Indah

Memulai cerita hari ini dengan sebuah kata terindah. "Perjuangan"

Kamis, 18 April 2013

Pilihan Hidup

Saya tau diri saya


  Ini kisah rekan saya yang akan menjadikan pelajaran bagi kita semua akan mengambill pilihan dalam hidup. Untuk menjadi beda dan bahagia. Silahkan berikan komentarnya.

------------------------------------------------------------------------------------------
Tujuan hidup seperti cita-cita, jodoh dan kematian itu gak ada orang yang tau. Semua rahasia Tuhan. Semua orang berhak merencanakan tujuan hidup. semua orang juga berhak untuk mengarahkan tujuan hidup orang lain. Yah, mengarahkan tapi bukan mengendalikan. Mengarahkan hanya sekedar memberikan saran dari apa yang terbaik terhadap orang lain yang begitu kita kenal dengan baik. Mengendalikan lebih kepada mengharuskan orang lain memilih apa yang kita inginkan hanya sekedar kita menuntut kebenaran atas ego diri yang paling merasa benar.

Untuk sebagian orang demokrasi itu penting. Tapi kadang semua itu harus dituntut dengan rasa percaya yang begitu tinggi hingga demokrasi berjalan dengan seharusnya. Kalau rasa percaya sudah tidak ada, demokrasi ditenggelamkan seolah tak nyata dan yang ada hanya otoritas mengatasnamakan keyakinan dan kebenaran. Kuncinya hanya bagaimana kita membuat orang percaya atas apa yang kita anggap terbaik buat diri kita.

Kenyataannya saat ini saya menjadi seorang seniman. Saya membuka kios baju oleh-oleh di surabaya, Saya sangat mencintai pekerjaan ini meskipun semua keluarga menentang. Saya suka melukis. Saya membuat baju yang terbuat dari bahan kanvas dan saya yang melukis gambar sesuai keinginan saya di atas lembar kaos baju itu. Memang benar, sesuatu yang kita kerjakan dengan senang hati akan menuai kebahagiaan tersendri. kebahagiaan yang tidak terukur dengan apapun. Bukan hanya dengan materi dan keuntungan yang didapat. Tapi karena saya senang melakuka pekerjaan yang saya suka. Saya ikhlas. Semua keluarga saya menentang saya. menentang sebuah keputusan yang sudah saya ambil. Bagaimana bisa seorang lulusan S2 Advokat sebuah universitas ternama, bukannya menjadi seorang pengacara hebat, tapi malah menjadi pengusaha lukisan. Lukis kaos.

Keluarga saya sampai detik ini tidak percaya dan terus menentang atas jalan yang sudah saya ambil. Mengapa? karena semua keluarga saya adalah pengacara hebat di surabaya. Ibu, bapak, kakek, nenek, kakak-kakak serta sepupu, om dan tante adalah seorang pengacara hebat di surabaya. Club lawyer keluarga saya sangat disegani disurabaya. Dari berbagai kasus kecil hingga besar, nasional maupun internasional berhasil diselesaikan dengan baik oleh tim pengacara keluarga saya. itulah yang membuat club lawyer keluarga saya terkenal. Begitupun saya. keluarga saya berharap ketika saya lulus kuliah advokat di UGM (Universitas Gadjah Mada) saya langsung bisa bergabung dalam tim keluarga saya. Tapi langkah itu tidak saya ambil. DAN pastinya keluarga saya pun kecewa, saya rasa saya sudah cukup mengikuti semua otorias dari keluarga saya. mulai dari keinginan saya ingin masuk pesantren ketika SMP ditentang oleh kerluarga akhirnya ayah memasukkan saya ke SMP internasional begitupun ketika SMA. Ketika saya ingin mengambil kuliah di ISI (Institut Seni Indonesia) mengambil jurusan seni rupa. Ayahpun menentangnya dan terpaksa saya mengikuti keinginan ayah kuliah di UGM dengan jalur PBS (Penelusuran Bakat Skolastik) dengan biaya yang cukup mahal. Selama kuliah saya hanya sekedar menjalani perkuliahan sepertti apa adanya saja, tanpa mendalami. Hingga saya lulus sarjana dan melanjutkan ke profesi advokat. Begitupun di pascasarjana. saya menjalani ini hanya sekedar memenuhi keninginan keluarga saya. yang tak ingin anggota keluarganya tidak menjadi pengacara. Adikku pun saat ini sedang sekolah hukum di UGM. Saya rasa benar bahwa demokrasi itu memerlukan sebuah kepercayaan yang sangat besar. Kita harus meruntuhkan otoritas semua orang dan membangun tembok baru, tembok keyakinan atas pilihan yang menurut kita paling baik. Tapi apa daya kalau ternyata tembok otoritas yang terbangun terbuat dari bahan yang tak dapat diruntuhkan. Terlalu kokoh.

Saya sempat berfkir. Dimana letak sebuah demokrasi jika kita pun tak pernah diberi kesempatan untuk membeli bahan-bahan untuk membangun sebuah tembok kepercayaan. Saya masih mempu membangun tembok masa depan saya. meskipun tembok yang orang bangun untuk saya terbuat dari berlian. Tapi ini tidak hanya membutuhkan sebuah kepercayaan. Tapi keyakinan. Bakat saya dalam bidang melukis sudah terlihat dari saya TK (Taman Kanak-kanak), saya sering mengikuti kejuaraan menggambar dan mewarnai. Sampai - sampai ketika SD saya mewakili provinsi untuk mengikuti kejuaraan lukis dan mendapat juara 2 tingkat nasional. Dan yang menjadi juara satu saat itu sekarang sudah menjadi peukis ternama di INDONESIA. Bedanya dia dengan saya adalah orang tuanya percaya atas pilihan yang diambil sehingga dia kuliah di ISI. sementara saya yang juara 2. hanya menjadikan itu sebagai hobi. melihat bakat itu ibu saya memasukkan saya ke sebuah kursus lukis di Surabaya. Lagi-lagi tujuannya hanya mengisi waktu luang dan kejenuhan. Karena seluruh keluarga saya adalah keuarga sibuk yang tidak pernah ada dirumah, Dari pada saya pulang sekolah tidak ada aktiviyas, lebih baik saya les lukis. Lagi-lagi orang tua saya menganggap ini hobi. Kejuaraan itu berlanjut, dan saya tidak hanya berprestasi tingkat nasional, tapi dunia. Saya sepat diberikan kesempatan untuk mempresentasikan lukisan saya ketika SMP di Manila Filipina. tapi orang tua lagi-lagi hanya menganggap ini hobi dan kegiatan ekstra. Jatuh cinta saya terhadap lukisan sudah mendarah daging, sehingga ketika saya lulus SMA, dengan menggunakan sertifiktat yang saya miliki. ISI menawarkan beasiswa kuliah di Seni Rupa gratis tanpa biaya sedikitpun. Tapi orang tua saya disaat saya merasa sudah dewasa dan berhak mengambil jalan hidup masih saja menganggap ini sebuah hobi. Alasannya simpel, keluarga saya seluruhnya pengacara dan seniman itu tidak ada yang sukses, minimal itulah kata keluarga saya, keluarga yang sudah menggariskan sebuah garisan budaya yang aneh pada jalan hidup bukan pada per orang dalam masyarakat kecil yang disebut keluarga.

Meskipn kios yang saya miliki masih sempit tapi saya yakin ini akan menjadi besar. saya meggantung semua piagam-piagam yang pernah saya dapatkan di bidang lukis tepat di tembok ruko ini. Jadi setiap konsumen yang masuk akan dapat melihat piagam itu secara langsung. Konsumen bisa langsung memesan lukisan yang ingin dilukis di kanvas kaos yang akan dibeli. Sebulan dampai setahun saya rugi dan tidak mendapat keuntungan. Tapi saya senang melakukan ini, mungkin saya hanya tinggap menambah inovasi agar bisnis yang saya jalani menjadi berkembang. Handphone saya berbunyi mengeluarkan tanda memo yang mengingatkan bahwa hari ini ayah dan ibu akan datang ke kios milik saya. Tapi saya akan tetap bangga memperkenalkan bisnis saya ini pada ibu saya. meskipun mereka tetap dan terus memaksa saya jadi pengacara dan bergabung bersama team mereka. Paling-paling ayah dan ibu akan menghina piagam yang sudah saya dapatkan dan mencemooh bisnis kecil yang tidak menguntungkan ini. Handphone ku berbunyi lagi dan bertuliskan bahwa ibu yang menelpon. Aku langsung mengangkat dan ibu mungkin sudah merasa malas untuk datang kekiosku. ibu mengajakku untuk bertemu di sebuah resto. resto tempat ibu meeting dengan kliennya.

Aku menutup kios yang juga menjadi tempat tinggalku saat aku memutuskan untuk hidp mandiri dari pada hidup di rumah bersama ayah tapi harus mengikuti otoritasnya menjadi pengacara. Aku menjaga toko ini sendirian.
Aku menemui ibu dan ayah disbeuah resto di surabaya, sementara ayah sedang menelpon hilir mudik dari sekitar meja makan, jadi hanya ada aku dan ibu. "Nak, apa kabar, sudah satu bulan ga ada kabar. Gimana usahamu nak? kenapa kamu tidak jadi pengacara saja. Tadi ibu telah bertemu klien, dia sedang menangani kasus tentang hak milik lukisan legendaris dari australia yang pemiliknya sudah meninggal. Lukisan nya sangat mahal. Jadi ibu harap kamu mau bergabung untuk menangani masalah ini, karena ibu yakin kamu sangat mengerti tentang lukisan. Ayolah nak, anggap saja kamu menangani kasus ini, karena kamu cinta dengan lukisan. bukan pada kasusnya". Ayah berhenti menelpon dan kami bertiga mengobrol serius saat itu. Hasil yang didapat aku membantu kedua orang tuaku menangani masalah sengketa lukisa itu dan seperti biasanya kasus itu sukses. Ayah menilai aku lebih berbakat menjadi pengacara hebat dibandingkan kakakku, sepupuku dan semua anggota keluargaku.
Ayah pernah mengatakan "ayah ini pengacara hebat, jadi ayah sangat tau bahwa kamu itu akan menjadi pengacara hebat nak. Kasus pertama yang kamu tangani itu saja bisa sukses besar. ayah bilang kamu hebat bukan karena kamu anak ayah. Tapi karena memang kamu hebat. Kamu akan sukses jadi pengacara dan kaya dari pada jaga kios kecil yang tidak ada apa-apanya".

Aku bosan dan muak dengan perkataan itu. Aku lebih memilih duduk menanti konsumen datang di toko kecil kumuh milikku dari pada berkantor mewah menjadi pengacara yang sebenarnya tidak aku inginkan. Yang aku cari adalah aku bahagia atas apa yang aku lakukan. Bukan menjadi kaya. Aku sampai tidak mengerti cara apalagi yang akan dilakukan keluarga saya untuk terus membujuk saya bergabung menjadi pengacara, sementara saya saat ini masih bahagia saja menjadi seorang bisnisman berasakan lukisan. Saya yakin dengan jalan yang saya buat saya akan sukses dengan cara saya sendiri. dengan kios kecil yang tidak menguntungkan. Tapi sangat membuat saya merasa berarti pada hidup ini dan menyisipkan sedikit asa dan kemungkinan bahwa saya akan sukses dengan jalan hidup yang saya rangkai dengan titik-titik pemikiran dalam tinta yang terletak pada sebuah keinginan, inovasi dan kerja keras yang tergores pada pemikiran, hati dan semangat yang tidak mengenal jam untuk diam dan tak bergerak.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Apapun jalan hidup yang ditentukan oleh seseorang, hanya individu itu sendiri yang mengetahui. Orang disekitar hanya mengarahkan bukan memberikan keyakinan yang bersifat paksaan. Tiap manusia pasti tau apa yang membuat dirinya bahagia tanpa harus diberikan penilaian yang naif akan sebuah banyaknya harta yang dimiliki, tp seberapa senyum yang dimiliki saat merintis jalan hidup yang dirangkai dengan indah. Tanpa pakasaan dan diyakinkan oleh siapapun. Bukannya manusia itu memiliki hak individu untuk bahagia bukan? Apa yang menurut kita bahagia, belum tentu akan membahagiakan orang lain. Karena Tuhan menciptakan manusia dengan rasa yang berbeda atas jalan hidup umatnya. Kebahagiaan itu bukan keuangan. keuangan juga bukan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan sebuah keikhlasan yang digenggam dengan sebuah keyakinan. Hanya kita sendiri yang dapat meyakinkan diri kita untuk bahagia dan berjaya.
Silahkan komentarnya tentang cerita dari rekan saya atas sebuah pilihan hidupnya. Setidaknya dia sudah sukses, sukses untuk berani mengambil sebuah keputusan dan sukses meyakini dirinya sendiri bahwa dia akan berjaya dengan keyakinannya. Tidak semua orang berani mengambil jalan hidup yang dluar zona nyamannya. Tidak ada sukses yang diraih dengan jalan yang nyaman2 saja bukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar mu sangat berarti :