanya dan bermimpi agar dia bersamaku kembali. Aku sering melihatnya bahagia sekali dengan keluarganya dan sama sekali tidak pernah memperdulikanku yang terus memandanginya di rumahnya. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintainya. Aku sudah terlanjur menjaga cinta ini terlalu lama dan begitu dalam sehingga sulit dan sangat sulit menghilangkannya begitu saja. Kalau aku bisa menahan rasa saat aku ditinggalkan bertahun-tahun lamanya. Aku yakin bahwa aku juga bisa menahan rasa pahit saat orang yang aku cintai bermesraan dengan istri yang dia cintai. Setidaknya aku kenal satu karakter jelas yang tidak aku ketahui selama ini yang ada pada dirinya. Egois. Dia sangat egois tanpa sedikitpun memperdulikan rasa yang sudah menancap di sanubari ini. Yah! Dia sangat egois. 5 tahun aku mencoba belajar bagaimana menahan rasa. 5 tahun rasanya aku berkorban pada sebuah kata cinta. 5 tahun lamanya. Hingga saatnya kontrakku selesai dan aku memutuskan pergi untuk meninggalkan cintaku selamanya. Aku akan mengubur setiap mimpi yang ber-asa-kan cinta dan aku tidak pernah berfikir itu sedkitpun. Hatiku terlalu lemah untuk satu kata. CINTA. Dan aku izin kepada ibu untuk pergi ke Bolivia menyusul ayah. Berkarya dan hanya berkarya, tanpa perduli adanya kata CINTA. Semoga saja aku tau bahwa cinta diciptakan untuk berharap. Dan semoga aku tidak pernah lagi melihat bukit senja, dan aku tidak akan lagi melihat Andrea Purba Sinaga. Ibuku sangat mengerti dan mengijinkanku pergi ke Bolovia karena ibupun juga akan menikah dengan lelaki yang sangat dicintainya. Jadi aku merasa sedikit lega meninggalkan ibu dan kuharap juga cintaku. Aku memang tidak seperti ibu yang bisa bertemu cinta sampai dua kali dalam hidupnya sementara aku merangkai sumpah untuk tidak mau tau apa arti cinta lagi dalam hidupku. Cintaku hanya untuk Andrea Purba Sinaga dan telah dibawa mati bersamanya dan keluarga bahagianya.
Aku tiba di Bolivia, dan aku tidak mengenal cinta.

Cinta terkadang tidak pernah memberikan jawabannya dengan pasti, cinta kadang membuat kita selalu bertindak bodoh dan diluar kendali. Cinta bisa membuat kita merasa mati. Cinta bisa membuat kita berharap. Dan cinta bisa membuat kita tidak mengerti akan hidup ini. Seharusnya cinta harus dimengerti dan dijawab dengan indahnya. Tapi keinginan cinta tak selalu selaras dengan keinginan pemiliknya. Cinta, misteri dan bisa membuat hidup tak berguna lagi dan menjadikan kita tidak akan pernah mengenal cinta itu lagi.



Cinta itu keabadian dan keabadian bukan cinta. Janganlah hidup karena cinta dan jangan pula hidup tanpa cinta.
Anton Hidayah















































CINTA

Kupersiapkan diri menanti mentari pagi. Memberikan harapan yang sebenarnya sudah lama hilang. Ku buka pintu dan duduk penuh impian. Genteng-genteng rumah bergoyangan, angin kencang datang tak pernah senang. Pintu menabrakku luput sudah masa depan. Aku masih terbayang-bayang wajah yang kian menggerayang malam. Aku terbangun di pagi ini bukan tanpa alasan. Hati kembali bergumam. “sosok mana yang membuat kau lupa akan tenangnya malam? Jantung ikut berontak semakin berdetak tak punya otak. Darah mengalir deras melindas-lindas organ dalam tanda tidak tenang. Waktu mana lagi yang akan aku hancurkan untuk menindas-nindas kenangan yang tak berangan. Prosa cinta hanya bermain-main saja. Pandangan masih gelap tapi bayangan masih benderang. Apa mungkin wajahmu sulit untuk dilupakan. Selalu mengganggu dan semakin lama akan merusak pikiran. Kuhadapkan tembok persis didepan wajah, kubenturkan kepala namun wajahmu tak juga reda. Perlukah ku jatuhkan lonceng diatas kepala lalu kepalaku pecah? Otak berceceran dan di syaraf yang mana wajahmu tersimpan. Kupandangi pelan-pelan garis lurus mata, membentur kaca rumah sebelah. Aku melihat kembali wajahku. Kau melihatku dari balik kaca jendela, apakah itu rumahmu? Ilusi. Kusenderkan pikiran pada sebuah tiang, kupeluk dan kudekap ia mesra.  Kucumbu sampai melenguh. Uh. Cinta menuntut kenyataan. Ada sinar tiba-tiba datang dari sudut mata memandang, mentari muncul memberikan harapan. Tapi akankah membuat aku lupa pada lukisan wajah yang tersangkut dikepala. Panas bara matahari aku rasa tak akan mampu menghapuskan bayanganmu dalam pikiranku. Tiba-tiba muncul sebuah harapan, mencoba berjalan kedepan menabrak perbukitan yang sejak tadi kupandang. Karena mentari terletak dibaliknya. Ku harap kudekat semakin membara panas yang aku rasa. Agar pikiran ini melepuh. Sia-sia. Kubalikkan badan dan kuterjang semua hayalan. Kudobrak pintu demi pintu rumahku demi sebuah kenyataan bahwa dibalik pintu kesepuluh akan ada masa depan yang lebih indah dari pada memikirkannya. Aku masih terduduk dipintu pertama.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :