Ternyata memang benar. Tuhan membatasi
kebahagiaan tiap orang. Itu kata langit padaku. Disaat aku terbang melayang
diudara. Burung pun ikut berkicau, bersenandung kemilau. Aku jatuh dan mendung
mendekap dengan hangat. Kebahagiaan itu oase padang pasir semakin dikejar
semakin menjauh, sampai aku tak sadar sedang bermain-main pd kemelut. Langit
menghitam, petir menyambar, aku semakin takut. Berlindung pada pinus membuat
aku berdarah. Badai datang, alam murka dan mendung melepasku dengan kejamnya,
hujan datang dan petirpun menyambar, halilintar menghadang dan tumpukan
dedaunan masih melindungiku. Akankah bumi juga menelanku?
Duduk di bawah pohon bergosip dengan nasib, jauh
sampai pandangan berani menatap keujung lalu aku dibutakan. Semua tertutup
kabut sehingga aku lupa Tuhan berlindung dimana untuk memperhatikanku. Kasihan
Tuhan, mengawasi domba kesepian. Terus dituntut sementara manusia melayang
terbang. Daun kering jatuh menampar, ada mercusuar meledak buyar smw keadaan.
Hilang tanpa arah dan langit masih saja berkata-kata. Itulah indahnya jagat
raya kata dunia.
Tuhan masihkah aku diberikan harapan untuk
berteriak menuntut kebahagiaan? Apa aku harus berbisik saja. Tapi nanti langit
mendengar dan ia iri pada kebahagiaanku dan batal semua pelangi di siang hari.
Almari dihadapanku berdiri kokoh sama tinggi seakan menantang, kau dan aku
siapa lebih bahagia? Aku terpeleset, almari terpelanting dan blur penantianku.
Berpaling aku pada langit. Dy masih saja mengawasiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu sangat berarti :