Takdirku memang selalu bisa mencintai dan
berharap pada cinta itu sendiri. Tanpa perduli apakah dy mencintai. Seluruh
kata pujangga seakan habis terbuai-buai menampar dinding-dinding kamar yang
hampa. Selimut menyadari keadaanku yang semakin sepi tanpa cinta, berani
membayangi, menatap pada kekosongan ruang yang pengap dipenuhi kata-kata
mutiara. Pujangga sekalipun akan kalah jika harus membuktikan rasa. Dan kudekap
selimut dengan kencang agar aku tersadar bahwa kesepian ini bukan hayalan. Ini
nyata. Buta tanpa cinta. Satelit mana yg tidak aku gunakan utk memberi sebuah
pertanda. Pujangga mana yg tidak aku pakai untuk sebuah ungkapan? Kumelirik jam
didinding. Satu jam yang lalu aku memikirkannya. Kubunuh waktuku malam ini
dengan berharap bahwa cinta akan datang. Lagi lagi tabu. Kupejamkan mata berharap
tuhan mengasihaniku, memberiku sebuah mimpi. Ternyata cinta menuntut sebuah
kenyataan. Bunyi detik jam semakin membuat aku percaya bahwa sebenarnya cinta
itu tak ada. Jatuh pada pukul berapakah pikiranku akan mengaung? Tersiksa akan
sebuah harapan. Bunyi lonceng tiba tiba saja mengalun memberikan aku kenikmatan
akan sebuah harapan. Dan akupun terbuai dan mencoba berbincang pada mimpiku
malam ini. Akankah besok kabut akan muncul lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :